Sesampainya di rumah, Ten terus memaki dan mengumpati semua hal. Dirinya kesal. SANGAT KESAL!
Pertama Vergan, lalu Nova yang pulang terlebih dahalu tanpa izin padanya. Padahal Ten sudah menunggu sampai hampir sejam, dan itu harus berakhir sia-sia. Lalu yang terakhir ayahnya. Hari ini entah bagaimana, ayahnya bisa pulang ke rumah di jam sore seperti ini. Padahal biasanya beliau akan pulang larut malam, atau bahkan tidak pulang sampa berminggu-minggu.
Aneh. Ayahnya pulang kerumah adalah hal yang aneh. Dan Ten tau akan ada sesuatu yang ditanyakan oleh ayahnya.
Begitu memasuki rumahnya, Ten sebisa mungkin berpura-pura tidak melihat ayahnya yang sedang duduk di sofa tengah. Namun sial karena ayahnya lebih dulu menegur.
"Ten, kamu gak mau salaman dulu sama papah?" tegur Rian.
Ten mendengus kesal, "Selamat sore papah~" ucapnya dibuat-buat sok manis.
Rian tersenyum, "Sekolahmu lancar?"
Ten mengangguk, lalu mendudukan diri di sofa depan Rian.
"Gimana?" tanya Rian.
Ah sial, Ten mulai geram. Ini tanda-tanda ayahnya akan membahas sesuatu yang memuakan, "Apanya?" tanyanya pura-pura tidak tau. Hanya untuk berbasa-basi.
"Kamu udah putusin mau lanjut kemana? Kedokteran atau mau lanjutin usaha papah?"
Lagi, lagi, dan lagi. Hanya helaan napas kasar yang bisa dilakukan Ten, "Pah, kan udah berkali-kali bilang, aku gak mau jadi dokter ataupun lanjutin usaha papah! Aku mau jadi musisi! Aku udah mantap soal itu."
Hening...
Sampai akhirnya Rian memberikan tatapan sinisnya ke Ten, "Kamu gak usah aneh-aneh Ten! Musisi gak bisa jamin hidup kamu! Kamu kalau gak mau nerusin usaha papah gapapa, asal kamu terusin profesi ibumu!"
Ten bangkit, lalu membalas tatapan sengit ayahnya, "Ini hidup Ten! Soal hidupku, aku sendiri yang putusin!" ujarnya penuh penekanan dan langsung pergi meninggalkan ayahnya yang marah besar. Bahkan dari kamarnya, Ten bisa mendengar suara benda yang di banting oleh ayahnya.
Hidup Ten bahagia? Mulus tanpa ada masalah karena dirinya terlahir dari keluarga kaya raya? Anak sendok emas?
Oke itu memang benar, tapi coret bagian hidup Ten bahagia, hidupnya mulus. Nyatanya, dia malah dikekang oleh keluarganya sendiri. Sayap impiannya pun dipatahkan oleh ayahnya.
Ibunya???? Vania sudah meninggal. Sejak Ten berusia lima tahun. Lebih tepatnya begitu ibunya meninggal, Ten dan ayahnya langsung pindah ke Indonesia.
Itulah salah satu alasan ayahnya ingin Ten menjadi dokter. Rian ingin agar Ten menjadi dokter agar seperti ibunya. Rian masih tidak bisa mengikhlaskan kepergian Vania.
"Shit! Tau gini gue gak bakal pulang tadi. Mending kerumah Yuta." Gerutu Ten penuh emosi dan merebahkan dirinya tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Sudah terlanjur lelah. Fisik dan pikirannya.
----*×××*----
Minggu jam sepuluh pagi. Harusnya saat ini Nova sudah pergi ke warung pak Rail untuk bekerja. Khusus hari minggu dirinya bekerja di siang hari. Terkadang sampai sore.
Tapi sekarang Nova malah terjebak dirumahnya, dengan Vergan yang telihat sedang marah. Marah karena kemarin saat Vergan sedang nonton dengan sera, mereka melihat Nova dan Mark yang juga sedang menonton. Beruntung ayah dan ibunya sudah pergi semua, jadi tidak akan menyaksikan drama minggu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
RELATIONSHIT
Teen FictionKuberitahu satu hal, percuma mempertahankan hubungan yang hanya diperjuangkan oleh satu pihak. Jadi, buat apa bertahan? Karena yang selalu berjuang ada saatnya untuk menyerah, dan berhenti.