3rd

2.6K 417 83
                                    

Bep

Yeonjun mematikan televisi di depan mereka. Bersamaan dengan itu, ia dan juga kedua temannya serempak menyandarkan punggung mereka ke sofa. Perasaan lega akhirnya menguasai diri mereka. Seperti yang telah mereka kira sebelumnya, anak-anak itu —the fighter— bisa di andalkan.

Kemudian tangan Soobin bergerak untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Mencari sebuah nama yang ada ponselnya untuk ia hubungi. Setelah mendapatkannya, ia pun mulai menekan ikon berwarna hijau dan mendekatkan benda persegi itu ke depan telinganya.

"Kau di mana sekarang?" Yeonjun dan Lia memerhatikan Soobin yang kini mulai berbicara dengan seseorang di sebrang sana. Mereka berdua tau siapa orang yang Soobin hubungi itu.

"Kita sedang dalam masalah sekarang."

Soobin merubah posisi duduknya menjadi tegak. Kedua matanya melirik pada Yeonjun dan Lia yang kini tengah memandang kearahnya juga. Tampak penasaran dengan pembicaran dirinya dengan Beomgyu —di seberang sana.

"Kita bertiga sudah di kepung. Apa tidak ada jalan keluar dari tempat ini?"

Soobin tercekat. Ia paham sekarang. Ia baru sadar kalau mereka bertiga-lah yang menyabotase seluruh televisi dan mengalihkannya kepada siaran langsung yang barusaja mereka tonton tadi. Tapi ia lupa memberitahukan jalan rahasia yang ada di ruangan penyiaran utama tersebut. Ia pun kini bisa mendengar dengan samar suara gedoran dan teriakan dari sana. "Ah!"

Yeonjun bergerak mendekat pada Soobin. Raut wajah pemuda itu mendadak berubah khawatir. "Ada apa?"

Soobin menggeleng sekilas sambil menaruh jari telunjuknya di bibir —menyuruh rekannya itu untuk diam. Lalu kembali berbicara dengan Beomgyu. "Apa kau lihat di ruangan itu ada lemari silver?"

"Ya!"

"Kau geser lemari itu dan kau akan menemukan sebuah jalan keluar dari sana. Itu adalah saluran yang--"

Tutt tutt

"Hallo?" Soobin memandang ponselnya tak percaya. Kebiasaan yang buruk. Belum selesai ia berbicara, Beomgyu sudah memutuskan panggilan secara sepihak. Sangat tidak sopan dan tidak tau berterimasih.

"Apa yang terjadi? Jangan katakan kalau kau lupa memberitahukan pada mereka jalan keluarnya!" Yeonjun beranjak mendekati Soobin. Bersiap untuk menendang pemuda itu jika apa yang di katakannya itu benar terjadi.

Soobin menatap Yeonjun ragu. Kemudian kedua sudut bibirnya ia tarik keatas sampai membentuk sebuah senyum yang lebar dan tak berdosa. "Aku lup--"

Duak

Benar saja. Tanpa ampun, kaki panjang milik Yeonjun itu menendang bokong Soobin sampai membuat pemuda yang jauh lebih tinggi itu terhuyung ke depan.

"Hei, kenapa kau malah menendangku?!" Soobin menatap Yeonjun sebal. Sebelum ia menepuk celana bagian belakangnya karena jejak sepatu Yeonjun tercetak disana, Soobin melayangkan pukulan pelan di bahu Yeonjun. Ya, begitulah cara mereka bercanda.

"Kenapa? Kenapa katamu?" Yeonjun berdecih kesal. Ia berjalan mendekat kearah Soobin lalu mengangkat tangannya bergerak seolah hendak mencekik leher pemuda di hadapannya itu. "Hei! Kau yang ceroboh! Bagaimana jika mereka bertiga tertangkap bodoh?!"

"Tenanglah! Lagi pula aku sudah memberitahukan jalan keluarnya kepada mereka. Jangan berlebihan. Kau lupa kalau mereka bertiga itu sudah ahli dalam urusan melariakan diri, mengelabui dan membodohi orang?" Soobin tidak ingin kalah dan terus di salahkan oleh Yeonjun. Tentu saja ia akan membela diri.

Ting

Karena mereka berdua sibuk saling memaki, mereka sampai tidak tau kalau Lia sudah ada di ambang pintu. Memandang mereka dengan pandangan jengah dan emosi yang tertahan. Tampak tenang dan cantik dari luar, tapi siapa yang tau di dalam hati gadis itu sudah tersimpan ribuan kata umpatan untuk keduanya.

𝔻 𝕀 𝔼 ℤ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang