Karena sudah menjadi pengangguran lagi, seminggu setelah dia memutuskan keluar dari perusahaan Fajar, Anin bingung mencari pekerjaan part time. Walaupun gajinya tak seberapa, tetapi Anin akan senang karena bisa jaga mama, sembari bisa bekerja menghasilkan uang.
"Anin kemana mah?" Kevin nampak mencari sosok yang sebenarnya menjadi tujuan kemari selain melihat mama.
"Cari kerja part time katanya."
"Udah lama mah?"
"Belum, tadi habis sarapan bareng mama. Terus ngobrol di taman depan, baru dia minta izin. Mama bolehin aja, kasian dia kesepian. Kenapa kamu ngga bawa anaknya kesini saja. Mama kan jadi ngga sepi lagi."
"Berapa kali Kevin harus ngomong ke dia, ngga usah kerja."
"Vin, itu hak dia. Jangan kamu egois."
"Mama ngga tau bahaya apa yang dia hadapi mah."
"Memangnya ada masalah apa?"
Kevin sedikit menceritakan ke mama, bukan bermaksud membebani, hanya saja agar Kevin mendapat dukungan dalam menjaga Anin. Dan melarang Anin agar tidak bekerja di luar rumah.
"Mah, jangan jadi beban mama ya. Anak itu bisa jaga diri, tetapi ada kalanya dia bertindak konyol memang. Makanya bantu Kevin melarang karena dia tidak mendengarkan Kevin."
Kini Kevin berusaha menelfon Anin. Tetapi tak ada jawaban, setelah sekian kali mencoba dan akhirnya menyerah.
"Tadi Anin sempat bilang mau mencoba melamar pekerjaan di cafe shop besar tidak jauh dari sini."
"Kevin berangkat kerja dulu ma, sekalian nanti kalau ketemu Anin Kevin suruh dia pulang."
"Apa ngga sebaiknya kamu cari Anin dulu?"
Hanya diam, memang seperti itulah Kevin. Mama pun sudah mengerti karakter anaknya.
Setelah menyetir sembari berfikir, Kevin mendatangi salah satu cafe shop yang menurut dia cukup besar disekitar sini.
Kevin mencoba masuk, menilik di dalam, mencari seseorang yang mungkin ia kenal, setelah ia puas mencari, sepertinya ia salah masuk. Ia memutuskan untuk kembali, tetapi, di samping cafe shop dekat tanaman ia melihat sosok yang ia cari sedang memegangi nampan. Dan bercakap dengan orang yang ia juga kenal.Dengan hati-hati Kevin mendekat. Ia melihat Fajar sedang memberikan sebuah amplop coklat, dan Anin berusaha menolak.
"Gue ngga bisa menerima."
"Kalau lu diperlakukan dengan baik oleh suami lu, maka lu ngga akan menjadi OB di club' malam. Terakhir lu jadi pembantu dirumah orang."
"Itu bukan berarti harus menerima gaji dari lu sebanyak itu Jar."
"Ini sekalian fee dari proyek kita yang terakhir kemaren Nin, lu berhasil bantu banyak banget."
"Gue cuma kerja biasa Jar, kalaupun gue menerima gaji juga ngga akan sebanyak itu."
"Ini bukan gaji, ini uang terimakasih. Lu tetep satu-satunya orang yang berhasil bikin gue terjun ke kantor bokap. Proyek pertama gue berhasil dan lancar. Kalau ngomongin kecewa, gue kecewa setengah mati sama lu, karena lu ngga ada cerita lu pernah berkeluarga, tapi buat gue, apalah artinya lu udah pernah nikah atau belum kalau gue sendiri pun ngga sesuci itu untuk menilai."
"Gue ngga pernah cerita karena gue fikir lu emang ngga perlu tau siapa gue secara pribadi."
"Gue udah sering ngomong gue tertarik sama lu."
"Ya sudahlah, sekarang lu udah tau, dan lu berhak dapet yang lebih baik."
"Kalau gue bisa menerima keadaan lu gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapuh
General FictionTentang sebuah hati yang sudah tak berbentuk lagi. Ketika kata hancur sudah terlalu baik, maka istilah apa yang pantas menggambarkan hati Anin?? Dunia terasa begitu kejam pada kehidupan Anin, pemikiran untuk selalu bekerja agar dapat mencukupi kebut...