Bag 7 | Jahe hangat

413 76 6
                                    

"I'm Not Yusuf AS." Bag 7 - Jahe hangat

***

Bantu tandain typo, boleh?

Terima kasih sudah menunggu. Belakangan ini nggak ada waktu karena harus menyelesaikan tugas Negara dulu. 15 Juni mulai masuk sekolah lagi, ya?
Semangat. Jangan lupa masker, antis, dan jaga jarak ehe.

Happy Reading ❤

***

Iqbaal duduk tanpa menyembunyikan wajah, tidak ada raut wajah ketakutan yang dia perlihatkan. Justru, dagunya semakin terangkat sesaat setelah mendengar derap langkah Heri yang baru pulang sekitar pukul ... 21.00 malam.

"Baal." Bunda Rike memanggil nama Iqbaal. Mengingatkan Iqbaal lewat tatapan matanya. 'Janji, bicara yang baik. Jangan pancing emosi Ayah kamu.' Mungkin, itu arti dari tatapan Bunda.

"Ayah." Iqbaal langsung berdiri.

Heri yang tidak menduga akan keberadaan Iqbaal, sedikit terkejut. Dia menyimpan tas kerjanya di atas sofa, di sebelah Rike. Lalu memandang anak laki-lakinya dengan tajam. "Kamu ngapain ada di sini? Kabur kamu?!"

"Yah ... aku nggak mau tinggal di pesantren." Iqbaal tidak punya kalimat pembelaan, jadi dia berucap tanpa ragu. Mengungkapkan maksud pulangnya ke rumah. "Aku mau tinggal di sini."

Heri mengesah. Menarik simpul dasinya yang sudah berantakkan menjadi lebih longgar. "Setelah itu? Kembali ke sekolah lama kamu dan buat masalah lagi?"

"Aku nggak akan--"

"Omong kosong Iqbaal!" Heri menyela. "Apalagi kerjaan kamu selama ini kalau bukan menyusahkan Ayah dan mencoreng nama baik keluarga?!"

"Mas, cukup ...." Rike mengambil tindakan. Ia segera berdiri di samping suaminya.

"Apa selama ini Ayah terlalu abai jadi kamu bertindak seenaknya Iqbaal?! Apa yang kamu mau?!" Heri sedikit menepis lengan Rike.

Iqbaal melihat sendiri bagaimana garis  ketakutan yang tersirat di wajah Bundanya. "Selama ini ...." Iqbaal memutar bola matanya ke atas. Menahan gerumul air yang hendak jatuh. "Yang aku butuhkan itu, Ayah. Hanya ... Ayah."

***

Steffi memunguti sampah tisyu yang berserakan di bawah lantai. Sorot matanya memicing pada si pelaku yang telah mengotori kamar. (Namakamu). Pelakunya kini sedang bergelung di dalam selimut, lengkap dengan handuk kecil yang mungkin saja sekarang ... sudah mengering. Perlu diganti lagi kompresnya, untuk menurunkan demam tinggi yang sejak kemarin mendadak menyerang (Namakamu). "(Namakamu), nggak sekalian aja lo kasih penghargaan ke gue sebagai duta kebersihan?" Steffi mengikat pollibag yang setengahnya sudah terisi penuh oleh sampah tisyu. "Lo itu demam atau patah hati sih (Namakamu)? Kenapa lo nangis terus?"

"Hiks ...."

Steffi mendengkus. Tangis (Namakamu) malah semakin kencang. Steffi baru saja hendak mengistirahatkan tubuhnya, namun suara riuh dari balik pintu dan dentuman keras yang menyusul membuat Steffi urung melaksanakan niatnya. "Dant? Ada apa?" tanya Steffi.

Dianty datang sambil memeluk banyak buku. Ditanya seperti itu oleh Steffi membuat emosi yang Dianty tahan meluap naik. Dianty langsung menghambur ke tempat tidur. Dia menyembunyikan wajahnya pada bantal.

"Lho?" Steffi mengernyit.

"Dia ... pergi, Steff."

Steffi mendekati Dianty. "Siapa yang pergi?!"

"Iqbaal."

Mata Steffi melebar. Steffi menjengjangkan lehernya ke kasur atas yang ditiduri oleh (Namakamu), lalu pada pollybag di tangannya. Mungkinkah (Namakamu) menangis dan menghabiskan banyak tisyu karena hal yang sama? Karena orang yang sama bernama ... Iqbaal?

I'm Not Yusuf AS [IqNam Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang