Patah hati yang bertubi

539 32 3
                                    

"Anin, tolong foto copy ini ya. Kita tunggu di ruang meeting."

"Baik mba Rusel."

"Nin, bikinin gue kopi. Pake gula dikit aja."

"Iya mba Jingga."

"Nin, nanti salin berkas ini. Software PC gue lagi direstart."

"Anin ngerjain ini dulu ya Abang Fandi."

"Cepet lah Nin, urgent nih."

"Iya."

Anin segera beranjak ke mesin fotocopy menjalankan tugas sesuai urutan. Dia bukan pesuruh, dia hanya penurut.
Dia bukan tidak bisa melawan, dia pernah melakukan itu, dan berakhir fatal. Sepertinya tim kubikel pemasaran tidak ada yang bersahabat dengan dia. Entahlah, Anin tidak mengetahui sebab mereka tidak menyukai Anin.
Bahkan anak baru bernama Jingga ikut bergabung membenci Anin.

"Jangan ngelamun, ayo buru meeting." Sapa salah seorang anggota meeting intern. Anin membagikan hasil copy yang ia kerjakan pada anggota meeting. Dan suasana tenang dimulai. Semua mempertanggung jawabkan hasil penjualan masing-masing team.
Kembali, Anin dikorbankan untuk menutupi segala kesalahan teamnya.
Anin hanya bisa menunduk dan meminta maaf.

"Anin lagi Anin lagi. Kamu ngga bosen jadi biang kerok Nin?" Tanya seorang penanggung jawab penjualan Bu Karin namanya, wanita berusia matang dan terlihat mapan.
"Besok direktur utama kita dipindah tugaskan ke cabang lain, dan ada direktur baru yang menempati posisinya. Yang mengerikan adalah prinsip dia zero mistake. Kalau semua team tidak ada yang mau kamu ikut di dalamnya, Sebaiknya kamu menjual sendiri produk ini Nin. Siapa yang bisa bantu Anin?" Semua terdiam. Tak ada satupun yang mengangkat tangan. Anin hanya menunduk lagi.

Hiruk pikuk meeting intern telah dilaksanakan. Semua keluar dari ruangan.

Anin berjalan menuju tangga darurat. Disana ia bisa menangis. Mengungkapkan emosi yang ada. Ingin membalas tetapi tak punya keberanian. Setelah puas menangis ia akan kembali ke mejanya dan terlihat baik-baik saja di depan semua.

Anin pernah melawan Rusel, karena sudah keterlaluan. Rusel mengambil hasil laporan penjualan Anin dan mengakui itu miliknya. Karena Rusel tak berhasil mencapai target. Akhirnya Anin melaporkan pada penanggung jawab penjualan, sayangnya tidak ada yang percaya pada Anin. Dan semenjak saat itu Anin mendapat hukuman karena sudah meng-klaim hasil kerja orang lain. Hukumannya Anin tidak mendapat gaji selama satu bulan. Dan itu berakibat fatal bagi keluarganya.

Anin tulang punggung keluarga. Ayahnya sudah meninggal sejak Anin masih kecil. Ibunya banting tulang membiayai Anin sekolah sampai lulus Pascasarjana. Anin memiliki adik, tetapi sudah tiga tahun pergi dari rumah. Bahkan adiknya hanya lulus SMA dan pergi karena tak tahan dengan keadaan ekonomi mereka.
Kejadian itu membuat ibu Anin terus menerus bersedih.

Anin, wanita usia 29 tahun ini sudah memiliki anak usia 4 tahun. Hidupnya tak pernah benar, semua serba kacau. Ia menikah dengan seorang yang salah. Ia tak terlalu mengenal mantan suaminya. Ia dikenalkan oleh ibu. Karena usinya sudah menginjak 24 tahun dan ia belum menikah. Satu bulan perkenalan, kemudian menikah. Alhasil, setelah menikah ia mendapat perilaku diluar nalar manusia. Suami ada kelainan yang sulit dijelaskan Anin pada orang lain. Ia malu, alhasil hanya pada ibu ia menceritakan semua itu. Bukan dengan sengaja Anin menceritakan, tetapi Anin tertangkap basah oleh ibu.
Ibunya sudah tak tahan melihat luka yang setiap hari bertambah di tubuh Anin. Ibu melaporkan sang menantu ke polisi. Dan membantu Anin mengurus surat cerai, dalam keadaan Anin mengandung.

Luka yang Anin peroleh terungkap oleh polisi, bahwa mantan suami Anin menderita kelainan pada perilakunya. Ia akan merasa bahagia saat Anin meraung menangis sembari meminta ampun ke padanya.
Dan berbagai siksaan telah Anin terima, cekikan, cambukan, pukulan, tamparan, bekas cambukan sudah tak terhitung lagi di sekujur tubuh Anin. Terakhir Anin berhasil kabur ketika mantan suaminya membawa pisau berhasil menggores leher Anin.

RapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang