[ps. chapter ini juga angst tapi bisa jadi membosankan karena banyaknya teori serta narasi yang panjang lebih dari chapter sebelumnya]
***
"Jangan!"
"Keparat!"
"Pergi!"
"Bangsat!"
"Berhenti!"
"Bajingan!"
"Lepas!"
"Anak Haram!"
Aku mencintaimu.
Kamu cantik.
Cantik sekali.
Aku tak keberatan mati kalau malaikatnya secantik kamu.
Jangan pergi.
Kamu terlihat Indah.
Tidak pernah ada hal indah dalam hidupku.
Jadi saat aku menemukanmu yang indah, tolong tetap tinggal disampingku.
Tolong!
Jangan pergi!
***
Tangan kekar itu menggapai-gapai nakas disamping tempat tidurnya, mencari-cari ponselnya cepat. Ia melihat jam menunjukkan waktu pukul 2:30 pagi.
Tanggal 16 Februari 2020.
Taeyong terbangun dari mimpi buruknya yang kesekian kali. Walau kebanyakan tak ia ingat, tapi rasa deja vu ini terus-terusan hadir.
Jangankan untuk mengingat mimpinya, untuk mengingat hari pun kadang Taeyong merasa terbebani.
Perlahan, ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, mencuci mukanya, kemudian menatap kaca didepan wastafelnya.
Ia tidak mengenali wajah yang memantul diatas cermin itu.
Kemudian yang muncul justru wajah lain. Wajah lelaki itu. Figur mimpinya.
Taeyong lalu keluar dari kamar mandi, bukan untuk kembali tidur, tapi ia pergi ke salah satu sudut kamarnya yang penuh dengan kertas berceceran di atas meja. Tampak beberapa sketsa tertempel disudut itu. Dan kalau diperhatikan lebih baik, ada juga beberapa sketsa yang berserakan dekat tempat tidurnya. Sketsa-sketsa dengan gambar sama yang Taeyong sendiri tidak ingat siapa yang membuatnya dan kapan itu mulai ada disana.
Taeyong membuka buku sketsa didepannya, mencoba menggambar siluet orang yang seperti ia kenal, tapi juga tidak.
Ia mengenali rupa lelaki figur mimpinya, hell, bagaimana mungkin dia bisa lupa dengan wajah yang amat indah itu? ia bahkan merasa bisa mengingat tiap inci tubuhnya dengan baik. Tapi berapa kalipun ia mencoba untuk mengingat namanya, ada yang hilang disana. Seperti ada yang salah.
Taeyong kesal. Ia terus-terusan mencoret, mengarsir, membentuk satu siluet tubuh tanpa sehelai benang pun. Berkonsentrasi penuh, Taeyong merasa hidupnya bergantung pada hasil sketsanya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
[end] Between Heaven and Hell (TAETEN)
Fanfic[Bahasa] "I should actually hate you, but..." Cinta dan benci memiliki batas yang tipis sekali. Sekali ada air yang membasahi, maka batas yang tercipta akan melebur hancur. Taeyong, Ten, and their lovely children. Yes. Children. _____________ ©️ ph...