"Ngapain lo ke sini? Nyari mati?"
Sarah melempar majalah yang sedang dibacanya ke atas ke meja dengan kasar, membuat Savna yang sedang membaca juga di sebelahnya terkejut. Revan yang duduk di lantai dengan ponsel yang sedang asyik dimainkannya bahkan sampai menyerukan istighfar karena kelakuan Sarah. Tapi Sarah tak peduli. Kegiatan favoritnya terganggu oleh suara yang berasal dari depan rumahnya, sepertinya masih di luar gerbang.
Walau begitu, Sarah tetap merasa terganggu, dan ingin tahu apa hal yang mengganggunya itu. Yang ia tahu, tetangganya, Mark, sedang berbincang dengan seseorang, namun nada bicaranya terlihat ketus dan tak menyenangkan didengar. Suara Mark-lah yang mengganggu konsentrasi membacanya. Lagipula Mark sedang mengobrol dengan siapa?
Sarah melangkah tergesa menuju teras rumahnya. Ia sebal sekali, dan ingin segera memarahi Mark. Hari ini adalah hari terakhir mereka berpuasa di bulan ramadhankarena besok adalah hari perayaan kebahagiaan seluruh umat islam di dunia. Namun,yang menyedihkan, tahun ini tidak akan diadakan acara-acara besar karena Indonesia sedang dilanda masa pandemik.
"Mark! Lo ngapain sih tereak-tereak gak jelas gitu?!" seru Sarah. Ia baru saja memakai sandal untuk pergi ke gerbang rumahnya.
"Hehe, kagak ada apa-apa kok mbak kunti," balas Mark terkekeh.
Sarah membuka gerbang rumahnya sedikit, melongok ke luar, ke tempat di mana terdapat Mark dan seseorang. Dari sisinya, ia hanya dapat melihat Mark dengan jelas, sedangkah lawan bicara Mark hanya terlihat bagian belakangnya karena posisinya membelakangi Sarah. Sarah memperhatikan orang itu, berusaha menebak jati dirinya.
"Hai, Sarah. Lama gak ketemu ya?"
Orang itu berbalik badan, menghadap Sarah dan membelakangi Mark. Ia tersenyum, menatap Sarah. Sarah bergeming. Ia melangkah ke luar dari gerbang, berjalan mendekati orang itu. Seseorang itu masih tersenyum. Senyum yang pernah dirindukan Sarah. Seseorang itu adalah seseorang yang pernah Sarah rindukan hingga hampir gila rasanya. Tapi, kini ia sudah melupakannya.
"Apa kabar, Sarah?" tanya orang itu.
"Sarah baik kok. Kak Winwin gimana?" jawab Sarah.
"Masih manggil gue gitu ya? Lo gak berubah,"
Seseorang yang dipanggil "Winwin" oleh Sarah yang sebenarnya bernama Edwin itu hanya mengangguk dan tersenyum. Panggilan itu adalah pangilan kesayangan Sarah kepada orang itu, pada tiga tahun yang lalu, sebelum mereka berpisah.
Mark menatapnya geram dari balik punggung orang itu, tanpa diketahui siapapun. Usahanya menahan Edwin untuk tak menemui Sarah sia-sia sudah.Ia tak ingin Sarah bertemu dengannya, karena Mark takut akan terjadi sesuatu pada Sarah, seperti dulu.
"Ya udah, gue pamit ya. Tapi cuma lewat," ucap Edwin.
Edwin melangkah pergi dengan santai, mengabaikan ekspresi wajah dua orang yang ditinggalkannya. Sarah menahan ekspresi wajah pucatnya mati-matian tadi, hanya agar Edwin tak melihatnya. Berbeda dengan Mark yang justru berani menampakkan ekspresi tak senang dengan kehadiran Edwin di sana.
"Are you okay, Sarah?" tanya Mark.
"I am fine. Maybe," balas Sarah lirih.
Sarah memilih masuk ke dalam rumahnya, dan menutup gerbangnya rapat, sebelum Mark sempat bertanya lebih jauh tentang keadaannya. Ia berlari menuju kamarnya, mengabaikan Savna dan Revan yang kebingungan dengan kelakuannya. Ia hanya ingin menyendiri. Dan kamarnya adalah tempat yang tepat, setelah ia mengunci pintunya.
Tangis Sarah sudah tak terbendung lagi. Sarah membiarkan bantal yang dipeluknya basah oleh air matanya sendiri. Ia hanya ingin menangis tanpa ada yang menggangunya. Tangan kanannya yang bebas meraih pnselnya yang tergeletak tak jauh darinya. Ia membuka kembali roomchat-nya dengan orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of 10 Days
FanfictionKorona oh korona, bikin gak bisa jalan kemana-mana. Sarah sampai uring-uringan di rumah. Anak rantau yang pulang kampung, malah gak bisa jalan-jalan sesuai keinginan. Ditambah sama temen2nya gak jelas semua. RECEH !! Fanfiction? Bisa iya bisa bukan.