Chapter 7

31 17 16
                                    

Bulan suci ramadhan tak terasa telah seminggu ini dijalani. Umat muslim di seluruh belahan bumi tentu saja masih bersemangat untuk beribadah. Seperti pernyataan seseorang, "Bukan tentang siapa yang datang paling awal, tapi tentang siapa yang bertahan sampai akhir." Semoga umat muslim di seluruh dunia tetap konsisten menjalani ibadah di bulan suci ini. Begitu harapan setiap insan yang menganut agama Islam di dunia ini.

Revan berbaring di atas karpet tebal ruang tengah lantai dua. Ia sedang asyik 'mabar' dengan teman-teman di timnya. Reyhan memilih untuk menyelesaikan tugas kuliah di kamarnya. Duduk menghadap layar laptop yang juga menghadap jendela sangat menyenangkan jika dilakukan di pagi hari, karena sejuknya udara pagi akan sangat terasa. Savna melanjutkan tidurnya setelah jogging bersama Ayah tadi, memutari komplek. Hanya ia, Revan, dan Reyhan yang ikut. Bunda memang tak suka jogging, sedangkan Sarah menolak karena mengeluh sakit perut.

Sarah mengerang. Ia baru saja mandi. Sakit perut yang dirasakannya semakin menjadi-jadi. Entah apa yang terjadi, ia tidak tahu. Sudah berjalan seminggu puasa yang ia jalani. Apakah ia merasa lapar? Atau penyakit magg nya kambuh? Atau jangan-jangan...

###

Revan terhenyak mendengar Sarah memanggilnya dengan suara seperti menahan sakit. Apa yang terjadi pada kakaknya? Ia segera beranjak ketika panggilan Sarah semakin melemah, Ia segera menghampiri kakaknya itu ke kamarnya yang berada tepat di samping ruang tengah lantai dua, tempat Revan berada kini. Ia penasaran dengan apa yang terjadi pada Sarah.

"Kenapa sih, teh? Ganggu orang main game aja," tanya Revan.

"Gue sakit perut. Panggilin Bunda gih," rintih Sarah. Kedua matanya berkaca-kaca, namun masih tertahan di pelupuk.

"Eh, kenapa nangis, teh? Bunda sama Ayah lagi pergi. Gimana dong?" tanya Revan panik. Oke, sebenci-bencinya ia pada saudaranya karena sering dijahili, ia tetap menyayanginya. Bagaimanapun Sarah juga kakaknya.

Sarah mengerang lagi. Air matanya sudah jatuh membasahi pipinya. Rasa sakit itu semakin menjadi-jadi. Apa yang terjadi padanya? Revan masih berdiri di samping ranjangnya sembari menatap lekat, khawatir. Sarah mengganti posisi berbaringnya, membelakangi Revan. Revan terhenyak.

"Teteh kena ya?" tanya Revan.

"Hah? Seriusan?!" tanya Sarah balik.

Ia mencoba melihat tubuh belakangnya sendiri, mengikuti tatapan Revan. Ya, Revan benar. Ada bercak darah pada celana training pink yang dikenakan Sarah. Seketika wajah Sarah berubah merah padam. Ia sangat malu. Ia juga berkecamuk dengan pikirannya sendiri. Persediaannya habis. Lalu ia harus bagaimana?

"Gue panggilin Bang Reyhan aja kali ya?" gumam Revan yang tak terdengar oleh Sarah. Ia beranjak pergi dari kamar Sarah.

###

"Bang Rey," panggil Revan.

Reyhan yang sedang mengetik di laptopnya menghentikan pekerjaannya demi mendengar ketukan pintu pada pintu kamarnya juga panggilan Revan. Ia beranjak berdiri dari duduknya, membukapintu kamarnya. Ia mendapati ekspresi cemas pada wajah Revan. Ia lantas menatap Revan bingung.

"Kenapa?" tanya Reyhan. Jarang-jarang Revan memanggilnya, apalagi dengan tatapan seperti itu. Biasanya Revan memanggilnya untuk'mabar' atau mengajak pergi.

"Teh Sarah lagi kena, barusan. Gimana dong?" tanya Revan.

"Ha? Kok tanya gue?" tanya Reyhan balik.

"Teteh ngeluh sakit perut sampai nangis. Kasian," jawab Revan.

"Lha terus? Obatin sono, jangan malah ke gue yang nggak ngerti begituan," tambah Reyhan.

"Ya terus tanya siapa? Revan juga gak ngerti. Si Savna aja masih bobok," ucap. Revan.

Story of 10 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang