Hallo !

6 0 0
                                    

Beranilah menciptakan dan memulai kisahmu sendiri, karena orang lain teramat ingin mendalangi jalan hidupmu agar kau semakin menjadi pengecut


****

" So, here I am again " kataku sambil menghela napas berat, meletakkan tas kecil di bangku yang sudah agak usang akibat cuaca. Entah kenapa duduk di bangku taman berpohon rindang di depan fakultas  menjadi rutinitas ku setiap pagi sebelum masuk kelas. Setelah memasuki universitas rasanya banyak yang berubah dalam hidupku. Banyak hal baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Orang dewasa bilang bahwa semakin kau mengenal dunia dan banyak orang maka akan semakin banyak pula masalah yang didapatkan. Rasanya kepalaku akan pecah bila terus memikirkan jalan hidup yang seperti itu, masalah yang selalu berlarut dan tak pernah ada habisnya. Sungguh, siapapun pasti pernah berpikir untuk menyerah.

" Huft ! " Keluhku setelah sadar larut dalam lamunan yang menyakitkan.

" Afza ! " Teriak seseorang terdengar dari belakang tempatku duduk, spontan aku menoleh tanpa tersenyum yang kemudian aku mendapati raut masam di wajah nya.

" Udah mau masuk, ayo ke kelas bareng " ajaknya, tetap dengan raut masam yang datar.

"Sebentar, kamu kalau mau duluan gapapa kok " mendengar jawaban ku, dia tetap diam, tanpa menatapku. Entah apa dalam pikirannya, yang pasti aku selalu terganggu dengan pikiran-pikiran orang lain yang bersangkutan denganku. Maka, sembari terus menatap wajah datar nya aku terus berpikir apa kesalahanku terhadapnya.

" Aina ? " Ucapku, memberanikan diri menyapanya. Dia langsung menoleh, rasanya ada sesuatu yang ingin dia ketahui dariku. Aku menunduk, menahan sesuatu dalam hati.

" Maaf kalau aku menyakitimu tadi " mendengarnya, spontan dia berhenti berjalan. Aku pun mengikutinya.

" Za, kamu kenapa apa-apa dipikirin sih. Ga boleh terlalu overthingking kalo lagi ngadepin masalah. Juga ga boleh selalu menyalahkan diri sendiri. Coba deh stop kaya gitunya" aku mengangkat kepalaku, seakan tubuhku bereaksi tidak terima dengan ucapannya.

" Ain, orang lain punya cara sendiri menghadapi masalahnya. Kamu boleh memberi saran, tapi tidak boleh berkesan ikut campur. Karena apapun yang kamu berikan kepada orang yang sedang punya masalah tak sebanding dengan masalahnya, jadi seharusnya yang membantu juga sadar diri dan berpikir bagi kebaikan bersama " kataku sambil tersenyum palsu.

" Huh, pantas tidak ada yang betah berteman sama kamu Za. Kamu terlalu meremehkan bantuan orang lain ketika kamu dalam masalah " dia terus berlalu, berjalan cepat meninggalkan ku yang tadi berniat menunggunya ketika sedang berhenti. Sungguh, jahat. Pikirku.

****

Flashback on

Hari ini hari pertama aku masuk universitas, rasanya masih tidak percaya kalau waktu berlalu begitu cepat. Dengan senyum sumringah, dan langkah berirama aku menuju fakultas tempat ku  akan tinggal. Banyak orang baru dengan wajah dan karakter yang baru, aku sangat bersemangat berharap bahwa akan mendapat teman yang lebih baik dari sebelumnya. Aku terus tersenyum, sendirian tanpa ada yang menyapa atau memberi isyarat untuk mengenalku. Dengan tetap berpikir positif dan bahagia aku mencoba memperkenalkan diri pada orang yang berada di samping tempatku duduk.

" Afza Nasha Tsabita ' sapaku sambil mengulurkan tangan dengan ramah. Kuperhatikan setiap inci raut wajahnya, tidak ada kesan tertarik tapi aku tetap optimis ramah.

" Aina Syadza Razeeta " balasnya tersenyum tipis, menyambar ukuran tanganku.

" Kamu bisa panggil aku Afza " jelasku, masih dengan senyum bahagia.

