Goresan Ke Sembilan : Pergi Dari Sini Atau Mati!?

4 2 0
                                    

Pemuda itu menatap langit yang semakin menggelap, ia barusaja melangkahkan kakinya memasuki sebuah desa kecil yang jauh dari kebisingan kota tatkala suara merdu adzan mulai berkumandang.

langkahnya pun berlanjut menuju sebuah masjid yang berada tak jauh dari situ.

.........

"waalaikumsalam",
jawab seorang pria paruh baya yang barusaja membukakan pintu. Ia mengernyitkan darinya menatap seorang pemuda yang berdiri diambang pintunya.

Pemuda itu tersenyum kepadanya, "benarkah anda sayyid salim?",

Pria itu mengangguk, "ya, dan anda?",

"saya arkan, bukan kah saya sudah menghubungi Anda beberapa hari lalu?",

"oh, nak arkan?", sayang salim tersenyum lantas membuka pintu lebih lebar, "mari silakan masuk..",

"ya, terimakasih", arkan mengangguk.

....

"jadi anda ingin berda'wah disini selama kurang lebih satu tahun kedepan?", tanya sayyid salim memulai obrolan.

"ya, insyaAllah..",

"mm.. Oh ya, kebetulan ada rumah kosong tak terpakai, mungkin anda bisa meninggalinya. sambil menunggu perbaikan anda bisa tinggal dulu dirumah saya",

"baik sayyid, terimakasih",

_#_#_#_

Bruukk..,

Arkan meletakkan ranselnya lantas berbaring diatas sebuah kasur.
"huuff...", ia menghembuskan nafasnya sambil memandangi langit langit kamar yang barusaja ia tempati.

"benar benar hari yang melelahkan..", gumamnya dalam hati. Ia tersenyum menatap ruangan kecil itu, hari ini ia barusaja membereskan rumah kosong yang akan ia tempati selama kurang lebih setahun kedepan.

Rumah itu cukup sederhana, hanya terdiri dari ruang tamu, satu ruang tengah, dua kamar tidur serta dapur dan kamar mandi.
Penerangan disana pun seadanya, kamar mandi dan dapur tidak memiliki penerangan sehingga ia harus membawa lilin atau senter bila malam hari.

Meskipun begitu arkan masih bersyukur, setidaknya masih ada tempat untuk ia berlindung dari panasnya matahari atau dinginnya malam.

Bintang malam mulai hilang, malam semakin larut seiring dengan matanya yang mulai terbenam, hingga akhirnya ia terlelap dalam buaian mimpi.

_#_#_#_

Setengah tahun kemudian,

Arkan tersenyum membalas senyum seorang bapak seusai kajian malam yang barusaja selesai,

"assalamu'alaikum", ucap bapak itu lantas berbalik pergi.

"waalaikumsalam", jawab arkan, ia memang ramah walau sebenarnya ia agak pendiam.

Pemuda itu duduk dipelataran masjid, matanya tertuju pada jam tangan hitam yang melingkar ditangannya.

"hmm jam sembilan..", ia kembali menatap horison malam diatasnya, namun perhatiannya tiba-tiba tertuju kepada sesuatu yang bergetar disakunya.

Sebuah senyum tersungging dibibirnya tatkala ia melihat nama yang tertera dilayar ponselnya, ia pun memakai earphone yang terselip di sakunya, lantas melangkah pulang.

"waalaikumsalam, ada apa zhaf?",

''.......... ''

"alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana?",

''........'',

"oh, kenapa telpon malam malam seperti ini?", tanya arkan. Ia mendengar suara tawa kecil dari seberang telepon.

Mi Infancia Mi Futuro (Proses Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang