Dua puluh satu tahun yang lalu.
Arsenio sedang membersihkan anak panahnya. Pria tersebut tersenyum lebar, dia akan kembali berburu. Terlihat di ambang pintu Karlotte sedang memperhatikannya sembari bersandar dan bersedekap tangan. Wanita itu juga tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah suaminya.
“Nio,” panggilnya pelan sembari menghampiri sang suami. Karlotte menepuk pelan pundak Arsenio, agar pria tersebut menoleh dan berbalik ke arahnya.
“Ya? Kau butuh sesuatu, hm?” tanya Arsenio lembut. Dia meletakkan anak panah yang dibersihkannya tadi ke atas meja. Memandang Karlotte sepenuhnya.
“Tidak. Aku hanya butuh kau. Itu saja.”
“Ada apa denganmu sebenarnya, hm?”
Karlotte terdiam, wanita itu menunduk sebentar, memandang jemarinya yang saling bertaut. Dia ragu. Ya, dia takut Arsenio akan tersinggung, bahkan marah setelah mendengar sesuatu yang akan dikatakannya.
“Kau tahu, Nio? Banyak warga yang suka melakukan judi dan seks bebas akhir-akhir ini. Saat kutanya, mereka bilang ....”
Arsenio mendongakkan kepala Karlotte dengan jari telunjuknya. Pria tersebut menaikkan dagu lancip sang istri, menatapnya intens. “Ada apa, hm? Katakan saja.”
“Mereka bilang, itu karena kau. Mereka hanya mengikuti apa yang kau lakukan. Apa itu artinya kau juga bermain wanita, Nio?”
Arsenio terdiam, pria itu hanya menatap Karlotte dalam-dalam. Kemudian merengkuh wanita tersebut ke dalam pelukan, mengusap punggungnya yang mulai bergetar. Karlotte menangis? Tidak, dia tak akan sanggup melihat istri tercintanya itu menangis.
“Sudahlah, Karlotte. Apa pun itu, ingatlah, aku hanya mencintaimu seorang.”
Setelah berkata hal tersebut, Arsenio menyeka air mata sang istri. Menatapnya dengan senyuman, berharap senyumannya akan menular. Karlotte mencoba menarik sudut bibirnya ke samping, membentuk sebuah lengkungan.
“Aku ... percaya itu.”
“Baiklah, aku akan ke hutan dulu. Mau kubawakan apa nanti?”
Karlotte menggeleng dan tersenyum kecil, selalu seperti itu. Arsenio memanjakan dirinya setiap saat. “Kelinci putih. Kau tahu, kan, Reyyan sangat menyukainya. Putra kita itu semakin aktif bergerak sekarang, Nio.”
“Wah, dia seratus persen mirip denganku, Karlotte. Haha. Baiklah, aku akan segera kembali nanti. Aku pergi.”
Karlotte hanya dapat memandang Arsenio yang menjauh sembari membawa panahnya. Dia merasakan firasat yang tidak enak, tapi lupakan. Mungkin hanya perasaannya saja.
***
Di dalam hutan, Arsenio berjalan mengendap-endap menuju semak-semak. Dia mempersiapkan anak panah, mengincar buruannya. Saat ingin melepaskan anak panah, pria tersebut terkejut. Di depannya bukanlah hewan buruan, tapi seorang wanita yang cukup cantik dan bertubuh penuh lekukan. Di tangan wanita itu terdapat tumbuhan yang tidak asing di mata Arsenio.
“Maaf, aku hampir memanahmu.”
Wanita itu terdiam, menatap Arsenio dengan sorot ketakutan sekaligus kagum. Pria di depannya ini sangat tampan, di satu sisi terlihat menakutkan.
“Siapa namamu?”
“Di-Diana.”
Setelah berkata demikian, keadaan hening. Tak ada lagi yang berbicara, baik itu Arsenio maupun wanita yang bernama Diana itu. Setelah cukup lama hanya berdiam, akhirnya Diana memutuskan untuk pergi. Namun, tiba-tiba saja tangannya dicekal oleh Arsenio. Wanita itu cukup kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arciplants
FantasyWARNING: 18+ Arciplants West dikenal sebagai kota penganut seks bebas, perjudian dan pemerasan di mana-mana. Semua terjadi karena rakyat mengikuti pemimpin mereka, Arsenio. Hingga Reyyan, putra tunggal sang pemimpin kota, harus diusir karena menenta...