" Aku bisa dipanggil Aina "

" Nama yang indah " pujiku, berharap memberi kesan baik pada pertemuan pertama. Dia hanya tersenyum, tanpa membalas, melanjutkan obrolannya dengan orang lain disampingnya. Aku terdiam, keanehan pertama telah kurasakan. Tapi karena bahagia, rasanya perasaan yang lain menjadi hilang. Setelah kelas pertama dan perkenalan, aku mempunyai beberapa kenalan di kelas. Bahagia rasanya, bisa mengenal warga kelas dengan cepat. Aku masih berharap, pertemanan di kampus akan lebih baik daripada pertemanan-pertemanan sebelumnya.

Hari terus berlalu, aku menjalani kuliah dengan baik. Bahkan, aku mendapatkan beasiswa dengan mudah karena nilai ku SMA. Kebahagiaan ku semakin bertambah, disamping aku mempunyai teman yang selalu membersamaiku, aku juga dapat meringankan beban ibu membiayai pendidikan ku dan adik-adikku. Inilah aku, Afza Nasha Tsabita anak pertama dari 3 bersaudara. Aku dan kedua adikku, Arfiz dan Naira sejak kecil hanya tinggal bersama Ibu. Aku dan kedua adikku bukanlah saudara kandung, setelah bercerai dengan ayah Ibu menikah lagi dengan orang rantauan dan memiliki 2 anak. Walau begitu, kami tidak pernah dibedakan oleh ayah tiriku. Aku bahagia, walau sedari kecil tidak mengenal sosok ayah kandung tapi disayang oleh ayah tiri. Sebelum menikah lagi, Ibu ku tinggal di daerah rantauan bersama ayah tiriku, mereka mempunyai usaha di kota rantauan. Tapi setelah beberapa waktu, Ibu memutuskan untuk pulang kampung dan merawat kami di rumah nenek. Jadi kami tinggal terpisah dengan ayah. Sedari kecil, aku memiliki gangguan dalam pertemanan. Bukan dalam hal memulai, karena aku terlalu ramah untuk menyapa orang lain agar menjadi temanku. Entah apa sebutannya, tapi kurasa bila dicocokkan perilaku mereka dengan kosakata yang sedang trend saat ini mungkin aku terkena "pembully an atau kesenjangan sosial " sungguh menyakitkan rasanya. Aku yang hanya anak kecil tidak mempunyai teman untuk bermain, sangat menyedihkan. Maka, aku memutuskan untuk menyendiri tanpa teman. Tapi setelah SMA, ketika masuk dunia perkuliahan aku memutuskan untuk mulai bergaul dan mencari teman. Karena tanpa kusadari, kesepian dan kesendirian mulai menggerogoti jiwaku. Seperti kata pepatah bahwa memulai merupakan hal yang sulit dilakukan. Maka aku pun merasakan banyak kesulitan ketika memulai mencari teman. Seperti, ramah yang hanya dibalas seadanya, uluran tangan yang tidak disentuh, lemparan senyum yang tidak dikembalikan, bahkan bentakan untuk tidak sok akrab dan sok dekat. Aku cukup sering mengeluh ketika mencari teman, tapi aku sadar inilah resiko yang harus dihadapi apabila menginginkan hal yang baru. Memang harus seperti ini bila ingin memulai sesuatu untuk membahagiakan diri sendiri. Karena apabila salah langkah memutuskan sesuatu untuk diri sendiri, maka orang lain akan turun tangan langsung mencampuri dan membuat sakit hati.

***

Flashback off


Sesampainya di kelas, semua menjadi canggung. Aku yang sudah memiliki banyak pengalaman menyakitkan hanya bisa menyaksikan dan mendengarkan hiruk pikuk suara tawa canda teman satu kelas. Tanpa aku, mereka bahagia, sungguh kejam, pikirku. Sering aku berpikir bahwa sepertinya aku ditakdirkan lahir tanpa teman, tanpa tahu bahwa ada satu orang saja yang menyayangiku dan tidak merelakan aku pergi. Aku tau, yang kupikirkan tidak sepenuhnya benar tapi dorongan kondisi yang kian menjadi bukti bahwa semua adalah benar semakin menusuk hatiku. Aku semakin kejam terhadap diriku dan aku semakin tak tau siapa dan apa yang diinginkan diriku sebenarnya. Ya, memang inilah aku. Kisah yang teramat panjang menyakitkan sudah dimulai sedari aku memutuskan untuk berbaik hati dan bahagia terhadap sesama manusia.

Bersambung.......

Cheerless StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang