Steak?

128 9 0
                                    

Aku lupa kapan terakhir kali salah memprediksi, karena nyatanya aku tidak pernah salah dalam memprediksi sesuatu. Itu sebabnya aku selalu mendapat penawaran kerjasama yang menguntungkan walau terkadang aku tidak paham sistem yang ditawarkan. Kemampuan yang muncul sejak kecil, nenek asli keturunan Tionghoa memiliki keluarga yang memang lahir dengan kemampuan alamiah ini.

Maka saat aku memprediksi apa yang akan terjadi di hari minggu, tebakanku tidak meleset. Poppy datang bersama tiga orang lagi sahabatku saat masa SMA, kami berlima adalah The Heirs Princess kala itu.

"Sudah duduk selama sejam, tapi kok Tian gak kelihatan?"

"Iya nih, gue yakin dia ada di rumah. Karena di mana ada Inge di sana ada Tian."

Aku memutar mata malas. "Mira, Lia. Sadar diri lo tuh sudah punya suami!"

"Gue rela ninggalin suami gue demi Tian yang mempersembahkan dirinya."

"Terus antara Oh Sehun sama Tian, lo pilih siapa?" Tanya Kian.

Mira menoleh sebal. "Kalo punya dua-duanya, buat apa pilih satu? Jangan macem-macem Ki, tetap tidak ada bagian untukmu."

Kian mencebikan bibirnya mengikuti perkataan Mira.

Sebenarnya mereka ini adalah hiburan terbaik saat sedang suntuk, dan keberadaan mereka selalu berhasil menghibur. Hanya saja mengganggu dan mengatur hidup Tian sudah menjadi hiburan yang cukup untukku.

"Oh ya nge, lo ingat Ardian?" Tanya Lia, mengungkit nama yang seharusnya tidak boleh disebut. Jika Poppy ratu gosip nomor satu maka Lia ratu gosip nomor dua.

"Gue sudah lama lupa."

Mira mencondongkan dirinya begitu nama lelaki tampan lainnya disebut. "Ada apa sama Ardian?"

"Gue denger doi sudah cerai!" Lia mengungkapkan.

"Serius?!" Ucap Mira dan Poppy bersamaan.

"Iya!"

"Bukannya dia baru aja nikah lagi?" Poppy nampak kebingungan.

"Ini perceraiannya yang kelima!"

Aku melotot mendengar itu.

"Jangan-jangan ini kesempatan gue." Aku langsung menatap tajam Mira yang tidak ada habis-habisnya memburu lelaki walaupun sudah berstatus sebagai istri.

"Lo tuh bisa gak sih jaga otak dan kelamin lo itu dari yang namanya laki-laki," Tegur Kian.

Mira menghempaskan dirinya di sandaran sofa, membuatnya berdenyit. "Gue jadi nyesel nerima perjodohan itu."

"Hey!" Teriak kami besamaan, bagaimana bisa ia menyesal telah menikah dengan suami yang sayangnya memang melalui jalur perjodohan.

"Pokoknya kalian jangan sampe ikut langkah gue yang salah dalam menerima perjodohan."

Aku menggelengkan kepala tidak heran akhirnya Mira tumbuh dewasa seperti ini, sejak dulu ia memang terkenal suka memburu. Memburu para lawan jenis.

Jam dinding sudah menunjukkan tengah hari. Aku menoleh ke arah kamar Tian. Tertutup rapat. Tian sungguh-sungguh menuruti perintah yang aku sampaikan pagi ini, untuk tidak keluar apapun yang terjadi. Walaupun jika sebuah bom nuklir menyerang ia tetap tidak boleh keluar kamar.

Tapi karena sudah menjelang siang aku menjadi waspada akan satu hal. Hal yang menjadi kelemahan utama Tian.

"Mau ke mana?" Tanya Kian.

"Mau ke kamar bentar." Aku beranjak ke kamar, kamar Tian. Untuk memeriksa keadaannya. Langsung membuka pintu dan berharap Tian tidak sedang melakukan hal yang tidak-tidak.

CHAPELURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang