Mulai Nyaman.

132 31 3
                                    




Kalau boleh jujur sudah ada sekitar dua minggu, (Namakamu) dan Iqbaal Xavier akrab sebagai teman [benefit] sebangku. Awalnya (Namakamu) masih terlihat kaku dan kurang nyaman karena ini pertama kalinya ia memiliki seorang teman sebangku. Tidak menyangka akan menjadi sedekat ini. Eh, belum tidak terlalu dekat sampai tau susuk beluknya Iqbaal Xavier. Seenggaknya dengan adanya Iqbaal Xavier dirinya tidak perlu lagi mengerjakan tugas kelompok sendirian, menanyakan soal yang rumit, dan yang lainnya. Karena ini ia memiliki seorang teman. Ya, seorang.

Sementara Derian cuma bisa mengamati (Namakamu) dari jauh. Lelaki itu tahu bahwa gadis yang ia incar itu semakin dekat dengan Iqbaal Xavier. Bukan suatu masalah, toh mereka emang bersaing secara sehat. Derian masih memiliki seribu cara untuk mendekati (Namakamu). Apa yang Derian tidak bisa? Begitu kata batinnya.

Sementara (Namakamu) semakin nyaman dengan Iqbaal Xavier. Lelaki itu tidak sedingin yang ia kira. Lelaki itu tidak sekasar yang ia kira. Memang semua itu hanyalah pemikiran jelek (Namakamu). Seperti sekarang, Iqbaal berkata kepadanya. "Nanti balik bareng aja. Searah juga kan?" Tawarnya.

(Namakamu) hanya mengangguk dengan antusias. Merasa senang. Ini adalah pertama kalinya ia pulang bersama teman. Lalu waktu Derian yang mengantar dirinya pulang tidak dianggap teman? Tidak. (Namakamu) tidak menganggapnya teman, hanya sebatas orang yang menolongnya. Entah kenapa gadis itu tidak menyukai kehadiran Derian.

"Waduh. Saingan lo berat juga tuh. Gue sama Jonathan bisa party nih kalo gini." Sindir Faris sambil meminum colanya.

"Lo sebagai teman bukannya memberi gue advice atau apa kek. Malah ngatain gue? Babi." Jawab Derian kesal.

Faris ngakak. "Kan emang? Saingan lo Iqbaal Xavier. Gue kenal dia kok, karena satu ekskul."

"Oh, lo kenal dia juga?"

Faris mengangguk. "Iya gue kenal. Lo pikir gue gak tau kenapa lo mau ngincer (Namakamu)?"

Derian mengernyitkan dahinya. "Hah? Maksud lo?"

Faris memutar bola matanya. "Der, gue temenan sama lo berapa lama sih? Gue tau lo banget. Lo gak akan mungkin naksir (Namakamu) secara fisiknya ataupun sifatnya. Pasti lo ngincar sesuatu dari Iqbaal Xavier kan?"

Sekarang gantian Derian yang tertawa. "Lo bener, Ris."

Itu memang benar. Bukan menjilat ludah sendiri tapi ... Derian emang tidak pernah menyukai (Namakamu) barang sedikitpun. Lagi pula, hati Derian telah dibawa seseorang dan itu bukan (Namakamu).

"Kalo lo mau, gue sama Jonathan bisa bantu. Asal lo tau—" Sebelum Faris selesai berbicara, Derian sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Gue tau, Ris. Sini lo gue bisikin sesuatu. Untuk bayarannya bakal gue kasih setelah tugas lo sama Jonathan selesai."

Derian membisikkan sesuatu di telinga Faris. Setelah selesai, Faris hanya memberikan senyuman kecil. "Ini adalah tugas gampang."






"Lo yang namanya (Namakamu)?"

(Namakamu) menoleh ke arah kanan dan mendapati lelaki yang tengah menatap dirinya dari ujung kepala sampai kaki, sedang menilainya. (Namakamu) cukup risih.

"Iya. Siapa ya? Ada perlu apa?" Jawab (Namakamu).

"Oh jadi lo. Gue Jonathan dari jurusan IPS." Lelaki itu memperkenalkan dirinya sambil ia menegakkan tubuhnya.

(Namakamu) merasa terancam. Suara lelaki itu berat sekali. Lorong ini cukup ramai. Karena ini di sini ada ruang guru dan ruang siaran radio sekolah. Jadi (Namakamu) dapat mendengar suara obrolan di ruang guru dari sini. Gadis itu menatap Jonathan, memberanikan diri.

"Lalu? Kamu ada perlu apa sama aku? Bahkan kamu langsung menudingku sebagai (Namakamu)?" tanya gadis itu was-was.

"Siapa yang gak tau lo? Dasar gadis pembawa sial." ucap Jonathan sambil menatap (Namakamu) saksama.

Jonathan melanjutkan. "Gue di sini mau kasih ini."

Tanpa aba-aba, Jonathan dengan cepat ia meludah tepat di wajah (Namakamu) membuat gadis itu kaget  lalu emosi. "Maksud kamu apa-apaan?" (Namakamu) memegang pipinya yang terkena air liur Jonathan dan membersihkannya.

Jonathan tidak menjawab. Lelaki itu malah menghitung. "Satu... Dua... Ti—"

(Namakamu) ingin memaki Jonathan namun ia merasa penglihatannya makin buram. Penglihatannya tidak jelas. Kepalanya tidak pusing atau sakit tapi makin lama matanya makin menggelap. Sementara Jonathan hanya menatapnya sambil tersenyum lebar yang hampir kehilangan keseimbangan untuk berdiri. Sebelum pandangannya makin menggelap, (Namakamu) dapat melihat seorang lelaki di samping Jonathan yang ikut tersenyum lebar.

Senyuman itu mengerikan. Benar-benar mengerikan. Sebelum kehilangan kesadaran, (Namakamu) dapat mendengar. "Gue Faris."

Siapa sebenarnya Jonathan dan Faris?

























Kapan-kapan aku tunjukin visualisasi dari Derian and the gang. Sampai jumpa!

Ten to TenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang