Allura Clandara Madava
"Ini bagus nih Mel, coba pake." Gue menyodorkan gelang yang tersusun dari kerang beranekaragam bentuk kepada Melviano. Tapi cowok itu malah bergidik ngeri.
"Cowok jantan nggak main gelang-gelangan." katanya sombong.
"Ish... sok jantan banget sih." protesku sebal.
"Lo mau buktinya ?!!"
"HEH MULUT !" teriakku sambil menepuk bibirnya. Meskipun tetap protes, gue memakaikan paksa gelang itu ke pergelangan tangan Melviano.
"Nah kan bagus, serasi sama gue." Kataku sambil memamerkan gelang yang sama dengan Melviano. Tapi gelang gue lebih kelihatan girly karena warna-warna kerangnya memang perpaduan merah muda dan maroon. Beda dengan milik Melviano yang didominasi warna krem dan coklat.
"Lumayan juga sih."
"Nah kan ! Ibu aku beli gelangnya ya dua." Gue pun menyodorkan selembar uang lima puluh ribu kepada ibu-ibu si penjual gelang yang namanya Hadar.
"Nggak usah Nak Cantik, gelangnya buat Nak Cantik aja sama pasangannya. Kenang-kenangan Ibu buat kalian."
Gue jadi bersemu pas Bu Hadar nyebut Melviano sebagai pasangan gue.
"Nggak papa Bu, ini hasil kerja keras Ibu harus dihargai." jelas Melviano yang mengambil alih uang lima puluh ribu gue dan kembali menyodorkannya ke Bu Hadar. Tapi si Ibu tetap menolaknya.
"Nggak papa Nak, Ibu ikhlas. Sekaligus sebagai rasa terima kasih karena udah bersedia ngajarin anak-anak membaca. Anak saya muji-muji Nak Cantik sama Nak Ganteng katanya lebih ngerti dan seneng kalau diajarin sama kalian."
Ya, benar. Hampir seluruh penghuni pulau udah mengenal gue dan Melviano yang emang hobby berkeluyuran. Meskipun beberapa lebih seneng manggil kami dengan sebutan Nak Cantik dan Nak Ganteng karena terpengaruh oleh panggilan anak-anak pulau tempat kami mengajar. Kami bener-bener baru mendekam di rumah Pak Karim kalau malam atau kalau Pak Karim sendiri yang ngajak ngopi bareng di rumahnya.
"Ya udah deh makasih ya Bu. Bagus banget gelangnya." puji gue sambil mengelus-elus gelang itu.
"Mel, fotoin gue sama Ibunya dong." Melviano langsung mengangguk lalu mengambil kameranya membidik gue dan Bu Hadar yang sudah berpose lucu.
"Bentar lagi udah mau pulang ya Nak ? Wah anak-anak pasti sedih banget." Bu Hadar mengelus-ngelus bahu gue sambil membenarkan kerah baju gue yang sudah asal-asalan.
"Ih Ibuuu... Kan jadi sedih. Peluk dulu deh Bu... sini.." Bu Hadar pun dengan senang hati menyambut pelukan gue.
Dua hari lagi gue dan Melviano memang akan pulang dan berita itu sudah menyebar ke seluruh penjuru pulau. Membuat warga bergantian berdatangan ke rumah Pak Karim untuk mengantarkan oleh-oleh. Beberapa warga bahkan sudah mengundang kami bergantian ke rumahnya untuk sekedar ngobrol atau makan-makan. Itu jugalah yang bikin gue sama Melviano keluyuran terus semingguan ini.
"Iya Bu, sehat-sehat yaaa. Nanti kalau ada waktu saya pasti balik lagi jalan-jalan kesini."
"Sama Nak Ganteng juga kan ?"
Entah mengapa pertanyaan Bu Hadar menggantung di benak gue. Semacam gue nggak terlalu yakin dengan jawabannya. Tapi melihat gue yang tiba-tiba termenung, Melviano memilih untuk menjawab sendiri pertanyaan itu.
"Iya dong Bu, sama siapa lagi kalau bukan saya ?"
Dan jujur aja, hati gue menghangat mendengar jawaban Melviano. Membuat rasanya semua bakal baik-baik aja diantara kita berdua. Ya, setidaknya untuk saat ini gue bisa berpikir begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost & Looking
ChickLitSebuah kisah yang tak pernah benar-benar dimulai Atau sudah dimulai tanpa tersadari ? Atau mungkin seharusnya tidak dimulai ? "Kalau apa yang kita rasakan ini salah, maka ini adalah kesalahan yang paling gue syukuri."