Sore ini Dara berdiam di taman depan kamarnya. Setelah mencoba meyakinkan suster Amira dengan berjuta-juta alasan dan rayuan, akhirnya dirinya dibiarkan untuk pergi ke taman sendirian tanpa ditemani perawat.
Ia duduk dibangku panjang yang berada di taman tersebut dengan membawa sebuah kamera retro milik ayahnya, buku kecil tempatnya menggambar, dan sebuah pensil. Tiang impus berada tepat di sebelah kiri tempatnya duduk.
Mengingat kejadian tadi pagi saat Aksa si tetangga baru bersikap sangat dingin dan sombong terhadapnya membuat Dara semakin penasaran seperti apa Aksa apabila ia sudah mengenalnya lebih jauh. Apakah memang seperti itu orangnya? Atau Aksa hanya mencoba sok jual mahal?
Mata Dara kini menatap langit sore, sangat tenang meski ada sedikit desiran angin yang menyapu kulitnya. Dara suka ketenangan ini. Tatapan Dara kini beralih ke arah gambar yang belum ia selesaikan.
Ia menggambar beberapa bunga seperti pot yang ia bawakan untuk tetangga baru. Membuatnya ingat bagaimana jantungnya berloncat keras saat melihat wajah Aksa padahal itu adalah kali pertama mereka bertemu.
Tangannya dengan lihai menggores buku tersebut untuk menyelesaikan gambaran yang ia buat hingga sebuah suara mengintrupsi kegiatannya.
"Kamu lagi ngapain duduk sendirian disini, sayang?"
Dara segera menoleh ke sumber suara tersebut. Tante Trisa. Berdiri tak jauh dari bangku tempatnya duduk. Tante Trisa tersenyum, berjalan menghampiri Dara. Cepat-cepat Dara menutup buku kecilnya dan tersenyum.
"lagi cari udara sejuk, Tante. Bosen Dara dikamar terus."
Tante Trisa hanya mengangguk lalu ikut duduk disamping Dara. Tak ada lagi obrolan diantara mereka. Keduanya sama-sama menikmati keindahan taman tempat mereka berdiam.
Namun kemudian keheningan mereka pecah saat dering handphone Tante Trisa berbunyi, menampilkan nama Aksa dilayarnya.
"kayanya Tante ga dikasi keluar lama-lama deh sama si Aksa. Tante balik dulu ya, Dara". Tante Trisa berdiri dan melambaikan tangannya yang dibalas hal serupa oleh Dara.
Sedari tadi Dara merasa bahwa Aksa itu tak asing baginya, tapi Dara tidak tau dirinya pernah bertemu dengan Aksa dimana. Apa mungkin mereka pernah masuk di sekolah dasar yang sama? Atau pernah menjadi tetangga di rumah neneknya saat ia masih kecil? Dara sangat bingung.
"Dara!" Suara yang tak lain berasal dari Suster Amira terdengar dari kejauhan. Dara menoleh ke sumber suara dan tersenyum tanpa rasa bersalah.
"kamu kenapa masih diluar, Dara? Kan Suster udah bilang gaboleh sampe lewat dari jam lima"
Suster Amira membantu Dara berdiri dari duduknya.
"emang sekarang jam berapa sih, suster? Dara ga bawa handphone, jadinya ga tau ini udah lewat jam lima atau belum.".
"udah jam setengah enam, Ra. Bentar lagi makanan kamu dateng loh." Suster Amira mengantarnya menuju kamar Dara. Suster Amira sudah akan membawa kursi rodanya saat melihat Dara tidak kembali ke kamarnya padahal jam sudah menunjukan pukul setengah enam. Niatnya terkurung saat melihat Tante Trisa beranjak dari tempat Dara duduk.
Dan Dara juga tidak pergi jauh-jauh. Ia tetap berada di taman tersebut hingga Suster Amira memutuskan untuk memanggilnya dan mengantarkannya menuju kamar.
----
Suster Amira membantu Dara makan malam ini. Setelah Dara berganti pakaian menggunakan pakaian yang lebih santai. Suster Amira menyuapinya, karna biasanya saat makan malam Dara tidak akan memakan makanannya sampai habis. Alasannya karna ia ingin cepat-cepat tidur, kalau kebanyakan makan nanti perut kepenuhan dan dirinya akan terjaga.
"terus gimana ketemu sama tetangga baru?" Suster Amira bertanya disela-sela menyuapi Dara. Dara hanya mengedikkan bahunya yang dibalas tatapan bingung dari Suster Amira.
"ya gitu, sus. Dingin banget anaknya, songong."
Suster Amira tersenyum mendengarnya. Sepertinya Suster Amira harus mengajarkan Dara bagaimana caranya memikat hati orang baru agar mau berteman. Apalagi orangnya irit bicara dan cuek.
"dingin gimana sih?" Suster Amira memajukkan kepalanya sedikit ke arah Dara.
"masa iya dara nanya baik-baik, dia jawabnya kaya marah gitu. Terus Dara kan mau nanya lagi, dia malah pergi ke tempat tidur alasannya katanya mau istirahat."
Suster Amira tetawa kecil. Pasiennya ini, kayanya emang engga tau gimana caranya jual mahal ya. Suster Amira harus ajarin.
"songong banget dah padahal pas Dara baru dateng, dia lagi ngotak atik remot tv." Dara kembali melanjutkan omelannya sambil menelan bubur yang masuk ke bibirnya.
"makanya kamu tuh harus jual mahal, tau ga sih. Biar dia penasaran." Suster Amira menyodorkan sesendok bubur lagi ke bibir Dara.
"jual mahal? Lah emang Dara keliatan murah ya, Sus kemaren?" Dara menatap Suster Amira dengan tatapan khawatir dan meminta penjelasan. Masa sih dirinya kemaren terlihat seperti orang murah? Padahal kan ia sudah memakai dress yang tidak terlalu menunjukkan paha, bahkan ia tidak menggunakan make up.
"hahaha, enggak lah Dara. Maksudnya jual mahal itu, kamu sok sok cuek kalo ada dia. Kamu jangan perhatiin dia, kamu anggap aja dia itu ga ada kalo kamu liat dia." sendok terakhir untuk makanan Dara masuk ke bibirnya. Suster Amira berdiri dari tempatnya dan merapikan piring bekas makanan Dara di nampan.
"makanya nanti Suster ajarin deh, sambil liat-liat di youtube juga." Suster Amira memberikan buah untuk Dara yang diambil Dara dengan senang hati.
"yes, bener ya besok ajarin Dara biar jadi mahal."
part ini pendek dan dikit banget isinya, tapi ya udah lah ya.
YOU ARE READING
darlin'
Short StoryBagaimana rasanya memiliki tetangga yang cakepnya itu diatas rata-rata? Asik kan? Bisa cuci mata tiap hari tanpa harus nyari lagi.