Scroll, scroll, scroll. Tetap tidak ada yang menarik, sosial media hanya berisi hal-hal viral murahan. Omong kosong tidak penting.
Aku menoleh ke arah pintu kamar yang tertutup, menebak-nebak apakah Tian sudah tidur atau masih berkeliaran di luar. Tapi jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam, jam tidur Tian adalah jam sepuluh. Kemungkinan ia sudah tidur sejam yang lalu.
Aku mendesah, membaringkan tubuhku dengan tidak nyaman di atas kasur. Pembicaraan basa-basi tadi membuatku sulit tidur karena terus memikirkannya. Bagaimana bisa hal sepenting itu terjadi dan aku tidak mengingat apapun? Kenapa pula Tian baru cerita sekarang? Berharap ada detail kecil yang masih bisa diingat kepalaku.
"Kamu pernah ciuman?" Tian tersedak.
Tian meneguk semua air yang ada di gelas hingga pipinya mengembung. Terlihat sangat lucu. Tian mengangguk sebagai jawaban.
"Pernah? Kapan? Sama siapa?" Aku cukup kaget. Tian itu orangnya pemalu dan setahuku tidak berani berbuat vulgar, pengecualian untuk kebiasaannya yang suka berkeliaran telanjang di rumah. Cukup menghibur. Aku pernah mendengar suara desahan dari kamar tidurnya, lalu aku memergoki Tian menatap layar ponsel menyala dengan lampu kamar yang mati. Dasar mesum.
Manik Tian bergerak-gerak gelisah. Perlahan tangannya terangkat dan menunjukku dengan telunjuknya. Butuh beberapa detik untuk paham maksudnya.
"Sa-sama aku?!"
Tian mengangguk pelan, lalu kembali menyuapkan nasi goreng buatannya. Aku yakin ia berusaha menyibukkan mulutnya untuk tidak berbicara.
"KAPAN?!" Aku spontan meraba-raba bibir. "Kamu gak melakukannya secara diam-diamkan? Apa kamu sudah melakukan hal senonoh sama aku?" Mataku membulat menyadari hal itu. "Atau-atau-atau. Selama ini kamu sudah ambil keuntungan? Makanya kamu merasa gak tertarik sama aku?! KARENA KAMU SUDAH PERNAH MEM-MEMP-MEMPER..." Aku tidak mampu melanjutkan kata berikutnya, dengan sigap aku menyilangkan tangan depan dada.
"Kelas tiga. Ujian renang. Pak Adi nyuruh lakuin CPR dan beliau tidak mau mengecewakan istrinya."
Aku langsung terdiam. Ujian renang? Saat itu aku tidak mampu menyelesaikannya, karena tenggelam saat tengah mengambil nilai. Maka. "Jadi yang kamu maksud CPR itu sebagai ciuman?"
Tian mengangguk polos.
"MANA BISA GITU TIAN!"
Kedua alis Tian mengkerut. "Kenapa?"
"Bedalah! Ciuman itu dari mulut ke mulut dengan sebuah perasaan atau bisa dibilang dua orang yang saling menginginkannya."
"CPR juga dari mulut ke mulut."
Aku mengacak rambut frustasi. Sangat ingin kupukul kepala Tian yang lambat memproses hal-hal sensitif seperti ini. "Iya! Tapikan itu gak pake perasaan!"
"Perasaan untuk menolong." Tian terus berargumen.
"Iya terus! Itu kan bukan dari dua belah pihak yang menginginkannya. Hanya satu orang yang yang menginginkannya!"
"Aku menginginkannya untuk pertolongan. Kamu juga gak mungkin nolak untuk ditolong."
Tanganku menyangga kepala di atas meja. Sudah lelah.
"Aku kenyang," Kataku mendorong sisa nasi goreng yang masih setengah porsi. Tanpa pikir panjang Tian langsung mengambil dan menuangkan ke piringnya. Nafsu makannya memang besar.
Aku terus memperhatikan Tian yang melahap hampir seluruh makanan yang dimasaknya. Melihatnya saja sudah membuatku ingin muntah karena kekenyangan.
"Lalu selain itu, apa pernah kamu ciuman lagi?" Aku masih belum puas untuk membahas topik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHAPELURE
Romance(COMPLETED 24 Mei 2020 - 06 Maret 2021) Dalam hidup, tidak ada namanya kebetulan. Ada takdir, ada juga pilihan. Perjalanan hidup bisa jadi penuh lika-liku dan tidak bisa ditebak antara cinta, pertemanan dan situasi dimasa depan. Tapi hanya satu yang...