Bayu

1 0 0
                                    


Bayu bahkan membawa bungkusan white coffee yang ia hidangkan untuk Sandra dan Dion.

"Pak Bayu, bungkusan ini nanti diberikan ke tim forensik ya," pesan Ester.

"Bukan saya pelakunya, bu. Mana mungkin saya menyakiti pelanggan saya sendiri?"

"Katanya bapak pernah bertengkar dengan korban di warung ini?"

Bayu mematung.

"Pak Bayu?"

"Oh, iya, bu. Maaf, saya mencoba mengingat. Sebenarnya bukan masalah lagi buat saya bu. Saya sudah lupa juga. Tapi, karena ibu sebutkan, saya jadi ingat."

"Ada apa waktu itu pak?"

"Seinget saya waktu itu mas Dion dan mbak Sandra tiba-tiba bertengkar. Waktu itu warung memang sepi. Saya mau tak mau melerai mereka. Saya sebenarnya gak suka campuri masalah orang lain, bu. Gak mau kena batunya juga. Tapi, ibu kandung saya juga masih hidup. Saya juga punya adek perempuan. Saya gak tega melihat mbak Sandra dibentak-bentak seperti itu. Ya, memang saya jadi kena juga. Mas Dion mendorong saya. Saya ambil teko yang isinya air panas. Yaapa ya, bu? Pertahanan diri ini loh. Tapi saya gak sampe nyirem mas Dion kok. Pas sekali waktu itu mas Xaverius datang."

"Setelah itu bagaimana pak?"

"Loh, jadinya saya yang disalahpahami mau nyerang mas Dion. Saya berusaha menjelaskan tapi mas Xaveriusnya gak mau terima. Ya sudah waktu itu saya usir mereka dari warung ini. Mereka gak dateng sampe sebulan, bu. Ya, saya emang rugi. Pelanggan setia mereka itu. Tapi, saya terima itu. Dan saya gak ada dendam apapun sama mereka semua. Anak-anak baik mereka itu sebenarnya. Mas Dion tidak terkecuali. Saya kalo mo jahat sama pengunjung, paling top itu ya saya usir. Saya gak pernah ada niatan bahkan mau bunuh orang itu saya gak pernah, bu. Saya rajin shalat, bu, ngaji juga. Saya tahu siksa kuburnya gimana."

"Baik, pak. Masih ada..."

"Trus kalau logikanya ya, bu. Mana mungkin saya bunuh orang di warung saya sendiri? Ruginya double double itu."

Pembunuhan di Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang