Pukul delapan usai makan malam bersama ibu dan ayahnya, mereka bertiga seperti biasa meluangkan waktu untuk keluarga. Di ruang keluarga mereka mengobrol, saling bertukar cerita satu sama lain. Ditengah perbincangan Ibu bertanya pada Nayna.“Nay, ibu lihat kamu akhir-akhir ini mulai ceria lagi. Iya kan, Yah.?”
“iya, Bu. Padahal waktu ayah sebelum berangkat ke luar kota bulan lalu murung aja, eh waktu ayah pulang hari ini sudah beda lagi.”
“mungkin sudah move on kali, Yah. Dan sudah dapet yang baru kayaknya” Kata ibu menggoda.
Dengan wajah malu-malu Nayna menjawab, “Ayah sama ibu kenapa sih, Nayna biasa saja kok.”
“ibu sama ayah senang kalau kamu bisa ceria lagi kayak gini, ga seperti beberapa minggu yang lalu. Murung aja di kamar, di tanya kenapa malah diam aja. Diajak ngobrol malah melamun. Lebih sering habisin waktu di kamar, ga akan bangun tidur kalau bukan ibu yang bangunin, dan ibu lihat mata kamu sembab tiap pagi .” Kata ibu mengenang keadaan Nayna beberapa minggu yang lalu“hehe emang aku segitunya ya, Yah, Bu.?”
“iya sampai-sampai ayah di luar kota ga bisa berhenti telpon ibu cuma buat tanya kabar kamu, dan kata ibu kamu tetap saja kayak gitu. Dan saat itu ayah nggak tenang kerjanya, pengen cepet pulang terus datang ke rumah temen kamu itu yang sudah bikin kamu kayak gini. Tapi malah di cegah sama ibu.” Kata Ayah dengan nada kesalnya.“maafin Nay ya, Yah, Bu. Nayna janji deh nggak kayak gitu lagi, nggak akan membuat ayah sama ibu khawatir. Maaf ya.” terdengar nada penyesalan dari Nayna.
“iya tidak apa-apa. Tapi kamu belum jawab pertanyaan ibu. Kenapa sekarang kok bisa ceria lagi.” Ibu mengulang pertanyaannya.
“emmm itu…” Nay sengaja menahan kalimatnya dengan wajah malu-malu, tampak merah merona di kedua pipinya. Nay menambahkan, “ada deh.. hehehe. Nayna ngantuk mau ke kamar dulu ya. Selamat malam ayah, ibu. Love you” Nayna bergegas pergi ke kamar sambil tertawa, sengaja menghindar dari pertanyaan ibunya.
“eh, Nay mau kemana?” Ibu sedikit berteriak.
“sudah, Bu biarkan saja. Anak itu emang tetap aja kayak anak kecil meski sudah jadi mahasiswa.”
“iya, Yah. Ya sudah kita juga ke kamar saja yuk. Sudah malam. Kita juga tidur, biar besok tidak kesiangan bangunnya” kata ibu sambil mebereskan kasur di ruang keluarga .
“iya, Bu.” Jawab ayah singkat.***
Malam semakin gelap. Hanya terdengar gesekan daun yang diraba angin semilir di luar jendela. Sunyi semakin terasa. Tubuh Nayna terbalut selimut agar terlindung dari dinginnya angin malam. Lampu tidur dengan cahaya remang-remang dibiarkannya menyala menjadi penerang ruang.
Meski malam semakin mencekam, namun mata Nay belum terpejam. Ia mengenang beberapa kenangan bersama Aldin sewaktu mereka masih bersama. Sejak awal pertemuan hingga mereka dipisahkan oleh keadaan.
Tidak lama ia termenung, air matanya meluruh bagai sungai yang meluap dari lautan.
“Aku benci kamu Al, aku benci segala kenangan yang pernah kita ciptakan.” Bisik lirih Nayna sambil membiarkan air matanya terjatuh untuk kesekian kali. Dia sangat ingin melupakan semua kenangannya dengan Aldin, namun semakin ia berusaka untuk melupakan, semakin ia terbayang kenangan dalam keningnya.
Drrtt… drrtt…
Ponselnya yang ada di meja bergetar. Saat ia membiarkan ponsel itu berbunyi, ia meengangkat telepon itu tanpa melihat dari siapa.
“halo?” Kata pertama yang Nay ucap saat meletakkan ponselnya didekat telinga.
“halo Nayna yang bawel, yang cantik tapi masih sering nangis. Hehehe” terdengar suara Arka sedang tertawa kecil di seberang sana. segera Nay menghampus air matanya dan menetralkan suaranya. Menahan isak tangisnya agar tak terdengar oleh Arka.
“Arka, ngapain telepon malam-malam?”
“rindu. Boleh?”
“nggak” jawab Nay singkat
“yah kok gitu. Arka yang ganteng ngambek nih.” Terdengar nada sok ngambeknya Arka untuk menggoda Nayna.
“Arka kalau nggak penting aku tutup telponnya, lagian aku ngantuk. Cepetan ada apa?” Meski dengan nada yang sedikit kesal, ada rasa bahagia dalam hatinya. Bagi Nayna, Arka bak pelangi setelah hujan reda.
“besok jalan, yuk. Jam 9 pagi aku jemput. Ga boleh telat. Ga boleh bilang tidak.”
“terserah.” Jawab Nay singkat dan langsung menutup teleponnya.
“Akan ada pelangi setelah hujan reda. Akan ada kebahagiaan yang datang setelah kesedihan menghilang. Akan ada sesuatu yang di mulai di balik sesuatu yang telah usai. Kini ada Arka setelah Aldin tiada.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik
Romanceribuan rintik akan menciptakan genangan, ribuan detik akan menciptakan kenangan. kisah ini dibuat untukmu, pemilik rasa yang terpenjara dalam keraguan. Selamat membaca dalam ketenangan.