"Maretta ikut saya!" Bu Mikha menarik tanganku kearah belakang cafee, tepatnya ke tempat yang sunyi."Kenapa kamu tidak berkonsultasi ke Psikolog ha? Kamu mengundang perhatian para pengunjung!" satu kali hentakan dia menyandarku ke dinding. Aku hanya tertawa melihat dia memperlakukanku seperti ini.
"Haha maaf bu hahh," aku meminta maaf sambil tertawa, entahlah rasanya lucu saja.
"Kamu bukan hanya terkena Hypophrenia, tapi Skizofrenia juga. Kamu gila!" Ucapnya dengan emosi sedangkan aku menanggapinya masih dengan tertawa.
"Kalau kamu tidak berobat, bakal saya pecat kamu. Saya enggak mau ya punya karyawan gila!" sarkasnya dan meninggalkanku diruangan itu sendiri, sepersekian detik selanjutnya aku menangis.
Percayalah, ini menyiksaku. Tiba-tiba tertawa, tiba-tiba menangis dengan alasan yang tidak jelas. Belum lagi aku dikira mengidap penyakit Skizofrenia.
Aku keluar mengendap-endap dengan menutupi kepalaku menggunakan hoodie hitam, mending aku bolos saja malam ini.
"Apa mungkin aku harus ke Psikolog lagi ya?" Aku berjalan mondar-mandir didepan supermarket, "Keluarin uang lagi dong," raut muka ku menjadi sendu melihat uang merah empat lembar, tinggal ini yang tersisa.
Ini baru awal bulan kalau aku menghabiskannya, aku mau makan apa di akhir bulan?
Sebenarnya aku ingin sekali untuk berkonsultasi, tapi aku tidak sanggup dengan biayanya. Bertatap muka saja hampir 200 ribu, bagaimana kalau melakukan terapi pasti lebih mahal.
Tapi ini demi kesehatan mentalku bukan?
•••
Pagi-pagi sekali, aku sudah bangun. Hari ini aku berangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya. Entah kenapa rasanya sangat senang saja, pakaianku juga rapi hari ini walaupun aku tidak menyetrikanya. Aku recommend ke kalian, barangkali ada hidupnya yang seperti diriku yang tidak mempunyai setrika hehe tapi aku yakin pasti kalian orang berduit. Aku menyetrika bajuku dengan setrika alami, bajuku kulipat rapi-rapi kemudian aku menyimpannya dibawah bantal. Percayalah lipitannya terlihat rapi.
"Hari ini cepat banget neng datangnya," pak satpam itu selalu saja menegurku. Kalau aku lambat dia menegurku, giliran aku datang lebih awal dia menegurku juga. Maunya apasih.
Aku mengindahkan perkataannya. Ohiya aku ingin merincihkan ciri-ciri fisikku, siapa tahu kita bertemu di jalan. Who know's hehe.
hari ini rambutku ku gerai. Rambut sebahuku ini berwarna cokelat alami, karena ayahku yang keturunan skotlandia diikuti dengan mata minimalist adalah turunan dari ibuku. Bola mataku berwarna cokelat, tubuhku tidak terlalu tinggi tidak juga terlalu pendek. 155 Cm dengan berat 47 Kg.
Ketika aku masuk kedalam kelas, aku melihat sekumpulan orang gila. Hehe ga ding becanda. Maksudku kenapa semua siswa dikelas ini nampak heboh, kecuali diriku ya. Aku belum mengetahui arti dari kehebohan mereka ini.
"Woi masokis cepat lu duduk! Ngapa lu diem-diem bae di pintu?" teriak Regal. Laki-laki itu selalu saja berteriak ketika denganku dan tidak pernah berbicara halus, nadanya selalu membentak. Herannya dia begitu hanya padaku, padahal hampir semua siswa tau dia itu cowo tampan yang baik. Dasar pilih kasih.
Dia membagikan kertas Hvs A4 ke mejaku "Di kertas ini lo berhak nulis apa aja tentang kehidupan lo yang kelewat gelap," ucapnya dan memberikanku selembar kertas.
"Mau nulis apa?" tanyaku yang langsung mendapat dengkusan nafas kasar dari cowo itu, kuyakin dia pasti mendongkol dalam hati.
"Yeh mana gue tau lo mau nulis apa, emangnya gue siapa lu? serah lu mau nulis apa. Tutorial mandi juga gapapa!" sontak teman-teman dikelas menertawaiku, bahkan ada dari mereka yang sudah membayanginya. Awas saja kalian ikut membayangi, dosanya tanggung sendiri.
"Udah masokis, lola lagi" sambungnya dan berjalan meninggalkan tempat dudukku. Aku melihat mereka nampak gelisah sana-sini, sebenarnya apa yang terjadi?
"Regina ini kenapa ya?" tanyaku kepada seorang cewe yang duduk didepanku. Dia tidak membenciku, hanya saja dia takut berteman dengan diriku. Tidak apa-apa.
"Lo ga tau ya emang?" Aku menggelengkan kepalaku "Semalam digrup kelas Bu Hania nyampein ke kita, bahwa besok kita akan kedatangan apa ya, kaya orang yang bisa nganalisa tulisan kita. Itu disebut apa ya?" Dia nampak bingung menjelaskan. Aku juga kurang mengerti. Perkataannya masih belum ada titik terangnya.
"Gimana gimana?" tanyaku dan coba menarik kursi kearah mejanya.
"Regal, mungkin ada siswa yang belum ngerti coba lo ulangi lagi apa yang di sampein Bu Hania semalam," Regina memberitahukan dan regal langsung melotot kearahku. Kuyakin seratus persen cowo itu pasti ingin memutilasi diriku hidup-hidup.
"Oke oke, demi Regina ku yang terkyud, gue jelasin lagi ya. Kertas Hvs ini gue bagiin ke kalian, buat kalian nulis. kalian bebas nulis apa. Bebas. Ngerti kan! mau kalian nulis hidup kalian atau apa kek, intinya nulis. Udah gitu aja. Gausah banyak tanya lagi!" geram Regal menyampaikan.
Siswa lainnya sudah hanyut dengan pemikirannya masing-masing. Berbeda dengan diriku, aku mau tulis apa. Kisah hidupku kah? Masa kecilku kah? Atau tentang kelainan mentalku?
"Masa kecil," ucapku sambil menekan bagian atas pulpen. Aku menulis tentang kisah masa kecilku, toh cuma itu yang menarik. Aku menulisnya dengan 30 paraghraf, sebenarnya masih banyak yang ingin ku tulis. Cuma kertasnya tidak cukup dan tidak disarankan untuk menulis secara timbal balik.
Sembari memandangi tulisanku. Ukuran tulisan yang kecil, spasi tulisan yang lebar, tulisanku tidak lurus atau lebih tepatnya miring ke kiri, margin kiri dan yang lebih parahnya tulisanku dengan baseline menurun, sangat-sangat tidak rapi.
Ketika asik-asik meneliti tulisan, tiba-tiba saja panggilan alam mulai terdengar dari dalam sana. Buru-buru aku keluar dan menuju toilet, Ini benar-benar kebelet.
Ketika aku mau masuk kedalam kamar mandi, kudengar suara berisik. "Siapa di sana?" teriakku kearah luar kamar mandi. Jujur, aku takut saja siapa tahu orang diluar sana ingin mengintipku "Siapa di sana?" aku berteriak yang kedua kalinya tapi tak ada jawaban yang ku dengar. Dengan berani dan langkah yang pelan aku mengintip kearah luar kamar mandi betapa terkejutnya aku.
"Woi jangan ngintip lo woi!!" laki-laki itu berteriak sangat kencang sambil menaikkan res leting celana abu-abunya. Aku yang mendengarnya saja sudah terlonjat kaget ditambah lagi laki-laki itu adalah Regal si ketua kelas. Dengan langkah cepat aku berlari meninggalkan toilet itu. Bisa ribet urusannya kalau dia tahu bahwa aku yang mengintipnya, eh.
Kebeletku tiba-tiba hilang digantikan dengan rasa lapar, mungkin karena efek terkejut hehe. Berjalan kearah kantin, kulihat dari kejauhan nampak seorang iblis yang paling kubenci ada di depan kantin. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat dan ingin pergi dari situ tapi dengan gerakan gesit dia menarikku dan mendudukanku di kursi plastik.
"Mau kemana lo ha?" tanyanya dengan gaya hobby-nya. Entahlah, aku bingung saja kenapa dia selalu menekan kedua pipiku sampai bibirku condong kedepan. "Jawab! Lo bisu?" bagaimana aku bisa menjawab kalau tangannya tidak lepas dari menekan pipiku. Aku melirik kearah tangannya yang menekan pipiku. Sangat sakit.
"Lo takut ini ga?" dia mengangkat mangkuk keramik itu yang berisi bakso, seketika tubuhku menegang, aku takut dia nekat dan berbuat sesuatu. Oh Tuhan.
•••
Salam hangat
Azashqila❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Maretta's Mental Disorder
General Fiction"Maaf, kau tidak bisa sembuh secara total. Kelainan mentalmu ini, bukan kelainan mental ringan. Ini berat," ucap Psikiater Jun dan memijit pelipisnya. "Apa saya tidak bisa disembuhkan?" tanyaku sekali lagi. "Bipolar tidak bisa sembuh total, hanya bi...