5.

6K 646 452
                                    

Buah mangga, buah kedondong
Buah nanas, buah jambu
Pengin ngerujak gasie

••

Arkan bersidekap dada menatap seseorang yang telat terikat sempurna di sebuah kursi sembari meronta kecil. Wajahnya nampak datar tanpa ekspresi tercetak sedikitpun. Dia memang belum kembali ke kediamannya, tapi ia telah tiba di Indonesia lebih tepatnya di ibu kota-Jakarta. Dan di hadapannya ini adalah salah satu orang yang telah ia tangkap berdasarkan info dari Bian dan hasil penyelidikan dari Black Eagle. Netranya menatap lurus pada seseorang yang telah memberikan teror pada putranya.

"Apa kamu masih memilih bungkam?" Tanya Arkan maju beberapa langkah. Di dalam ruangan ini ada sekitar 10 bodyguard dan satu asisten pribadinya juga. Ditambah dirinya sendiri dan satu orang yang terikat berarti ruangan ini terisi oleh 13 orang.  Teo selaku asisten pribadi Arkan meneguk ludahnya saat tau tuannya akan kembali melakukan hal di luar nalar. Terlebih Teo tak membayangkan saat korban akan menjerit nanti dan Arkan sengaja tidak menyumpal ataupun menutup mulutnya.

Aura yang dikeluarkan Arkan sudah mulai menggelap, rupanya orang ini sangat ingin bermain-main dengannya. Arkan tersenyum miring. "Cambuk!" pintanya datar. Dan orang bodyguard yang berdiri di belakang kursi yang ditempati pria itu mulai menunduk hormat pada tuannya kemudian melaksanakan perintahnya.

Memberikan cambukan sebanyak 5 kali. Ringisannya terdengar bagai alunan yang sangat merdu di telinga Arkan.

Ctas!

Ctas!

Ctas!

Ctas!

Ctas!

"ARGGHH BANGSAT, MAU LO APA PAK TUA!"

"LEPASIN GUE ANJING."

"Anak muda, mulutmu sangat kotor. Katakan kepadaku apa tujuanmu mengirim terror untuk putraku?"

Cowok yang terikat itu tersenyum sinis. "Tentu saja menghancurkan keluarga Baintez dan menghabisi nyawa pewaris tunggalnya."

"Sialan." desis Arkan. Dia tidak akan membiarkan seorangpun melukai keluarganya apalagi putranya. Sebab itulah dulu Arkan sangat menjaga Ali, karena semenjak seluruh dunia, terlebih dunia bawah tau bahwa Ali adalah putranya. Mereka semua tau bahwa Ali adalah titik lemahnya dan berusaha menghancurkan dirinya lewat putranya. Tidak salah bukan ia ingin menjaga putranya itu? Sudah cukup ia kehilangan waktu itu. Tidak dengan Ali lagi.

"Ajisaka Pangestu. Ingin bermain-main denganku?" tanya Arkan melempar kertas berisikan data diri pemuda yang sekarang ada di bawah tahanannya.

Aji tertawa sinis. "Sampai matipun gue bakalan bungkam, gak akan gue biarkan Lo tau siapa yang menyuruh gue mengirim teror itu. Kehancuran keluarga Lo sebentar lagi! Putra Lo bakalan mati!"

Arkan mengepalkan tangan di tempatnya. Maju perlahan. Ia mengeluarkan senapan yang ada di saku celananya. Ia akan bermain dengan tangannya sendiri kali ini, tak perduli apabila jasnya akan terkena noda anyir.

"Lo mau tembak gue? Silahkan. Gue akan nunggu dengan tenang tanggal putra Lo ikutan mati."

Bugh. Arkan memukul wajah Aji hingga terdorong ke samping. Aji tersenyum kecil.

"Tutup mulut kotormu itu " bisik Arkan dengan tatapan mata yang mengkilat. Mengisi ruangan ini dengan noda darah sepertinya tidak buruk. Sosok Aji membangkitkan sesuatu dalam diri Arkan. Bola matanya semakin memekat dengan tatapan dinginnya. Rasa kemanusiaan seolah hilang detik itu juga darinya.

He's MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang