Melviano Rafisqy Gunadhya
Udah gila gue ! Bukannya nemenin Alis di cafe tempat kerjanya gue malah nawarin cewek aneh ini balik bareng. Nggak tahu juga deh sama diri gue sendiri. Seolah apa yang gue ucapkan tadi seperti keluar tanpa kontrol. Entah mengapa gue tiba-tiba aja nggak tega ninggalin Lura sendiri di basecamp, tiba-tiba gue pengen minta kontaknya-oke untuk yang satu ini memang perlu karena kita akan bekerja sama, dan tiba-tiba gue ngajakin dia pulang bareng. Dan anehnya, Lura terima-terima aja penawaran gue. Emangnya dia ke basecamp emang cuma numpang rebahan doang tanpa ada kepentingan ? Datang tak diundang, dan pulang pun dia mau-mau aja diajak secara tiba-tiba sama gue. Nggak tahu deh gue yang gila atau dia.
"Oke stop !" kata Lura setengah berteriak setelah kita sudah sampai di depan lobby sebuah apartemen.
"Lo tinggal disini ?" Tanya gue saat Lura baru aja turun dari motor gue.
"Bukan, ini tempat teman gue."
"Oh."
"Makasih ya Melviano buat tumpangannya."
"Panggil Vian aja Ra,"
"Hmm, oke Vian."
"Oke, duluan ya." Dan gue pun melajukan motor menuju cafe tempat dimana pujaan hati gue berada.
Sesampainya di cafe gue nggak langsung menghampiri Alis di meja kasir. Gue memilih duduk di salah satu meja paling pojok biar Alis bisa menyelesaikan tugasnya dulu untuk melayani pelanggan. Gue mengeluarkan kamera gue dan membidiknya ke arah Alis. Alis sepertinya sadar karena dia langsung menoleh dan tersenyum ke arah gue, membuat bidikan gue menjadi sangat pas.
"Cantik banget," gumamku.
"Hai.." sapa Alis yang ternyata udah duduk di depan gue.
"Hai.." balasku sambil mengacak gemas rambutnya.
"Tumben lo datang lebih telat." Gue hanya meringis, dalam hati mengumpat karena bisa-bisanya gue mendahulukan cewek lain yang baru gue kenal dibanding Alis pujaan hati gue.
"Iya sorry ya tadi abis ngebasecamp dulu."
Alis manggut-manggut mengerti.
"Jadi... tiga hari lagi lo berangkat ?"
Kini gue yang balas manggut-manggut.
"Selama dua minggu mungkin gue nggak bisa ngehubungin lo. Soalnya disana nggak ada signal. Bahkan telepon pun susah."
"Nggak papa, yang penting lo sehat-sehat aja disana. Pulang dengan selamat."
Gue mengangguk pasti lalu sekali lagi mengacak rambut Alis.
"Pulang yuk !" ajak gue.
Lima belas menit kemudian gue udah tiba di depan kosan Alis. Seperti biasa gue membantu dia melepaskan pengait helm dan merapikan rambutnya yang sedikit lepek gara-gara tertekan helm.
"Jadi kita nggak bakal ketemu lagi setelah ini ya ?" tanya Alis.
"Sorry ya nggak bisa jemput lo lagi, gue mau balik Bogor dulu sebelum berangkat ke Sulawesi." kata gue menjelaskan. Ya, kebetulan ortu gue yang emang berdomisili di Bogor tiba-tiba mau quality time gara-gara mendengar gue bakal hilang kontak selama dua minggu di daerah antah berantah.
"Berarti kita nggak bakal ketemu selama dua minggu lebih dong ?" Alis tiba-tiba menatap sendu gue. Gue pun menarik tubuhnya, mendekapnya sambil berusaha menenangkan Alis.
"Kan gue bakal balik lagi dua minggu kedepan."
Bisa gue rasakan Alis menghembuskan napas kasar lalu mengangguk. Dia semakin menenggelamkan wajahnya di dada gue membuat gue lebih mempererat pelukan gue.
Setelah beberapa saat, gue memutuskan untuk melepaskan pelukan duluan lalu mengelus-elus kepala Alis.
"Lo jaga diri ya. Jangan suka telat makan. Hati-hati kalau berangkat ngampus dan pulang. Kalaupun lembur kerja, jangan lupa makan."
Alis mengangguk lagi. Bisa gue lihat matanya mulai berkaca-kaca, membuat hati gue rasanya menghangat merasakan kesedihan Alis yang enggan berpisah sama gue. Ini memang pertama kalinya gue bakal nggak ketemu Alis dalam waktu yang lama. Biasanya gue kan selalu ngekorin dia kemana-mana dari jaman dulu sampai sekarang.
"Ya udah gue balik yah, gue udah harus di rumah pas jam makan malam soalnya."
"Yan," Alis tiba-tiba menahan pergelangan gue saat gue berniat menyalakan mesin motor.
"Kenapa Lis ?"
"Lo bakal balik kan ?"
"Ya pastilah Lis hahaha pertanyaan lo kok gitu"
Alis menatap gue sendu. "Lo.. bakal balik kan ? Balik ke gue ?"
Gue spontan membisu mendengar pertanyaan Alis. Jujur, gue jadi baper dan melambung tinggi mendengar pertanyaannya. Kenapa ambigu banget ya ? Di satu sisi gue menduga cewek di depan gue ini ada rasa yang sama buat gue, tapi di sisi lain gue berusaha mengenyahkan dugaan itu sebelum gue jatuh semakin dalam. Akhirnya gue berusaha menjawab sebisa gue.
"Ya iyalah Lis, kemana lagi gue pulang kalau bukan ke lo ?"
Gue berharap sih dia menangkap kode gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost & Looking
ChickLitSebuah kisah yang tak pernah benar-benar dimulai Atau sudah dimulai tanpa tersadari ? Atau mungkin seharusnya tidak dimulai ? "Kalau apa yang kita rasakan ini salah, maka ini adalah kesalahan yang paling gue syukuri."