Kenapa, Ten?

2.2K 291 85
                                    

Seharian ini Ten tidak keluar dari kamarnya. Pulang dari guest house, Ten langsung membenamkan dirinya dalam bathub penuh dengan sabun. Berkali-kali menggosok tubuhnya sampai iritasi.

Ten sudah lelah mengumpat, tapi aroma semalam masih terus-terusan tercium di hidungnya. Mulutnya sudah kebas berkali kali berkumur dengan obat kumur yang lumayan keras. Belum bekas-bekas pergumulan yang sekarang mulai berubah warna menjadi ungu gelap di kulitnya. Untuk beberapa hari kedepan Ten harus memakai turtle neck dan beanie karena si bangsat itu juga menggigiti telinganya. Jejaknya terlihat jelas disana.

Ten ingin menangis. Hidungnya terus menghirup wangi sabun mandinya agar fikirannya bisa terdistraksi. Sial sekali.

'Ten... ini cuma sugesti, okay, calm. it's only fuckin suggestions. orang-orang gak bakal nyium bau yang sama. Udah. Ilang... ilang'

Ten merapalkan sebaris kalimat itu terus-terusan dalam hatinya, berharap penciumannya kembali normal seperti sedia kala.

Well, walaupun sepertinya Ten harus bekerja lebih keras lagi untuk lupa.

***















"Ten! disini!" teriak seseorang dengan hebohnya dari salah satu meja kantin.

Disana sudah ada Doyoung dan Winwin, teman dekatnya 3 tahun terakhir ini.

"Lu kemana aja 2 minggu ini gak keliatan?" tanya Doyoung tanpa basa basi saat Ten sudah mendudukkan dirinya diatas bangku, membawa sepiring pasta dan susu pisang.

"Gue ada terus kok, lu nya aja yang beda jurusan. Tanya winwin, gue masuk kelas mulu, tumben malah gak tipsen, rajin dengerin ceramah Ms Lily yang bosenin minta ampun, selalu dateng ke tempat magang, gak pernah telat lagi" jawab Ten kelewat panjang, yang jatuhnya terdengar seperti curhat.

"Panjang amat jawabnya" ujar Doyoung memutar bola matanya malas.

"Gue tuh lagi stress banget sama tempat magang gue" keluh Ten, setengah jujur setengah berbohong.

"Lagi?! kenapa lagi sekarang? sketsa lu kurang keliatan? potongan kain lu kelebihan satu mili? apa lu lupa gak naekin resleting celana?" cerocos Doyoung yang juga ikutan dendam pada designer di tempat Ten magang.

Winwin dan Ten kompak tertawa mendengar celotehan Doyoung. Tubir dan Doyoung memang sudah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

"No no no, sekarang masalahnya agak serius sih emang. Gue gak sengaja ngelupain 1 sketsa baju yang harus dikasiin ke tukang jait. Gara-gara itu bajunya jadi molor selesainya, dan klien kita minta ganti rugi karena pas hari H mau dipake tapi bajunya masih ada ditukang" terang Ten panjang lebar.

"Terus kamu digimanain tuh sama Mr Johnny?" tanya Winwin penasaran.

Doyoung juga nampak mencondongkan tubuhnya ke arah Ten, tertarik. Karena mendengar dari cerita-cerita Ten sebelumnya, designer bernama Johnny itu benar-benar sangat menyebalkan dan menguji kesabaran sekali. Kesalahan kecil Ten selalu diungkit dan dibesar-besarkan, seperti jahitan yang kurang rapih padahal mereka tahu yang menjahit bukan Ten, tetap saja Johnny menyalahkan Ten dan menekannya untuk 'selalu detail saat request ke tailor'. Belum lagi rancangan Ten yang selalu kena proses revisi panjang tapi ujung-ujungnya ditolak. Setiap pergi ke showroom nya, dapat dipastikan hampir tiap saat Ten dipanggil ke ruangan Mr Johnny untuk dinasehati atau dimarahi macam-macam.

"Nah anehnya kesalahan fatal begitu gue gak dimarahin atau dipanggil ke ruangannya lagi! Doi malah cuma bilang gak apa-apa sambil senyum, sumpah gue baru sadar muka doi ganteng pas senyum manis gitu. Tapi gue stress, takutnya ni orang diem-diem nanti ngasih laporan jelek soal kinerja magang gue yang artinya gue harus ngulang magang di semester depan pas skripsian? nooooo" keluh Ten sambil memijat pelipisnya sendiri, meratapi nasibnya yang begitu malang akhir-akhir ini.

[end] Between Heaven and Hell (TAETEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang