1. Jakarta

207 122 52
                                    

"Jangan terlalu terpuruk dengan kesedihan. Percayalah, di setiap kesedihan pasti ada kebahagiaan. Karena di setiap tanjakan pasti ada turunan." _Calandiva Azalea Daisy

———

Jakarta, 04 September 2017

Langit kian menghitam, sinar mata hari kian meredup, angin membelai wajah, dan awan yang mulai meneteskan air matanya. Alam seakan tahu perasaan yang tengah gadis itu rasakan. Gadis itu tengah memandang kosong ke arah taman yang ada di depannya. Sungguh, siapapun yang melihatnya pasti akan tahu, bahwa gadis itu sedang sedih dan terpuruk.

Sudah hampir lima jam gadis itu tak bergeming sama sekali. Ia masih tetap di posisi yang sama yaitu duduk menyandar di bangku taman yang ada di belakang rumahnya. Ia tak bergeser sedikitpun, padahal ia tahu bahwa sebentar lagi bumi akan hujan. Tapi ia tak peduli sama sekali. Ia hanya ingin menenangkan pikirannya, itu saja.

Gadis itu memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang menerpa wajah cantiknya. Ia ingin menikmati lembutnya angin saat menyentuh kulitnya, ia membayangkan bahwa bundanya yang tengah membelai wajahnya. Memberikan kasih sayang kepadanya melalui angin yang menerpa melewatinya.

Memang taman ini jauh lebih indah dari taman di rumahnya dulu. Meskipun begitu, tidak membuat ia melupakan kenangan di rumahnya dulu. Ah, ia jadi rindu suasana rumahnya yang dulu. Apalagi ia sangat rindu bunda tercintanya.

Ngomong-ngomong tentang bunda, ia jadi teringat kejadian dua pekan lalu, dimana bunda tercintanya meninggalkannya untuk selama-lamanya. Ia sangat terpukul atas kepergian sang bunda. Bahkan sekarang ia lebih kurus dari sebelumnya. Bagaimana tidak, ia sangat jarang makan, jangankan makan, tidur saja ia lupa. Bahkan ia tidak sempat merawat dirinya sendiri.

Mata yang dulunya indah sekarang terhalang oleh lingkaran hitam, wajah yang dulunya putih bersih sekarang terlihat kusut, dan jangan lupakan rambut panjangnya terlihat sangat kasar dan berantakan. Semuanya hancur dan berantakan setelah kepergian sang bunda.

Bukan hanya fisik yang terlihat buruk, hatinya pun sama buruknya, hatinya sudah berkeping-keping bahkan sudah membeku. Dua pekan terakhir ini ia gunakan hanya untuk menyendiri dan melamun saja. Ia rindu bunda, ia ingin bertemu bunda, ia ingin ikut bersama bunda.

"Bunda bangun! Ayo, katanya mau ajak aku jalan-jalan kalo aku menang. Aku udah menang sesuai perkataan bunda, jadi ayo sekarang bunda harus bangun!"

"Yaudah kalo bunda gak mau ajak aku jalan-jalan gapapa, aku gak akan marah kok. Yang penting bunda bangun, aku gak mau apa-apa, aku cuman mau bunda aja, ayo bun bangun, BUNDA BANGUN. Jangan tidur disini bun, tidur di kamar aku aja, ayo kita pulang bun, please bangun bun, aku mohon," teriak gadis yang terlihat sangat berantakan itu, sambil terus mengguncangkan tubuh dingin sang bunda tercintanya.

Ia terus berusaha membangunkan bundanya, ia menangis histeris ketika bundanya tak bereaksi apa-apa.

"Udah dek, ikhlasin supaya bunda bisa tenang," ucap pria tampan itu sambil membawa sang adik kepelukannya. Ia juga sama merasa kehilangan. Tapi ia juga harus bersikap dewasa, karena sekarang hanya tinggal ia dan adiknya saja. Ia harus menyemangati adiknya agar bisa bangkit.

"Bunda kenapa gak bangun bang? Hiks kemarin bunda janji kan mau ajak aku jalan, kok bunda ingkar janji? Kenapa bunda gak bangun bang?! Cepet bangunin bunda bang! Kita pergi, kita jalan-jalan, aku mau main sama bunda bang! CEPET ABANG! AYO KITA PULANG, BANGUNIN BUNDANYA!" teriak sang gadis sambil menangis histeris dan memukul dada bidang sang kakak. Pria itu hanya bisa diam dan mengeratkan pelukannya. Sungguh ini sangat sakit, melihat sang adik yang begitu terpukul.

Rumit - LeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang