Dara kini sudah berada dikamarnya setelah melakukan cuci darah yang kurang lebih menghabiskan waktu dua setengah jam. Iya bener, dua setengah jam Dara ga bohong. Kali ini setelah cuci darah, yang Dara minta adalah Suster Amira untuk memberikan apa yang telah dijanjikan kepadanya kemaren yaitu cara untuk menjadi mahal.
"gimana suster kesayangannya Dara yang sekarang bakal punya kerjaan sampingan jadi-" Dara tak melanjutkan ucapannya, melainkan menoleh ke arah suster Amira sambil memberikan tatapan memelas.
"kenapa, Dara?" Suster Amira hanya menjawab dengan nada pura-pura lupa, udah kaya lagunya si Mahen aja dah si suster ini pengen Dara lemparin kanvas aja sekalian.
"ih suster apaan sih, sok sok an lupa segala. Jadi lah ajarin Dara caranya jadi mahal." Dara menggerutu kesal, melipatkan tangannya di dada. Aksi tersebut mendapatkan tawa dari suster Amira. Sudah sangat lama seorang Dara Ataya tidak mengambek seperti ini.
"jadi sih, tapi kalo Daranya ngambek yaudah. Berarti diundur aja acara belajar mengajar hari ini." Suster Amira tak mau kalah dengan Dara. Suster Amira tau bahwa Dara itu orangnya cepat terpengaruh dan luluh, jadi ia tau bagaimana caranya membuat Dara tidak ngambek lagi.
Dara yang mendengar kalimat tersebut terlontar dari bibir Suster Amira pun melotot. Wah, tidak bisa. Tidak boleh terjadi pengunduran untuk belajar menjadi mahal ini. Dia harus menjadi teman Aksa secepatnya, jangan sampai ada pasien perempuan lain yang lebih dulu mengambil posisinya.
"eits, jangan begitu dong Suster Amira yang cantik jelita tiada tara. Kan udah janji hari ini bakal kasi tau Dara caranya, ga boleh diundur-undur gitu lah."
Suster Amira tertawa kecil. "kan Dara nya tadi ngambek, nanti kalo belajar sambil ngambek itu pelajaran yang dikasih ga akan masuk ke otak loh."
Dara yang semula menampilkan wajah sangar dan songongnya kini berubah menjadi senyuman dan ketertarikan. Ia mengambil buku note kecil yang biasa ia gunakan untuk menggambar dan sebuah pensil hb. Matanya kembali menatap Suster Amira.
"siapa bilang Dara ngambek? .Padahal Dara udah siap loh, sus. Udah pegang buku sama pensil, udah bahagia juga."
"oke, suster bakal kasih tau cara dan tips nya sekarang. Tapi jangan bagi ke siapa-siapa ya?" Suster Amira mengeluarkan kelingking kanannya.
"oke suster, Dara janji." Dara juga ikut mengeluarkan jari kelingkingnya dan memberikan kedipan satu mata kepada Suster Amira.
"jadi gini ya, Ra. Kalo ada cowo ganteng atau cakep misalnya nih. Kamu jangan langsung deketin, jangan langsung ajak dia ngobrol. Biarin dia yang ajak kamu ngobrol duluan." Dara mangut-mangut saat mendengar sedikit penjelasan yang diberikan oleh Suster Amira.
"terus kalo misalnya si cowonya ini sok cuek atau berlagak dingin, kamu harus bisa cuek juga. Kamu anggap dia enggak ada, jangan diliat, jangan disenyumin-"
"WAH BERARTI KEMAREN DARA SALAH DONG?!" belum selesai Suster Amira bicara, Dara sudah memotong ucapnnya dengan menggebrak kasurnya sambil berteriak dan memegang kepala dengan kedua tangannya.
"engga gitu, tunggu dulu dong. Belum juga suster selesai ngomongnya. Santai santai." Suster Amira memberikan segelas air putih kepada Dara yang wajahnya panik dan nafasnya tidak terkontrol.
Baru juga segitu, paniknya udah ngalahin ibu-ibu gosip.
"Suster lanjutin nih ya. Kemaren sebenernya enggak salah kok, kan kamu gak tau dia orangnya kaya gimana. Apalagi ada mamanya, kan? Bagus tuh kamu kemaren, ramah, jadi dapet kesan pertama yang baik dari orang tuanya."
Wajah Dara masih terlipat. Sedih karena dirinya tidak bertanya kepada Suster Amira bagaimana caranya menghadapi orang baru terutama yang berjenis kelamin laki-laki. Apalagi orangnya sangat dingin dan cuek ditambah orang tersebut adalah seorang pasien yang sedang sakit. Dara sangat menyesal. Menyesal dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun.
"ga apa-apa kok, Dara. Kalo kemaren kamu ga jual mahal, mending gausah aja. Cowok itu biasanya lebih suka cewek yang menjadi dirinya sendiri. Gak jaga image, apalagi jual mahal." Suster Amira masih berusaha untuk wajah Dara kembali seperti manusia karena ini wajah Dara sudah seperti kerupuk yang direndam air seharian. Layu.
"cowok jaman sekarang itu lebih banyak milih cewek yang bisa diajak berjuang sama-sama. Cowok mau mengejar asal ceweknya gak ikutan lari ninggalin."
Dara masih murung juga, hanya meneguk sisa air di gelas yang diberikan oleh Suster Amira tadi. Dipikir-pikir, benar juga apa yang diucapkan oeh Suster Amira tadi. Kemaren Dara bersikap apa adanya saat bertemu dengan Aksa dan Tante Trisa. Dirinya memang diajarkan oleh orang tuanya untuk bersikap ramah kepada orang lain, apalagi orang yang baru saja ditemui.
"udah lah ah, suster gak terbiasa liat kamu murung-murung sedih kaya gini." Suster Amira menepuk pundak Dara pelan sambil tersemyum. Pasiennya satu ini memang sangat berbeda dari pasien-pasien lain yang pernah dirawat olehnya.
"Aksa kira-kira suka gak ya temenan sama orang macem Dara?" pertanyaan yang dilontarkan secara terang-terangan oleh Dara berhasil membuat Suster Amira kembali terduduk dikursi tempatnya tadi.
"emang kamu orang macem apaan sih? Alien? Megantropus? Atau orang utan?" Suster Amira kembali bertanya sambil menatap Dara lekat-lekat. Yang ditatap hanya menunduk, malu.
Susternya ini, tadi aja berlagak jadi guru sekarang udah pura-pura gak tahu. Dasar.
Setelah sekian lama, laptop ini eror, kendala ke mageran, dan lain-lain akhirnya up jugha.
YOU ARE READING
darlin'
Short StoryBagaimana rasanya memiliki tetangga yang cakepnya itu diatas rata-rata? Asik kan? Bisa cuci mata tiap hari tanpa harus nyari lagi.