[1]

2K 64 0
                                    

Tempat penuh cinta dan kasih pertama itu berawal dari ibu dan bapak.

MANTAN

Pada pagi yang cerah dengan matahari yang  nampak mulai terbit, seorang anak remaja masih dengan setia tidur di kasur tanpa terganggu sedikit pun saat alarm di nakas samping tempat tidurnya berbunyi dengan keras. Ia tetap melanjutkan tidurnya.

Hingga tiba-tiba terdengar pula suara teriakan seseorang yang mengalahkan nyaringnya bunyi alarm.

"TASYA BANGUN! UDAH SIANG, CEPETAN MANDI!" suruh perempuan paruh baya itu.

Dan dapat kita ketahui remaja yang bergelung dengan selimut tadi bernama Tasya.

"Susah pisan ieu budak ari dihudangkeun teh," gerutu Nadya menggunakan bahasa sunda

Nadya— ibu Tasya, dia berasal dari Bandung lalu berjodoh dengan ayah Tasya yang merupakan orang Jakarta. Kesehariannya adalah menjadi ibu rumah tangga yang mengabdikan diri untuk keluarga.

Nadya jarang sekali berpergian sendiri jika tidak bersama suami atau anaknya. Sesekali jika ia pergi, itu hanya untuk belanja, atau bertemu dengan teman-teman kenalannya.

Kembali lagi, Tasya yang dirasa masih belum bangun membuat Nadya pun mau tidak mau harus turun tangan untuk membangunkan putri tidur itu. Dia mulai menaiki tangga menuju kamar anaknya yang berada di lantai dua rumahnya.

Nadya pun langsung saja masuk ketika telah sampai di kamar anaknya. Ia membuka tirai kamar agar cahaya dapat masuk dengan leluasa. Tapi, sepertinya pemilik kamar tersebut tidak terganggu sama sekali dan masih dengan setianya memejamkan mata.

"BANGUN! BANGUN!" suruh Nadya dan menarik selimut yang menutupi tubuh anaknya.

"Bentar mah, lima menit lagi aja," pinta Tasya dengan suaranya yang serak sambil menarik kembali selimut untuk kembali menutupi tubuhnya.

"Gak ada lima menit, lima menitan. Bangun atau mama siram kamu. Kebo banget heran. Ibunya udah teriak-teriak juga masih aja tidur, dimana- mana anak perempuan tuh harus gesit dong."

Dan pagi yang cerah itu pun di awali dengan nasihat yang tidak hanya selesai dengan satu kalimat saja. Nadya terus mengomel dan Tasya pun dengan malas, bangun dari tidurnya. Ia mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut ibunya, meskipun terkadang apa yang diucapkan adalah hal yang sama yang setiap hari di dengarnya.

"Sekarang, cepetan mandi. Kamu udah gede sayang, harus udah mandiri. Bisa bangun sendiri, jangan selalu harus dibangunin."

"Iya mah, iya."

"Jangan iya iya aja, lakuin. Coba bangun pagi, buang kebiasaan-kebiasaan buruk kamu."

Salah lagi. Orang tua selalu benar dan anak selalu salah atau tepatnya anak yang selalu mengalah. Lupakan saja.

Tasya pun bangkit untuk pergi mandi. Dan Nadya yang sudah memastikan anaknya bangun pun kembali mengerjakan tugas  sebagai seorang istri sekaligus ibu. Karena pagi hari adalah waktu yang menyibukkan bagi dirinya melayani dan menyiapkan keperluan anggota keluarganya.

Tidak butuh waktu yang lama, Tasya sudah selesai dan siap menggunakan seragamnya. Tak lupa polesan make-up yang tipis dan terlihat natural ia gunakan pada wajahnya.

Sebagai informasi tambahan, Tasya merupakan seorang anak tunggal dan dapat dipastikan ia  diberikan kasih sayang yang penuh dan begitu dimanjakan oleh kedua orangtuanya.

Tasya melangkahkan kakinya menuruni tangga untuk sarapan bersama kedua orang tuanya. Dan langkah demi langkah mengantarkannya ke meja makan yang sudah terisi oleh dua orang yang teramat ia cintai, tentu saja orangtuanya.

"Wilujeung enjing Ibu bapak," sapa nya.

"Wilujeung enjing," jawab serempak keduanya.

Lalu Tasya menarik salah satu kursi kosong yang berada di meja makan dan duduk, mengisi piring nya dengan memasukan nasi beserta lauk pauk yang tersedia di meja.

"Sarapannya yang cepet, biar kalian gak kesiangan. Tasya jangan dibiasain didiemin lama di mulut, kunyah cepet terus telen," peringat Nadya, melihat Tasya yang asik menikmati makanannya dan mengunyahnya dengan lambat.

"Iya, mah. Gak cape apa dari tadi marah marah terus," keluh tasya setelah menelan makanannya.

"Gak ada yang marah marah. Kamu yang harusnya ngerti, udah gede biasain bangun sendiri. Ini harus selalu mamah yang bangunin," marah mamahnya.

Lihatlah, ternyata masalah tadi diungkit kembali. Apa kalian memiliki ibu dengan sifat yang sama seperti Nadya sekarang?

"Tasya usahain deh, lagian kan kewajiban mamah juga ngurusin aku."

"Ngejawab terus, kalau dibilangin tuh diem. Nurut apa kata orang tua. Kewajiban memang tapi kalau anaknya udah dewasa harus diajarin. Mamah gak selamanya bakal sama kamu," jelas Nadya

"Sudah, ayo kita habiskan sarapannya. Lain kali kamu gak boleh bicara saat makan, dan buat anak papah kalau mamah lagi ngomong di dengerin ya, jangan dibantah atau dijawab terus," lerai papahnya yang merasakan bahwa jika tidak ditengahi seperti nya pembicaraan tersebut tidak akan selesai selesai.

Dan ngomong ngomong ayahnya Tasya ini bernama Nanda Wijaya. Ia merupakan pengusaha sukses dengan usahanya yang bergerak di bidang bisnis properti.

"Iya, pah."

"Iya, mas." Dan Nanda pun mengelus tangan istrinya, menenangkan.

"Manisnya. Aku kayaknya harus cari cowo kayak papah, masih ada gak ya?" tanya tasya sambil menengadahkan kepalanya ke atas seolah-olah berpikir.

"Gak ada, papah limited edition," jawab papahnya bercanda.

"Jangan pikir-pikirin tentang nikah atau suami-suami apalah itu, sekolah dulu yang bener," sela Nadya memperingati dan Tasya pun mengangguk anggukan kepalanya, mengerti.

Salah mulu.

bersambung...


Apa kesan kalian pas pertama kali baca part ini? Jangan lupa vote sama komen!
See you next part!

MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang