"Ya, tapi gue capek, Ga."
Laki-laki yang mendengar ucapan itu tersenyum miris.
"Lo pikir gue nggak capek?"Laki-laki itu menghela nafas, ia menatap gadis yang ada di hadapannya ini dengan tatapan penuh arti. "Gue juga capek,"
Gadis itu tertawa. Sungguh kisah ini sangat lucu jika dijadikan sebuah novel. Tentang dua orang yang sama-sama ragu untuk mengungkapkan perasaannya.
"Ternyata yang nggak jujur bukan gue doang ya," Gadis itu diam sebentar sebelum memutuskan untuk melanjutkan kalimat yang ia ingin katakana.
"Buktinya gue gatau tentang perasaan lo selama ini. Gue cuma bisa bertanya-tanya tentang semuanya."
"Gue bertanya-tanya tentang perasaan lo, apakah sama kayak apa yang gue rasain selama ini, tentang sikap lo yang selalu berubah-ubah. Kadang lo pengen gue ada di sisi lo, tapi kadang nggak."
"Gue takut kalo--"
Gadis itu menatap laki-laki di hadapannya. Menunggu lanjutan dari kalimat yang terpotong.
Laki-laki itu menghela napas. Setelah sekian banyak waktu yang ia hindari untuk membahas hal ini, akhirnya hari yang ia takutkan terjadi.
"Gue takut kalo ternyata menurut gue, apa yang jelas itu ternyata nggak sejalan sama pikiran lo."
Sekali lagi, gadis itu tertawa. "Yaudah, intinya kita sama-sama takut kan buat jujur? Sampe akhirnya kita kayak gini, nyalahin satu sama lain. Tapi emang salah kita berdua sih."
"Karena emang dari awal, kita mulai hubungan yang nggak jelas, yang nggak pernah ada ujungnya." Gadis itu melanjutkan lagi, "Dan nggak ada niatan untuk memperjelas."
"Kita sama-sama menghindar dari sebuah kenyataan yang bahkan kita belom tau itu beneran terjadi apa nggak."
"Yaudah, akhirnya gini kan? Malah makin gajelas."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Flicker
Teen Fiction"Ribet banget sih?! Tinggal jujur doang!" Menurut Mitha, jujur tentang isi perasaannya itu sangat sulit. Lebih sulit dibanding harus menjawab soal dari Bu Rahayu-guru sejarahnya. Saking susah untuk jujur, semakin lama perasaannya dipendam, Mitha jad...