Tear 12 Last

4.8K 373 76
                                    

Namjoon menatap kosong batu nisan yang berdiri kokoh di depannya. Seolah ia masih tak percaya dengan apa yang tengah ia lihat. Sebuah batu yang bertuliskan nama seseorang yang masih bersemayam di hatinya. Pikirannya seolah kembali saat ada tangan yang datang untuk menggenggam jemarinya. Namjoon menoleh dan hanya menghela nafas.

Ia menatap sekitar, ada Ayahnya, ada Ayah Seokjin dan Jungkook yang tengah di gendong oleh Ayahnya dengan kepala yang menyender pada pundak Ayah Namjoon.

Ia menatap seseorang yang di sebelahnya yang tengah menyenderkan kepala pada bahu Namjoon dan mengusap lengan Namjoon. "Semua akan baik-baik saja Namjoon." Namjoon kembali menoleh untuk menatap batu nisan..

"Aku merindukannya." Tangannya terasa di genggam lebih erat.

Air mata Namjoon menetes, sudah seratus hari, ini adalah upacara kematian, namun rasanya Namjoon masih merasakan bahwa orang yang sudah berada di dalam tanah itu ada disisinya. Namjoon merasa masih memiliki ribuan kesalahan yang belum ia perbaiki, ribuan ucapan bahwa Namjoon juga menyanyanginya. Dan kata maaf dan terimakasih yang belum sempat Namjoon ucapkan dengan benar.

"Namjoon, ayo, jangan terus bersedih, kau tahu kan? Jika yang di dunia sedih, maka yang di dalam sana akan lebih sedih lagi? Kami semua menyayangi dan merindukannya. Juga Jungkook, jangan terus berlarut Namjoon-ah." Namjoon mengangguk dan mengecup kening seseorang yang terus menguatkannya.

"Terimakasih sayang."

#Flashback#

Seokjin tak mengatakan sakit pada siapapun, ia tak mau membuat orang di sekitarnya khawatir. Namun ia tak dapat membohongi Yoonseok, pria itu terus menanyakan keberadaannya dan memberikan sikap khawatir pada Seokjin. Jadi ia mengatakan yang sejujurnya bahwa ia kembali di rawat di rumah sakit.

Seokjin merindukan Jungkook tentu saja. Di saat sakit begini, rasanya obat satu-satunya adalah bertemu Jungkook. Namun untuk melakukan panggilan saja Seokjin tak kuasa, suaranya terlalu lemah. Ia tak mau membuat anaknya khawatir untuk kedua kalinya.

Yoonseok terus menemaninya meski Seokjin sudah mengatakan ratusan kali bahwa ia baik-baik saja. Bohong. Semakin hari ia semakin merasakan nyeri pada tubuhnya.

Ia merindukan Jungkook, namun suatu ketika Namjoon mengatakan bahwa ia akan sedikit lama berada di Ilsan. Seokjin merasa bersyukur dan merasa sedih sekaligus. Bersyukur karena Jungkook tak akan melihatnya lemah seperti ini dan sedih karena, ia ingin memeluk anaknya.

Seokjin mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Baginya, bagi Namjoon dan bagi Yoonseok. Ia tahu, tak hanya dirinya yang tengah menderita disini, Namjoonpun sama. Jadi ia hanya bisa menguatkan dirinya dan Namjoon lewat doa.

Semua akan baik-baik saja.

Tapi tidak untuk nasibnya, dokter menganjurkan operasi, setelah di rawat beberapa hari, mereka menemukan sesuatu yang menggumpal pada perut Seokjin.

Ia butuh anaknya. Tapi ia takut mengecewakan Jungkook, tak mau terlihat lemah di depan jagoannya.

Kedua orang tuanya datang, pilihan terakhir Seokjin. Ia membutuhkan kedua orang tuanya, memberikan kekuatan pada dirinya.

Semua akan baik-baik saja.

.

.

Namjoon mengusap air matanya dengan kasar dan memilih keluar ruangan untuk mencari udara lain. Kamar yang baru saja ia masuki terasa pengap dan bau obat yang begitu menusuk hidungnya.

Ia merasa bodoh. Ayahnya meminta pulang dan membawa Jungkook, karena Ibunya kini berada di rumah sakit. Namjoon begitu bodoh karena hanya menanyakan kabar Ibunya setiap hari namun tak benar-benar mengunjungi Ibunya. Ibunya mengatakan bahwa ia sehat sekali. Yang nyatanya Ibu Namjoon menyembunyikan kenyataan bahwa ia tengah menahan sakit keras.

TearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang