"UDAH GILA YA LO?" pekik Kiara. Setelah perkataan Iky di hadapan Mitha dan Angga, gadis itu langsung menarik lengan Iky menjauh dari mereka. Membiarkan Angga dan Mitha terdiam di depan pintu kelas.
Kiara menghentikan langkahnya setelah sampai di belakang taman sekolah, ia melotot tak percaya dengan apa yang dikatakan laki-laki di hadapannya ini. Kenapa sih laki-laki itu susah banget ditebak?
Iky mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti mengapa Kiara begitu marah kepadanya. Iky nggak buat orang sampe mati kok. Iky cuma ngajak Mitha pulang bareng. Itu salah? Dimana salahnya?
Kiara memejamkan matanya. Berusaha menenangkan pikirannya. Iky tidak mengerti. Laki-laki itu tidak akan pernah mengerti. Ia akan mengerti ketika nanti Angga yang memulai semuanya. Dan sebelum hal itu terjadi, Kiara harus menghentikannya.
Kiara menghela nafas, "Lo nggak ngerti,"
"Lo nggak tau kalo satu langkah yang lo ambil buat deketin Mitha itu ada banyak risikonya, Ky." Jelas Kiara. Gadis itu berharap Iky mengerti tentang apa yang ia maksud ini. Bahwa sebaiknya, Iky melupakan perasaannya ini.
Iky tersenyum. "Bukannya lo sendiri ya yang bilang ke gue kalo jadi cowok itu harus berani? Kenapa lo jadi ngelarang gue disaat gue udah maju?"
Kiara tertawa. "Lo udah suka sama Mitha berapa lama sih? Seminggu? Sebulan? Tiga bulan?"
Satu tahun. batin Iky.
"Ky, gue saranin lo move on aja deh. Nggak akan bisa. Malah nanti lo yang nyesel." Ujar Kiara sembari membenarkan ranselnya. Kiara sudah tidak ingin mencampuri lebih dalam lagi. Dia sudah mengingatkannya. Terserah laki-laki itu mau mendengarkannya atau tidak.
Kiara memutuskan untuk melangkah kembali. Namun sebelum ia jauh, Iky memanggil namanya dan membuat Kiara berhenti, gadis itu menengok ke belakang. Iky masih disana.
"Apapun risikonya, gue hadapin itu." Ujar Iky sedikit berteriak. Untungnya taman sekolah tidak terlalu ramai sekarang. Mereka tidak terlalu menjadi pusat perhatian siswa-siswi yang masih berurusan di sekolah ini.
Kiara terdiam. Gadis itu tersenyum.
Permainan baru akan segera dimulai.
***
"TING..NANG..NING..NUNG.."
"E..A..E...E..A..E.."
Suara pukulan meja dan juga pekikan dari barisan belakang laki-laki yang sedang membuat irama musik topeng monyet terdengar sangat riuh siang ini. Setelah istirahat kedua selesai, kelas MIPA-2 mendapat kabar bahwa guru fisika mereka tidak dapat hadir dan membuat satu kelas bersorak gembira. Terhitung, selama ini guru yang paling jarang absen adalah guru pada mata pelajaran fisika dan sudah sepatutnya ini semua perlu dirayakan.
Sama halnya dengan Mitha dan Kiara, dua gadis itu memilih untuk asik dengan kegiatan mereka masing-masing. Mitha sibuk membaca lanjutan novel, sedangkan Kiara sedang mencoba untuk tidur dengan ranselnya yang ia jadikan sebagai bantal. Berhubung kedua gadis itu berada di depan kumpulan laki-laki yang sedang ramai-ramainya, membuat Kiara makin susah tidur. Karena gebrakan meja yang cukup keras dan kerumunan laki-laki yang iseng menggoyang-goyangkan kursi Kiara agar perempuan itu tidak bisa melanjutkan niatnya.
"ADOOOHH!!"
Mitha memejamkan matanya. Aduh, ilah, mulai lagi dah ini.
"LO PADA PUNYA MASALAH APA SIH SAMA GUE?" Kiara sudah menghadapkan tubuhnya ke belakang. Matanya sedikit memerah entah karena efek ngantuk atau kesal karena perbuatan teman kelasnya. Rambut gadis itu juga sudah agak berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flicker
Fiksi Remaja"Ribet banget sih?! Tinggal jujur doang!" Menurut Mitha, jujur tentang isi perasaannya itu sangat sulit. Lebih sulit dibanding harus menjawab soal dari Bu Rahayu-guru sejarahnya. Saking susah untuk jujur, semakin lama perasaannya dipendam, Mitha jad...