"Gue gak ngerti."
Iqbaal Xavier memperhatikan setiap langkah (Namakamu) tanpa terlewat sedikit pun. Menatap gadis itu dari kejauhan. Lelaki itu berada di atap sekolah sedangkan sang objek berada di kantin, tengah makan bersama kesendirian. Tidak ada hal lain yang dilakukan oleh Iqbaal selain menatap gadis itu dengan seksama.
"Bahkan wajahnya berbeda. Tidak terlalu cantik." komentar Iqbaal lagi. Mengejek atau sedang menilai standar kencantikan?
"Ada point plus sih. Hidungnya terpahat rapi. Udah itu doang." Iqbaal menopang kedua pipinya.
"Kalau bukan demi perjanjian. Gue gak akan mau ngelakuin ini dan menginjak dunia ini lagi." Iqbaal Xavier bangkit dari duduknya dan membersihkan pasir yang menempel pada celana sekolahnya.
"Manusia mengerikan," gumamnya.
Iqbaal Xavier segera berjalan turun ke tangga. Rencananya dimulai hari ini juga.
_________________
"Habis bikin rusuh ya lo?" Faris selaku teman Derian menegakkan punggungnya setelah menunggu Derian keluar dari ruang BK.
"Gak bikin rusuh banget sih. Gue lagi di kebun belakang sekolah, ketiduran di bawah pohon. Ada kucing tiba-tiba jatuh ke muka gue. Gue perang sama kucing dan ngerusak tanaman sekolah." jelas Derian dengan wajah kusam mengingat kejadian ter-gak jelas di hidupnya. Iya, berantem sama kucing.
Faris yang mendengar hal itu tertawa kencang. "Pantesan muka lo ada bekas cakar. Ada-ada aja lo anjir. Berantem kok sama kucing."
Derian hanya mendengus dan merangkul pundak teman sebangkunya itu. "Udah ah, kantin yuk," ajaknya.
Faris hanya mengangguk sebagai jawaban. Kedua lelaki bertubuh tinggi itu berjalan beriringan menuju kantin. Tentu saja, ini adalah jam istirahat.
"Lo kemarin kemana deh? Bolos gak ajak-ajak. Gak kawan lo." tiba-tiba saja Faris memulai topik obrolan baru.
Derian mengangkat satu alisnya. "Kemarin?" ucapnya sambil mengingat.
"Oalah," katanya.
"Kemarin itu gue nganterin si (Namakamu) itu loh. Kan kemarin dia pingsan. Terus gue disuruh sama wali kelasnya buat anterin tuh cewek ke rumahnya. Gue sekalian bablas ke kantor Ayah." jawab Derian sambil menoleh ke arah Faris.
"(Namakamu) yang punya masalah sama Amanda itu ya?" tunding Faris.
"Gue gak tau. Gue cuma tahu namanya doang." Derian mengangkat kedua bahunya.
"Iya pasti (Namakamu) itu, yakin gue. Hati-hati aja lo. Rumor tuh cewek gak pernah bener. Yang pembawa sial lah, pembawa celaka lah. Pokoknya yang berbau agak mistis gitu." jelas Faris sambil merinding. Ya, lelaki itu memang sedikit takut dengan hal-hal berbau mistis alias makhluk tak kasat mata.
"Maksud lo apaan? Masih ada ya di zaman udah keren gini, mistis masih ada?" tanya Derian sambil tertawa.
Derian memang terkenal pemberani apalagi dengan predikat panglima tempur sekolah dan berandal nomor satu. Lelaki itu tidak takut apapun kecuali Tuhan, ayahnya, dan sederet peraturan kecil lainnya.
Faris menekuk mukanya. "Gue sebenarnya gak seberapa ngerti sih. Ini gue cuma denger dari mulut ke mulut anak kelas dan anak lainnya. Pokoknya yang pernah berurusan sama (Namakamu) baik berurusan kecil, baik, dan jahat atau apapun itu. Gak lama kemudian bakal kena sial gitu," jelasnya.
"Contohnya ya si Amanda itu. Lo tau kan kalo dia Ratu Sekolah? Semenjak dia selalu ngusik (Namakamu) dalam artian bullying. Amanda beberapa hari kemudian sakit demam gak turun-turun. Dibawa ke rumah sakit tetap aja gak ngaruh. Terus menurut kabar, dibawa ke dukun segala. Terus baru sembuh." lanjut Faris lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten to Ten
Teen Fiction"Kamu tau, kenapa jam dinding yang ada di toko selalu menunjukkan pukul 10.10?" "Gak tau. Emangnya kenapa?" "Coba perhatiin jarum panjang dan jarum pendeknya. Kayak bentuk senyuman kan? Iya biar orang yang liat ikut tersenyum. Trik psikologi marketi...