23. Rahasia Fitri Dan Eric

319 30 62
                                    

Tidak ada kata kita lagi, semenjak ada dia diantara kita







Seperti ucapannya semalem Arkana yang akan mengantar Aish ke sekolah. Jika begini terus bisa-bisa Daffin tidak akan mengantarkan jemput dia lagi.

Suara di dalam mobil benar-benar hening, Aish takut jika nantinya dia akan salah berbicara, dan itu akan membuat Arkana semakin marah. Jadi akan lebih baik dia menunggu sampai Abangnya sendirilah yang memulai percakapan itu.

Namun sepertinya Arkana hari ini benar-benar tidak seperti biasanya, dia hanya fokus pada jalan saja tanpa mengajak Aish untuk berbicara. Hingga akhirnya Arkana memberhentikan mobilnya di depan gerbang pintu SMAN Merah Putih.

"Aish, Abang serius dengan ucapan yang kemarin. Bukan maksud Abang untuk menjauhkan Aish dari Daffin. Tapi kamu harus memikirkan semuanya itu, kamu tidak inginkan kejadian seperti dulu terulang kembali?" Daffin mengingatkan kejadian masa lalu Aish, yang dimana dia sangat membenci orang itu. Bahkan jika tidak ada hukum yang melarang untuk membunuh orang, maka dia sudah melakukannya sejak dari dulu.

"Abang, Kak Daffin itu beda" Aish mengeluarkan suara lembutnya itu

"Aish jika begitu kamu fokus saja pada sekolah kamu. Abang memang mengizinkan kamu untuk membuka hati kamu, tapi jika kamu sudah dibilangin seperti ini. Sebaiknya kamu tidak usah mengenal cinta" Aish mendengus kesal mendengar ucapan Arkana barusan

"Aish pamit" mencium punggung tangan Arkana "assalamualaikum" lanjutnya yang kini sudah berada di luar mobil

Aish buru-buru ingin masuk ke kelas bukan karena dia takut terlambat, namun entah mengapa pagi ini Abangnya itu begitu menyebalkan, hanya karena luka sedikit saja. Dia diperlakukan seperti orang yang hampir kehilangan nyawanya.

Ketika hidupnya mulai membaik, ada saja hal-hal yang membuatnya menghancurkan semuanya. Dia hanya ingin hidup dengan semestinya saja, apakah itu salah.

Aish kini sudah berada di depan kelasnya, dia melangkahkan kakinya dengan perlahan dan melihat Eliya yang sudah duduk dikursinya, namun dia tidak melihat Fitri disamping Wulan.

"Pagi Aish" Sapa Eliya basa-basi

Aish cukup paham maksud dari sapaan Eliya pagi ini, bahkan dia merasa bahwa Eliya datang lebih awal hanya karena ingin menyalin tugas Bahasa Jepang miliknya, padahal Eliya bukan tipe murid yang bodoh, dia memiliki kepintaran yang standar, bahkan dia selalu mendapat peringkat 10 besar. Namun rasa malasnya dengan pelajaran dia yang benci itu membuatnya tidak minat untuk mencoba mempelajarinya

Aish segera membuka tasnya, lalu mengambil buku tulis Jepang miliknya, lalu memberikan itu kepada Eliya

"Peka banget sih Aish pacarnya Kak Daffin" celetuk Eliya asal

"Husss ngaco" entah mengapa Aish sedikit sensi jika menyinggung soal Daffin, mungkin karena ucapan Abangnya

"Atau Raka nih" goda Eliya

"Apaan sih El, udah deh lu salin aja tuh bahasa Jepang, nanti Sensei keburu dateng"

15 menit sebelum bel masuk, Fitri pun datang namun setelah Fitri masuk dibelakangnya ada seseorang, yang beberapa hari ini Fitri sering adu mulut dengan orang itu, siapa lagi jika bukan Eric. Mungkin ini hanya suatu kebetulan saja, atau mungkin ini disengaja.

Fitri melangkahkan kakinya menuju tempat duduknya, menaruh tasnya. Lalu duduk namun menghadap ke arah Aish dan Eliya

"Tumben rada siangan lu" Eliya masih fokus dengan kegiatan salin menyalinnya

"Macet"

"Lu berangkat bareng sama Eric?" Tanya Aish sedikit hati-hati

"Gak, gila aja gua bareng dia" tegas Fitri

The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang