Bag 14 | Luka

507 88 28
                                    

“I’m Not Yusuf AS.” Bag 14 |Luka

***

Tandain typo-nya kalau nemu, ya!
Sorry for double update yang belum bisa dikabulkan.
Happy Reading

***

(Namakamu) kehilangan fokusnya sejak Agil membawa dirinya ke ruang theater. Sebenarnya tidak bisa dibilang ruang theater juga, karena katanya ... ruangan yang sekarang (Namakamu) pijak merupakan ruang serbaguna yang digunakan hanya untuk acara besar. Kondisi di sekitar (Namakamu) pun begitu ramai. Dimulai dari beberapa santriawan yang bekerja sama untuk menata tanaman di atas panggung. Beberapa pot bunga diangkut, digotong, lalu ditaruh di setiap sudut pentas. Sementara santriwati membentuk lingkaran, menyalurkan kekreatifan mereka untuk membuat hiasan. Ada banyak balon, kertas crap, batang lidi, dan beberapa kardus bekas. (Namakamu) juga bisa mendengar bunyi rebana yang dimainkan tim hadroh. Sepertinya semua alat musik diangkut ke ruangan ini.

“Gimana, bisa nyala?” Agil setengah berteriak sesaat setelah teman-teman satu angkatannya membereskan sambungan kabel pada stop kontak. Mengupayakan agar microfon yang akan digunakan nanti bisa berfungsi dengan baik.

“Sip. Bisa!”

Agil menghela napas lega.

“Aku butuh penjelasan dari Kakak.” (Namakamu) menarik bangku di dekatnya, lalu duduk di sana. Tepat di hadapan Agil yang sedang berdiri. “Kenapa aku ditarik ke tempat ini?”

“Oh iya, (Namakamu). Kakak hampir aja lupa,” Agil tersenyum lebar. “Kakak udah daftarin nama kamu buat jadi salah satu pengisi acara di hari pelepasan nanti.”

Mata (Namakamu) nyaris menggelinding dari tempatnya. “What?!” Tubuhnya langsung bergerak, kembali berdiri. “Kakak bercanda?”

Agil menggeleng. “Kakak serius.”
(Namakamu) memukuli bahu Agil sekuat tenaga. “Ih, Kakak! Kenapa Kakak nggak tanya dulu ke aku? Gimana kalau aku nggak mau?!”

“Kalau Kakak tanya dulu ke kamu, kamu pasti nggak bakal mau.” Agil menahan tangan (Namakamu), kemudian menyimpannya kembali ke sisi tubuh (Namakamu) yang kini nampak cemberut.

“Kak, ini tuh namanya pemaksaan tahu!” gerutu (Namakamu).

Agil lagi-lagi tertawa. “Justru Kakak lagi bantu kamu supaya kemampuan kamu dalam menyanyi tersalurkan (Namakamu). Kamu harus punya pengalaman. Dari pengalaman yang kamu jalani itu, kamu bisa ambil pelajaran di dalamnya.”

(Namakamu) duduk dengan lemas. “Gimana kalau aku malah malu-maluin nanti?”

Agil berjongkok di hadapan (Namakamu). “Kamu nggak boleh pesimis. Kakak yakin kamu bisa.”

(Namakamu) memberengut. “Apa yang bikin Kakak yakin kalau aku bisa?”

Agil berdeham agak lama. “Mungkin karena ... Mama?”

“Mama?” (Namakamu) mengernyit heran.

“Mama bilang sebenarnya suara kamu bagus. Sayangnya, kamu sering nyanyi pakai bahasa alien yang nggak Mama ngerti. Kakak jadi penasaran, sebetulnya lagu apa yang kamu nyanyiin selama di rumah, (Namakamu)?”

‘It’s the love shoot! Naa~ na nananananana naa~ nananana.’ (Namakamu) menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya, kalau Agil tahu lagu apa yang sering dia nyanyikan pasti akan sangat memalukan sekali. “Bukan lagu apa-apa kok, Kak. Kakak pasti nggak bakal ngerti.”

Agil mangut-mangut. “Jadi? Kamu siap ya, (Namakamu)?”

(Namakamu) langsung melotot. “Main siap-siap aja sih, Kak? Aku aja gak tahu lagu apa yang bakal aku nyanyiin nanti. Kira-kira, boleh nggak Kak kalau lagunya balonku?” (Namakamu) mengedip-ngedipkan matanya, melempar kode agar Agil memberinya sedikit kelonggaran.

I'm Not Yusuf AS [IqNam Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang