Part 14

2 0 0
                                    

Melviano Rafisqy Gunadhya

Tadi malam gue baru tidur jam tiga pagi. Itupun udah kebangun lagi jam lima buat subuhan. Kalau biasanya gue subuhan di masjid, tapi hari ini gue memilih di kamar aja. Alasan dari semua itu tak lain dan tak bukan adalah karena sesuatu yang udah gue lakuin kemarin malam. Gue abis nyium Allura. Definisi nyium beneran gaes !!! Dan ini yang pertama buat gue dan bisa-bisanya gue melakukan itu sama temen gue sendiri. Alhasil, gue malu buat bertatap muka sama Allura. Sampai waktu menunjukkan pukul sembilan, gue belum keluar kamar juga. Bahkan gue melewatkan sarapan.

Tapi dipikir lagi, gue nggak nyesel ngelakuin itu. Soalnya selama dua puluh tahun gue hidup, tadi malam itu adalah salah satu dari malam terbaik dan paling membahagiakan buat gue.

Ohya, kalau kalian penasaran habis adegan 'itu' kami ngapain. Tentu aja kami langsung malu-malu kucing gitu. Karena nggak tahan sama suasana yang awkward, gue ngajak Allura balik ke rumah Pak Karim dengan alasan udara semakin dingin. Padahal aslinya gue panas luar dalam. Allura cuma mengiyakan ajakan gue, padahal gue liat pipinya udah semerah tomat. Pengen gue cubit tapi gue masih rada kikuk habis nyiumin dia. Ya gimana ya gaes, pengalaman pertama dan langsung gue lakuin dua kali berturut-turut.

Karena perut gue keroncongan, tenggerokan juga udah kering. Gue menyerah dan memutuskan keluar kamar. Lagian kayaknya Allura juga pasti udah sarapan dan sekarang cuma nongkrong di kamarnya. Biasanya dia gitu kalau lagi nggak ada rencana mau kemana. Pelan-pelan gue buka pintu biar nggak ada yang notice. Pas udah kebuka, gue menongolkan kepala gue dikit buat memastikan pintu kamar Allura masih tertutup rapat. Tetapi betapa terkejutnya gue ketika melihat Allura yang baru saja keluar kamar. Dia menatap gue sama terkejutnya dan mendadak masuk lagi ke kamarnya sambil membanting pintu.

Jujur, gue sedikit tersinggung. Apa dia jijik ya ngeliat gue ? Apa dia nyesel sama yang tadi malam ? Gue pun menegakkan diri, berniat ke belakang buat nyiram mie atau apalah gitu yang bisa ganjel perut. Tapi pas di depan pintu kamar Allura, gue berhenti sebentar mandangin pintu itu seolah pintunya transparan dan gue bisa melihat Allura dari sini.

Tapi lagi-lagi gue dibuat terkejut karena pintu kamar Allura kembali terbuka memperlihatkan sosok cewek yang semalam udah berhasil menerbangkan akal sehat gue. Allura berdiri di ambang pintu, tersenyum kikuk sambil menyisir poninya yang sebenarnya udah rapi.

"Ehm... gue.. gue laper." kata Allura lirih.

"Lo belum sarapan ?"

Allura menunduk lalu menggeleng. Astaga... jangan-jangan nih cewek juga sengaja skip sarapan karena malu ketemu gue.

"HAHAHAHAH..." Gue nggak tahan untuk tidak terbahak karena situasi ini.

"Ih apasih Mel, kok malah ketawa." Rengek Allura sambil memukul-mukul bahu gue dengan tinjunya. Segera gue tepis pukulannya lalu balik menggenggam tangan Allura.

"Mau sarapan nasi kuningnya Bu Bila ?"

Dan Allura pun tersenyum menerima ajakan gue.

Setelah sarapan, tanpa membuang waktu gue dan Allura capcus ke sekolah pinggir pantai. Ternyata anak-anak udah nungguin dari tadi. Maklumlah gara-gara insiden malu-malu kucing gue sama Lura jadi agak telat.

Seperti biasa, atmosfer langsung berubah kalau kelas udah dibawa kendali Allura. Suatu pemandangan indah buat gue karena kecantikan cewek ceriwis itu makin nambah kalau liat dia lagi main sama anak-anak apalagi kalau udah pelukan dan gendong-gendongan. Berasa liat masa depan. Eh, ngomong apasih gue.

"Okey, sekarang Dinda and Kakak Cantik Time !!!" teriak Lura setelah murid lain udah bubar menyisakan gue, Allura, dan Dinda. Ohya tadi sebelum bubar kita ngadain acara perpisahan kecil-kecilan berupa salam-salaman. Lura juga bagi-bagi alat tulis berupa dua pensil, dua pulpen, dan dua buku tulis yang udah dikadoin buat masing-masing anak.

Gue mengamati Allura yang dengan cekatan mengajari Dinda membaca paragraf demi paragraf. Mata Allura berbinar-binar, senyumnya nggak pernah pudar. Hati gue jadi adeemm bener ngeliatnya. Pas udah sampai di penghujung paragraf, gue bisa lihat Allura mengelus-elus kepala Dinda dengan mata yang udah berkaca-kaca. Ada tatapan bangga yang terlihat dari mata itu. Gue ikutan ngelus kepala Allura biar air matanya nggak jatuh di depan muridnya sendiri.

"YEYYY !" teriak Allura dan Dinda setelah menyelesaikan bacaannya. Mereka berchit-chat ria dahulu sebelum akhirnya Dinda membereskan buku-bukunya berniat pulang.

"Kakak Cantik dan Kakak Ganteng ini ada titipan terima kasih dari Ibu aku." Dinda menyerahkan sebuah kotak yang udah dibungkus sedemikian rupa. Gue buka kotaknya dan mendapati dua sapu tangan berwarna biru muda dengan ukiran nama 'Adinda' di sebelah kanan bawahnya. Allura makin berkaca-kaca melihat sapu tangan itu. Gue pun mengulurkan tangan untuk menyeka air matanya.

"Makasih ya Dinda" seruku dan Lura hampir bersamaan lalu bergantian memeluk Dinda.

"Kakak-kakak makasih ya udah ngajarin Dinda membaca. Sekarang Dinda udah bisa baca cerita. Jadi nanti Dinda udah bisa baca dongeng buat adik sebelum tidur."

"Anak pintar. Salam sama Ibu, Ayah, dan adik kamu ya di rumah." kata gue karena Allura sekarang nggak bisa ngomong gara-gara mati-matian menahan tangis.

"Oke Kakak Ganteng, jangan lupain Dinda ya. Kapan-kapan main lagi kesini. Dinda akan tunggu."

Gue mengangguk lalu mengelus puncak kepala Dinda. Setelahnya Dinda pamit dan berlari kecil menuju rumahnya. Sementara di sebelah gue tangis Allura sudah pecah melihat punggung kecil Dinda yang semakin jauh. Gue pun menarik gadis itu ke dekapan gue sambil terus mengusap rambutnya yang semakin panjang.

"Jangan nangis..."

"Gue bahagia banget Mel, nggak pernah sebahagia ini."

"Gue juga bahagia."

"Dinda yang awalnya cuma bisa baca kata per kata, sekarang udah bisa baca satu cerita Mel. Gue bangga banget."

Gue melepas pelukan agar dapat menatap wajah cewek cantik di depan gue.

"Gue juga bangga sama Kakak Cantiknya." Ucapan gue ternyata membuat Allura tersipu. Gue elus pipinya yang udah kemerahan, tapi Allura malah makin tersipu dan menyembunyikan wajahnya di lengan gue.

"Apasih, kok jadi malu-malu gini."

Allura hanya mendengus mendengar ledekan gue.

"Ini malu karena gue bilang Kakak Cantik atau karena... yang semalem ?"

Spontan, Allura meninju bahu gue.

"Jangan diungkit !!!" tukas Allura yang kembali menyembunyikan wajahnya di lengan gue.

"Kenapa ???"

"Ya kenapa lagi emangnya ? Gue malu lah !!!" Cewek cantik di depan gue berubah jadi beringas. Tapi buat gue malah jadi makin gemesin.

"Hahahah, jadi nyesel nih ?" goda gue.

"Bodo !" Gue cuma bisa tertawa melihat wajah merengut Allura.

"Ra..." tanya gue kemudian sambil meraih tangannya.

"Mau tahu apa yang gue pikirin ?"

Allura tersentak kaget karena gue memajukan wajah hingga berjarak sekitar sepuluh centimeter di depan wajahnya.

"That was amazing and I will never regret it."

Lost & LookingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang