Namjoon merasa begitu gugup. Ia terus meremas tangannya yang berkeringat. Bahkan rasanya ia dapat mendengar jarum jam yang berdetik dengan begitu lambat itu. Sudah berapa kali Namjoon membuang nafas dengan kasar?
"Joon?" Matanya melotot kaget saat mendengar panggilan Seokjin. Pria itu sudah berdiri dengan cardigan pink kaos berwarna putih san celana jeans berwarna hitam.
Begitu cantik dan tampan sekaligus.
"Kau kenapa? Jadi pergi?" Namjoon membuka mulutnya namun tak urung bersuara. Jadi ia hanya mengangguk lalu tersenyum kaku. "Kau kenapa si? Tidak enak badan?"
"Tidak apa-apa Jinnie. Ayo."
Tak ada acara dan tujuan khusus mereka hendak kemana. Yang jelas mereka hanya ingin menghabiskan waktu berdua. Iya berdua, mereka sudah sering sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Lumayan ramai hari ini. Apa sekarang malam minggu?"
"Aku tidak tahu. M-mungkin" Seokjin mengerutkan kening karena hari ini Namjoon terasa aneh. Pria itu lebih banyak diam. Tangannya terus berada di kantong jaket dan tidak menggenggam tangan Seokjin seperti biasanya.
Apa Namjoon hendak memutuskan hubungan mereka?
Mereka duduk di salah satu bangku taman yang menghadap ke area kebun bunga matahari. Seokjin sangat menyukai suasana seperti ini. Rasanya begitu tenang dan begitu menyejukkan.
Berbeda dengan Namjoon. Rasanya ia sudah ingin menjerit. Rasanya ia ingin tenggelam saja.
Apa Seokjin akan marah padanya?
Apa yang akan terjadi selanjutnya. Kini tangannya keluar dari saku lalu kembali meremas tangannya sendiri. Tiap detik ia terus melirik pada Seokjin yang juga terus diam.
"Kau tidak hendak memutuskan ku kan?" Seokjin tiba-tiba menoleh dan sukses membuat Namjoon terlonjak kaget mengelus dada.
"A-apa tidak."
Seokjin menyipitkan mata lalu memajukan wajah. Bibirnya mengkerut. "Kau aneh kau tid-" Kini dahinya yang mengkerut bingung memandang sebuah kotak kecil di sisi Namjoon yang tergeletak. "Ini punya siapa?"
Ia mengambil kotak itu dan Namjoon panik dengan parah "Y-ya Kim Seokjin jan-jangan di ambil."
"Hah?"
Sebuah cincin bermata kecil berwarna perak dengan guratan berpita yang sukses membuat Seokjin bingung. "Namjoon?"
"Oh God." Namjoon mengelus kasar wajahnya. Berpaling dari Seokjin dengan wajah memerah.
"Ini apa?" suara Seokjin yang melembut membuat Namjoon berbalik tanpa sadar dan menatap Seokjin.
"C-cincin." Seokjin diam saja. Menunggu Namjoon terus melanjutkan kalimatnya. "Untukmu. Aku hendak melamarmu. Tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Oh God." Namjoon menutup wajahnya. "Kau tahu aku tak tahu caranya melamarmu ! Membawamu ke restoran mewah lalu menyewa orang memainkan biola? Atau membawamu ke pantai ? Atau aku bertekuk lutut di depan mu? Atau aku harus membawamu seratus bunga mawar-"
Seokjin terkekeh lalu menyodorkan kotak cincin yang membuat Namjoon terbingung. "Huh?"
"Pakaikan Joon. Aku ingin memakainya."
"H-huh?"
"Pakaikan padaku sambil berbicara 'maukah menikah dengan ku?' lalu nanti aku akan menjawabnya." kini justru Namjoon yang terkekeh. "Aku tak menginginkan lamaran romantis dan mewah Namjoon. Kau tahu itu."