Ruben adalah laki-laki gempal dengan potongan rambut seperti tentara. Ia hanya sedikit lebih pendek dari Aipda Arthur. Namun, ia punya bahu yang lebih lebar. Kekuatannya juga tidak main-main. Saat, Aipda Ester dan Arthur tiba, ia sedang menahan Xaverius yang dengan penuh histeria berusaha menjangkau tubuh Dion. Tahu kalau dia tidak akan sanggup mengimbangi kekuatan Ruben, yang bisa saja tiba-tiba menyerang polisi, Ester memilih sebuah tempat duduk tepat di luar warung yang meskipun tidak terlihat dari dalam, ia yakin akan terdengar oleh Arthur, misalnya ia berteriak. Di antara mereka berdua pun ada meja yang bisa Ester gunakan untuk melindungi diri dari serangan Ruben.
Tapi, kemudian dia melihat mata Ruben yang berkaca-kaca. Mungkin ini terlalu berlebihan, pikirnya.
"Saya harus cerita dari mana?" tanya Ruben.
"Mas Ruben," respon Ester, "Saya perlu tekankan dari awal interogasi ini bahwa anda harus benar-benar bisa bekerja sama dengan polisi. Benar kata teman anda, mungkin pelakunya tidak ada di antara kalian. Tapi kami perlu memastikan hal itu dengan interogasi ini."
"Baik," kata Ruben.
"Boleh mulai dengan apa yang anda lakukan saat kejadian,"
"Saya sedang di kamar kecil. Oh.. Dion, Sandra dan saya masuk sampai ke warung kopi ini bersamaan. Kami duduk di meja untuk lima orang. Teman kami Xaverius dan Diana akan menyusul. Karena kebelet, saya bilang kalau mereka boleh pesan duluan. Saat saya di kamar mandi, saya dengar Sandra berteriak. Saya cepat-cepat keluar dan melihat orang-orang mengerumuni Sandra dan Dion yang sudah di lantai. Dion muntah darah dari mulut dan hidung."
"Saya melihat anda berusaha menahan teman anda untuk tidak menyentuh tubuh korban. Kenapa anda begitu?"
"Karena saya tahu ada yang tidak beres. Pas sampai di warung ini, Dion baik-baik saja. Tadi pagi dia juga kelihatan sehat-sehat saja,"
"Sebentar. Anda bertemu korban pagi ini?"
Ruben menelan ludah, "Ya. Tapi bukan cuma saya. Xav juga ada. Kami nge-gym bareng."
Sebuah ambulans dan satu mobil polisi merapat di samping warung. Dari dalam ambulans turun sejumlah orang dengan pakaian berbahan parasut. Ada yang menjinjing tas hitam besar, ada yang berkalung kamera. Sementara dari dalam mobil polisi rurun seorang Polwan.
"Wah.. wah.. Aipda Ester," sapa AKP Lopika, "Cepat sekali pergerakannya."
Ester hanya tersenyum masam.
"Apa Aipda Arthur ada di sini?" suara si Polwan membuat Ruben mengkorek telinganya.
"Arthur ada di.."
"Ya ampun, Aipda Ester. Masih ada suspect yang perempuan, tapi yang diwawancara justru yang laki-laki dulu? Apa ini berarti saya boleh dekati Aipda Arthur?" ia sudah tiba di depan warung kopi.
"Bagaimana kau tahu ini orang pertama yang kuinterogasi?" tanya Ester.
"Ayolah, Ester. Kau lambat dalam segala hal. Satu-satunya hal yang membuatmu cepat ke TKP adalah posisi menjadi IPDA."
"Tutup mulutmu, Lopika!!," hardik Ester.
Sambil menyeringai, Lopika masuk ke dalam warung kopi.
Ester menghembuskan napas panjang. "Maaf ya, mas Ruben. Interogasinya saya koma dulu. Tim forensik akan butuh sampel DNA setiap suspect."
20.18 WIB. Penyebab: Diduga keracunan sianida.
Dalam waktu lima belas menit, Lopika mengumpulkan sample DNA semua suspect dan keterangan apa yang mereka lakukan saat Dion mulai menunjukkan gejala keracunan hingga akhirnya meninggal. Tentu mereka punya alibi yang sempurna. Kecuali Sandra. Menurut Lopika, meskipun mereka meminum kopi yang sama, tidak menutup kemungkinan Sandra akan menambahkan racun pada detik-detik terakhir. Ditambah ada pengunjung lain pada saat itu, pelaku bisa saja berasal dari luar kelompok ini. Ia hampir saja membawa Sandra dan Pak Bayu untuk diinterogasi lebih lanjut,
"Jadi, kau akan melepaskan sisanya?" tanya Arthur.
"Tentu, Arthur," jawab Lopika, "Dari pengamatanku, mereka hanya saksi. Tidak ada yang benar-benar melihat kejadiannya. Ruben sedang berada di kamar kecil, sementara Xaverius dan Diana baru tiba di warung saat korban sekarat."
"Bu Lopika, saya sarankan kita interogasi mereka di sini. Ini akan merugikan pelaku, misalnya dia masih menyembunyikan racunnya di suatu tempat. Interogasi dengan mas Ruben juga belum selesai," Arthur tersenyum.
"Sebentar," kata Ruben, "Bagaimana anda bisa tahu...."
"Masuk akal!!" seru Lopika, ia berjalan ke samping Arthur. Wajahnya bersemu merah, "Aipda Ester, anda bisa lakukan interogasi sampai selesai. Saya dan Aipda Arthur akan menemani tim forensik. Iya, kan, Arthur?"
"Iya," ucap Arthur, masih tersenyum santun. Ester tidak tahu harus berterima kasih atau jijik.
"Ayo, cepat. Sebelum saya bawa mereka semua ke kantor polisi," ujar Lopika.
"Saya mau bertanya kepada mas Xaverius dulu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembunuhan di Warung Kopi
Gizem / GerilimSemua dimulai ketika seorang laki-laki bernama Dion mengalami sesak napas dan pusing. Sandra, sang pacar yang kala itu sedang duduk di hadapan Dion bersaksi kalau pacarnya baik-baik saja ketika mereka tiba di warung kopi ini. Keduanya sama-sama mem...