Taman kota yang dinaungi awan jingga. Angin membawa awan membias di balik cahaya jingga. Seorang gadis duduk di sebuah kursi panjang berwarna coklat tua dari kayu. Merenung dan memandang kosong ke arah barat, tak terasa air matanya tiba di ujung mata . Bukan sebab cahaya senja yang menjadikan air matanya ada, melainkan sebab luka yang diberikan oleh seseorang yang pernah dicintainya.
"Hai. Maaf ganggu." sapa seorang lelaki dihadapannya.
"tidak apa-apa. Santai saja." Lamunan Nayna pecah sebab sapaan lelaki itu dan langsung menghapus air matanya yang telah menetes di pipinya.
"boleh ikut duduk di sini?"
"boleh. Silakan."
"Kamu Nayna pacarnya Aldin, kan?" Lelaki itu bertanya dengan raut penasaran.Nayna heran kenapa lelaki itu bisa tau.
"kenalin aku Arka temannya Aldin." Kata Arka sambil mengulurkan tangan kanannya."Oh, jadi kamu yang namanya Arka. Iya aku Nayna. Aldin pernah cerita tentang kamu ke aku tapi dia nggak pernah kasih liat wajah kamu." Kata Nayna sambil menjabat tangan Arka.
"Aldinnya mana, kok kamu sendiri di sini?""aku sama dia sudah pisah."
"maksudnya pisah kalian udahan?"
"yah gitu."
"aduh maaf banget ya, aku ga bermaksud ..."
"santai aja."
"sorry."
"gapapa."
sejenik hening hadir diantara mereka berdua.
"udah gausah dipikirin. jangan sedih."
"sok tau kamu, hahaha."
"ya tau lah."
"tau apa nya?"
"tau kesedihan kamu."
"apaan sih. Nggak."***
Dug... dug... dug... Adzan magrib berkumandang ..
" Eh, adzan, kita sholat yuk biar tenang. Sekali lagi maaf ya aku nggak bermaksud nyinggung tadi."
"iya santai saja. Kamu duluan saja, nanti aku nyusul soalnya mau hubungin teman aku bentar."
"oh gitu, ya sudah aku duluan. Kamu jangan nangis terus, banjir nanti kota ini. hehe. Aku duluan ya."
"oke."Saat Arka sudah beranjak dari duduknya, Nayna menahannya sejenak.
"tunggu, Arka. Pertanyaan kamu belum aku jawab tadi. Jadi, kalau ada waktu mungkin aku bisa jawab. Emm... Besok bisa?"
"Mungkin bisa. Aku minta nomor ponsel kamu boleh, biar nanti bisa lebih mudah kalau mau ketemu."
"Iya ini simpan saja nomor aku." Nayna menunjukkan nomor yang ada di ponselnya."sebenarnya sih aku nggak terlalu ingin tau urusan kalian, tapi gapapa lah ya siapa tau aku bisa gantiin posisi dia."
"maksudnya?" tanya Nayna heran.
"hahaha ga ada. Bercanda aku. Oke deh besok aku hubungi kamu."
"oke. Bye."Mereka berpisah setelah pertemuan yang hanya sejenak. Seperti senja yang hadir diantara siang dan malam meski hadirnya senja hanya sejenak, namun selalu dinanti kedatangannya lagi. Nayna bersyukur bertemu dengan Arka sore itu, sedikit menepis air matanya.
***
Esoknya, di tempat yang sama dan di waktu yang sama, mereka bertemu untuk kedua kalinya. Di temani senja dan sedikit awan tipis yang berbaris di langit yang perlahan menjingga.
"Nay, aku kesana dulu ya."
"hemm.. kemana?"
"bentar tunggu aja di sini jangan kemana-mana, nanti kalau kamu hilang kan bahaya."
"emang kalau aku hilang kenapa? Kamu mau nyariin aku?""yee PD amat. Nanti kalau kamu hilang kasian ga ada yang nyariin. Wleeekk. Hahaha." Ejek Arka sambil lari sebelum pukulan Nayna tiba di tubuhnya.
"hih Arka, awas saja ya kamu kalau kembali. Mentang-mentang aku jomblo malah diejek kayak gitu. Nyebeliiin." Kesal Nayna sambil berteriak pada Arka yang semakin jauh. Dengan tawa itu pertanda ada garis bahagia di wajahnya.
Lima belas menit berlalu, Arka datang membawa dua es krim rasa coklat. Satu untuk Arka, satu lagi untuk Nayna.
"gimana es krimnya, enak?" tanya Arka sambil memperhatikan Nayna yang sedang asik menjilat es krim di tangannya itu."emmm.. enak sih. Tapi ada yang kurang?" jawab Nayna sambil mengusap es krim yang sedikit belepotan di bibir yang tak terlalu tipis juga tak terlalu tebal itu. Indah dipandang.
"emang apa yang kurang?"
"yang kurang itu...?" sengaja Nayna tahan sambil terus menikmati es krimnya
"apa?"
"kurang banyak. Hehehe."
"huh, aku kira apa. Ya sudah habisin aja dulu. Nanti kalau mau lagi aku belikan."
"beneran?" girang Nayna
"iya."
"janji?"
"iya Nayna yang bawel. Udah habisin. "
"uhh Arka baik banget sih." Puji Nayna pada Arka dengan nada manja layaknya seorang teman yang sudah lama mengenal.
"iya dong. Udah tampan baik pula. Kalau mau lebih banyak ikut aja sama bapaknya sana. hahaha..."Hanya dibalas lirikan mata yang tajam dari gadis berambut lurus itu.
Mereka lanjut meminum es krim sambil menikmati teater senja. Seolah langit menunjukkan lukisan Tuhan yang sangat indah. Magrib pun tiba, mereka berdua berangkat menuju masjid dekat taman bersama-sama untuk menunaikan ibadah pada Sang Pemilik Semesta.
"Awalnya kita hanya saling mendengar cerita dari seseorang, sampai akhirnya sang pencerita itu tak ada kabar, hilang tanpa jejak, dan lucunya kita saling mengenal karena orang itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik
Romanceribuan rintik akan menciptakan genangan, ribuan detik akan menciptakan kenangan. kisah ini dibuat untukmu, pemilik rasa yang terpenjara dalam keraguan. Selamat membaca dalam ketenangan.