Anin membuka mata, melihat ke arah jam di dinding kamar. Pukul 10.00 pagi. Badannya serasa sakit semua. Padahal dia ngga ngapa-ngapain seharian kemarin. Ia ingat mama belum sarapan dan segera bergegas.
"Ma, mama." Anin mengetuk pintu kamar mama dan segera membuka tanpa disuruh.
Ada Kevin yang sedang menyuapi mama buah dan mama masih terbaring di kasur.
"Ma, maaf. Anin baru bangun." Mata Anin melirik Kevin.
"Iya, mama tau semaleman kamu ngga tidur." Jawab mama.
"Ma, kita keluar yuk, cari udara seger di taman. Mama ngga boleh terus di kamar begini."
"Siapa yang izinin kamu bawa mama keluar?"
Tak ada jawaban dari Anin, ia menunduk takut.
"Mama sama Anin memang sehabis sarapan selalu pergi ke taman. Tapi Nin, mulai hari ini kamu kerja di kantor Kevin lagi. Kevin sudah setuju."
Mata Anin tetiba melotot. Fikirannya justru sama sekali tak ingin kembali kesana.
"Ma, Anin dirumah saja sama mama."
"Nin, kamu pasti bosen tiap hari cuma nemenin mama." Jawab mama.
"Ma, Anin,-"
"Tu ma, dia ngga mau kerja." Kevin membuat kesimpulan.
Tak terima dengan kesimpulan Kevin, Anin membantah. "Bukan, kalau memang boleh Anin bisa keluar dari rumah, Anin bakal cari kerja selain di tempat pak Kevin."
"Dimana di club'?" Tanya Kevin jutek.
"Berhenti bapak merendahkan saya."
"Anin?"
"Ma, akan Anin buktikan kalau Anin bisa cari kerja. Anin janji sama mama, Anin akan kerja di tempat yang lebih baik."
"Kenapa sama kamu Nin?"
"Mama tau, kemarin Anin pulang basah kuyup disiram kopi sama temen-temen pak Kevin. Mereka sengaja, karena sekarang Anin cuma kerja jadi PRT di rumah pak Kevin. Mereka merendahkan Anin ma. Kalau Anin disana lagi, Anin akan mendapat perlakuan yang sama. Anin ngga bisa ngelawan. Anin takut ma."
"Nin, jangan keterlaluan kamu." Kevin merasa Anin sudah terlalu jauh cerita dan hanya akan membebani mamanya.
"Kevin tau kamu diperlakukan seperti itu?"
"Mama tanya sama anak mama tersayang itu. Anin berangkat ma. Kalau ada apa-apa mama telfon aja. Anin mau siap-siap nyari kerja, doain Anin ya ma. Biar Anin bisa buktikan ke orang-orang. Bahwa Anin bisa."
Anin berjalan mendekati mama, hanya untuk mencium punggung tangan dan keluar dari kamar.
***********
Kevin hendak berangkat ke kantor, berpapasan dengan Anin di ruang tengah, Anin nampak sudah siap untuk mencari kerja. Penampilan rapi Anin menunjukan ke profesionalan diri Anin sebagai seorang pencari kerja. Anin menempelkan hp nya ke telinga. Terlihat sedang sibuk menelfon seseorang.
"Ngga usah dijemput, gue aja yang kesana. Ini sudah mau jalan. Abang ojeg sudah di depan rumah."
Mendengar percakapan kecil Anin, Kevin terdiam, mematung, dan seperti ada sesuatu yang mengganjal di dadanya.
Anin hanya melirik, dan berlalu seakan terburu keluar dari rumah.
**************
Seharian ini Kevin tak tenang kerja. Ada yang selalu mengganggu fikiran, Ia tak mau ini terjadi, tetapi nyatanya ia tak rela Anin sudah mulai bekerja, seakan dia berhak atas diri Anin. Atau justru saking ia tak suka sama Anin sehingga tak ingin Anin sukses? Entahlah seharian dia hanya uring-uringan tak jelas. Semua pegawai sudah kena semprot olehnya. Sejak kapan ia setidak profesional ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapuh
General FictionTentang sebuah hati yang sudah tak berbentuk lagi. Ketika kata hancur sudah terlalu baik, maka istilah apa yang pantas menggambarkan hati Anin?? Dunia terasa begitu kejam pada kehidupan Anin, pemikiran untuk selalu bekerja agar dapat mencukupi kebut...