"Nak Nova kok keliatan lesu? Gak lagi sakit kan? Kalau sakit gak usah kerja dulu aja nak. Bapak bisa sendiri kok."
Nova menggeleng untuk menanggapi ucapan pak Rail. Dia tidak sakit, hanya masih kepikiran saja tentang kejadian tadi siang. Dimana dirinya memutuskan untuk mengakhiri status berpacarannya dengan Vergan.
"Aku gapapa kok pak, makasih udah khawatir." balas Nova sembari tangannya sibuk mengelap meja-meja yang ada di sana. Sekarang masih jam lima sore, jadi warung makannya pak Rail baru saja buka. Dan mereka sibuk berberes. Pak Rail dengan membereskan dapurnya, dan Nova membereskan sisanya.
"Oh iya nak Nova, pas dua hari kamu gak kerja kemarin, ada yang terus dateng kesini nanyain kamu loh. Karena kamu gak ada, dia malah yang gantiin kamu buat bantuin bapak. Dia bilang gak usah dibayar, uangnya buat kamu aja. Itu pacarnya Nova ya? Udah ganteng, baik lagi. Jangan di lepas ya nak, pertahanin."
Dahi Nova berkerut saat mendengar penuturan pak Rail. Seseorang datang kesini mencarinya? Bahkan menggantikan pekerjaannya?
Pacarnya? Vergan? Itu dua hari lalu kan? Yang jelas Vergan masih berstatus pacarnya. Tapi mana mungkin? Bahkan Vergan terus sibuk dengan Sera.
"Maaf pak? Bapak kenal dia gak?" tanya Nova dengan menatap lekat pak Rail yang sedang berpikir.
"Aduh bapak ya gak kenal, tapi dia sering makan disini kok. Dulu kan pernah makan rame-rame sama temennya. Namanya— NAH ITU ORANGNYA!" pak Rail menunjuk seseorang yang baru saja masuk ke warungnya. Seorang cowok, memakai kaos hitam polos dan celana jeans senada. Bodoh, padahal sekarang sedang dingin, malah hanya mengenakan kaos seperti itu.
"Mark?"
"Oy Nov! Hari ini lo kerja?" tanya Mark yang sekarang sudah berada di dekat Nova.
Nova menatap Mark, lalu ia mengalihkan pandangannya menatap pak Rail, "Ini pak orangnya?"
Pak Rail mengangguk, "Iya itu orangnya. Pacarnya Nova yang baru ya?"
Nove menggeleng, sedangkan Mark sedikit terkejut mendengar pertanyaan dari pak Rail.
"Bukan pak, dia temenku. Pak, aku minta waktu sebentar ya? Mau ngobrol sama dia."
"Iya gapapa, lagian beres-beresnya udah selesai kok."
"Makasih pak, ayo Mark!" Nova membawa Mark ke keluar dari sana, dan memilih mengobrol di bangku bawah pohon yang ada di sekitar sana.
"Ada apa nih?" tanya Mark karena Nova belum juga mengeluarkan suara sejak mereka duduk di sana lima menit yang lalu.
"Mark, lo sering nyariin gue disini?" tanya Nova akhirnya.
Mark melirik Nova sekilas, lalu tersenyum kecil, "Gak sering sih, baru dua hari ini."
"Kenapa lo nyariin gue?" tanya Nova lagi.
"Apa ya? Ya pengen aja. Sekalian makan, soalnya masakan pak Rail enak."
"Terus kenapa lo gantiin pekerjaan gue? Bahkan lo gak mau dibayar, malah uangnya disuruh buat gue aja."
"Gue gabut, temen-temen gue gak ada yang bisa diajak nongkrong. Yaudah, gue cari lo kesini, sekalian makan. Tapi lo gak ada, berhubung gue gabut, dan gue baik hati. Ya gue bantuin lah pak Rail."
Nova menghela napasnya, lalu menatap Mark lekat, "Uang hasil lo, buat lo aja. Gue gak berhak nerima uang itu. Lain kali, gak usah bantuin gue, gue gak enak."
"Gak mau. Uangnya buat lo aja. Nah, lo pake uang itu buat traktir gue. Jadi, mau kapan nih traktirannya?"
Nova terkekeh pelan. Bisaan saja si Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
RELATIONSHIT
Teen FictionKuberitahu satu hal, percuma mempertahankan hubungan yang hanya diperjuangkan oleh satu pihak. Jadi, buat apa bertahan? Karena yang selalu berjuang ada saatnya untuk menyerah, dan berhenti.