07 || Terbongkar

61 28 7
                                    

Mentari tak lagi tampak. Hanya kegelapan malam disertai angin kencang yang setia menemani.
Hening, kata yang sangat tepat untuk mengungkapkan keadaan saat ini.

Seorang gadis tengah menatap sumber cahaya yang menerangi belahan bumi yang ia tempati. Setiap malam, ia selalu duduk di balkon kamarnya dan memulai ritual yang biasa ia lakukan.

"Hai, makasih ya udah kasih cahaya malam ini."

Itulah ritual Lia setiap malam. Mengucap terima kasih kepada sang rembulan. Entah pikiran darimana sampai ia selalu melakukan ritual itu setiap malam. Terkadang, Lia sangat marah ketika  hujan turun di malam hari dan awan gelap dengan sengaja menutup cahaya yang bersinar dari satu-satunya satelit yang mengelilingi bumi ini.

"Aku mau curhat boleh 'kan?" tanya Lia tanpa memalingkan wajahnya sedikit pun dari bulan yang masih berada di angkasa.

"Aku gatau apa yang terjadi sama aku. Kenapa tadi pas di kantin, aku bener-bener gak kuat liat orang itu. Kenapa bayang-bayang hitam itu muncul lagi? Padahal aku sendiri gak ngerti apa maksud dari bayang-bayang itu," ujar Lia dengan nada lirih mencoba untuk tidak menangis.

"Kamu tau 'kan, kenapa setiap malam aku selalu nyapa kamu, aku selalu ucapin makasih ke kamu. Aku--" tatapan Lia tak terlepas dari benda berbentuk lingkaran di atas sana. Meskipun suara ketukan pintu mengacaukan ritualnya malam ini.

"Li, kamu udah tidur belum?" seseorang bertanya dari luar kamar Lia. "Kalau belum, Abang boleh masuk gak?" tanya orang itu untuk kedua kalinya.

Tak ada sahutan dari dalam. Orang itu  memegang gagang pintu dan tak sengaja ia membuka pintu kamar saudarinya. Ia melihat ke sekeliling kamar Lia, tak ada orang disana. Tapi kakinya terus berjalan dan akhirnya sampai di balkon.

Seseorang menyentuh pundak Lia, membuat Lia refleks menoleh dan mendapati Abangnya dengan segelas susu di tangannya

"Hai, sorry Abang ganggu rutinitas Lia," ujar Abi lalu mendaratkan bokongnya di kursi yang berada di samping Lia dan menyodorkan segelas susu hangat padanya.

"Enggak kok, Abang gak ganggu," balas Lia disertai dengan senyum paksa yang terukir di bibirnya lalu mengambil susu yang Abi berikan.

"Makasih Bang," ujar Lia dan Abi membalasnya dengan senyuman.

"Lia besok jangan sekolah dulu ya," Lia mengangkat kedua alisnya bingung.

"Lia 'kan gak kenapa-kenapa. Jadi kenapa Lia gak boleh sekolah?"

Pertanyaan Lia membuat Abi bungkam. Pasalnya, kalau Lia besok sekolah, Abi tidak bisa mencari tahu kebenarannya.

"Abang mau cari tau soal yang di kantin itu ya," tebak Lia seolah bisa membaca pikiran Abi.

Abi menatap manik mata Lia, ia melihat kesedihan disana. Oh tidak! Lebih tepatnya kebingungan dan kegelisahan. Entahlah kenapa Abi menyimpulkan itu. Tapi yang pasti, ia tidak ingin adiknya mengetahui kenyataan yang ia dan keluarganya tutupi selama ini.

"Lia gak mau, pokoknya Lia mau sekolah!" bantah Lia memalingkan wajahnya.

"Ya udah terserah Lia aja," Abi pasrah lalu berdiri meninggalkan Lia.

"Bayang-bayang itu..." batin Lia cemas.

***

"Good morning all!" sapa Lia seraya melebarkan senyumnya.

"Good morning too!" balas semua anggota keluarga kecuali Abi. Lia menatap Abi dengan tatapan tak percaya. Apakah Abi marah karena Lia tak menuruti permintaannya semalam? Ah sudahlah, mungkin Abi hanya butuh waktu.

Love Pieces Amelia [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang