Sandra

1 0 0
                                    

Berbeda dengan Diana, sekarang Ester sendiri yang memberi waktu tenang bagi Sandra. Ia sudah berganti pakaian. Baju dan celananya harus diambil tim forensik untuk diperiksa. Lopika juga sudah memperbolehkannya mencuci tangan karena sample darah Dion yang sebelumnya ada di tangannya sudah diambil. Ester baru mau memulai interogasi saat Sandra menyela.

"Mereka pasti sudah kasih tahu kan?"

Alis Ester terangkat.

"Tentang gosip itu. Saya dan Ruben berselingkuh. Itu benar,"

"Mbak Sandra..."

"Saya pikir saya bisa merubah Dion. Saya terlalu naif. Dari awal saya tahu dia punya banyak sekali masalah. Menjadi pacarnya, saya pikir dia akan berubah. Ternyata saya hanya jadi target pelampiasan amarahnya. Saya jadi samsak tinjunya. Masalah apapun. Orang tuanya yang mau bercerai. Kakaknya yang terkena KDRT. Semua makin parah ketika dia terkena PHK. Dion menjadi sangat rendah diri. Apalagi kalau bertemu Ruben. Menurutnya dia dan Ruben seperti langit dan bumi. Dia dan Ruben pernah berkelahi dan Ruben terluka. Saya merawat Ruben dan di situlah..."

Sandra mulai menangis.

"Saya idiot. Saya pengecut. Hanya karena saya terus disakiti Dion, bukan berarti saya boleh selingkuh. Ruben orangnya sangat baik. Dia selalu jadi tempat saya cerita kalau saya baru selesai bertengkar dengan Dion. Tapi, saya tidak sadar kalau selama ini dia juga suka dengan saya."

Dua pasang kaca bulat di wajah Sandra menatap Ester lekat-lekat.

"Tapi saya tidak membunuh Dion. Memikirkannya saja tidak pernah."

Ester mengangguk.

"Dari semua yang sudah saya interogasi, mbak Sandra yang paling lama bersama mas Dion hari ini, betul?"

"Betul," Sandra menyeka matanya.

"Boleh mbak ceritakan dengan jujur apa saja yang terjadi hari ini?"

"Saya dengan Dion pergi ke mall hari ini. Kami bertemu di sana. Dia rencananya mau membeli lemari untuk koleksi buku-bukunya. Jadi kami pergi ke store untuk furniture. Kami berpisah sesaat, terus saya melihat Dion menahan seorang pegawai di sana. Itu pegawai perempuan. Pas saya datang, pegawai itu sudah pergi dan Dion bilang pegawai itu mirip dengan mantannya. Kemudian dia menantang saya. Dia bilang sekarang bukan cuma saya yang kotor. Dia tahu saya dan Ruben pernah berciuman. Sejak kejadian itu saya sudah terus meminta maaf. Tapi, Dion seakan selalu punya alasan untuk marah sama saya. Di situ kami terus bertengkar sampai di Department Store dan bertemu dengan Xaverius."

"Apa ada perilaku aneh dari korban selama seharian ini?"

"Perilaku aneh, maksudnya?"

"Seperti ingin melukai diri sendiri."

"Tidak ada," Dahi Sandra mengernyit, "Saya tidak tahu ini bisa membantu atau tidak. Tapi selama seharian ini, Dion selalu kehilangan air mineral yang ia beli. Jadi, dia minum dari botol minum saya."

"Saya dengar pertemuan di warung ini sudah terjadwal."

"Iya. Kami memang ke sini setiap Kamis malam. Pak Bayu orangnya sangat baik. Dia dengan Dion memang pernah bertengkar dulu. Tapi, itu murni karena kesalahan saya dan Dion. Pak Bayu tidak mungkin membunuh Dion, meskipun dia sudah tahu kopi favorit kami itu..."

Sandra membisu.

"Ada apa, mbak?" tanya Ester.

"Saya sempat minum kopi milik Dion."

Pembunuhan di Warung KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang