Sesal?

1.6K 110 36
                                    

Erat genggaman di tangan jeno yang sedang tertidur pulas, belum bangun semenjak kejadian malam. Taeyong enggan pulang sebelum anaknya membuka mata.

Atensinya tidak berubah sedikit pun, ia melihat rupa anak kedua dengan tatapan sendu. Perban terlilit disekitar dahi membuat taeyong tambah miris. Ibu jarinya tergerak mengusap ujung bibir jeno yang sobek. Walaupun keadaan jeno jauh lumayan tapi tidak membuat hati kian membaik.

Ia seperti mau mati melihat anaknya lemah terbaring.

Taeyong tidak bisa melepas ingatan ketika malam ia berdebat sampai meninggalkan jeno sendirian dirumah. Tinggal rasa menyesal yang ada. kelakuan jahatnya itu akan selalu mengikutinya hingga akhir hayat.

"M-mama, mama minta maaf" suaranya memecah sepi suasana kamar. Taeyong tidak sanggup bersuara lagi. Ia murka, murka terhadap dirinya sendiri. Lirih tangis mengayun menemani rasa bersalahnya kian dalam.

Jaehyun disebelahnya diam seribu bahasa, tidak mau berbuat apa-apa. Dua insan tersebut sibuk menyalahkan diri sendiri dalam kesunyian. Menyembunyikan fakta lain.

5 missed call from Jeno

Tanda merah terang diantara panggilan lain di bar pemberitahuan tepat pukul sepuluh malam kemarin, masih menghantui pikiran jaehyun hingga kini.

Jaehyun merasa gagal. Jeno berada dalam bahaya, seharusnya membutuhkannya bukan? Lantas kemana saja ia malam itu. Duduk menikmati hidangan bintang lima sambil bercengkrama hangat dengan kolega sedangkan anaknya berjuang mati-matian.

Mengapa tuhan menjatuhkan hukuman yang salah bagi umatnya?

.

Lain lagi dengan haechan. Perasaannya tak tentu, ada sesuatu yang tidak beres pastinya. Haechan pulang kebut-kebutan, melenggangkan motor agar cepat sampai rumah.

Siapa? Otaknya tak henti memikirkan siapa yang bernasib malang dari kejadian takterduga ini. Omongan orang tidak boleh langsung dipercayai dulu, ia berdoa bukan dari salahsatu ketiga bersaudara tersebut. siapapun itu apalagi jeno.

Tetap saja haechan kalut.

Tidak pakai salam, vespa ia geletakkan sembarangan digarasi rumah. Lari masuk kedalam, hal yang ia lakukan sampai rumah justru langsung menelpon Johnny alias dad.

"Dad!" Suara haechan bergema keras dari ruang tamu ketika sambungan telepon terhubung. hampir saja taeil kelimpungan saat di dapur, kebingungan mendengar anak satu-satunya berteriak.

"Haechan kamu kenapa teriak-teriak gitu. Papa ga denger suara kayak grusak-grusuk"

"Dad telpon om jaehyun cepet!"

"Iya sayang, pelan-pelan. Take a breath. Sekarang papa tanya buat apa"

"Telpon dad..hiks...j-jeno dimana"
Isak tangis lolos dikedua bola matanya, badan Haechan merosot setengah berjongkok. kalut mendominasi seluruh tubuhnya. taeil barusan datang disebelahnya menatap kaget tak menyangka.

Johnny diseberang juga gusar, jarang-jarang haechan bisa menangis. "Chan, kamu nangis? Papa telpon ya haechan, where are you now?"

"Dirumah, sama b-bunda hiks cari tau dimana jeno dad..."

"I'll be home soon, stay there untill dad come. Hold up" sambungan terputus dari pihak johnny.

"Haechan kamu kenapa pulang nangis-nangis. Jeno ada apa hm? Kamu kenapa sama jeno?"

Jujur taeil cemas, ia makin khawatir pasalnya haechan sampai sekarang masih belum mau cerita perkaranya apa. Pulang-pulang keadaan anak semata wayangnya seratus persen berantakan.

"Ngga ngerti, haechan ngga ngerti. Bunda...haechan mau ketemu jeno"

"Iya, nanti ketemu jeno ya" kalau sepert ini taeil tidak bisa memaksa untuk bercerita. Ia menghamburkan pelukan erat, membiarkan haechan menumpahkan jelaga perasaan asa dipundak.

.

Mark dan jaemin hanya duduk diam menunggu destinasi mereka tiba dengan mark dikursi pengemudi, sudah dapat izin. Semenjak kejadian malam itu, jaehyun tidak mau mempercayai siapapun bahkan supir setia keluarga ia liburkan sampai kondisi aman. Perjalanan pulang, tentu saja ke apartemen lama yang sudah jaehyun isyaratkan untuk sementara.

"Bang" jaemin duluan memecah keheningan.

"Kalau kita engga tinggal jeno sendirian kemarin, kalau kita bisa pulang duluan, kalau ngga jadi berangkat kemarin malam. Jeno m-masih..."

"....masih bisa bareng sama kita sekarang bukan?"

Jaemin lelah menangis, menyandarkan kepalanya di jendela. Pikirannya menerawang jauh kembali ke malam itu. bermain dengan angan-angan.

Mark rasa jaemin masih melantur dalam sendu.

"Jaemin..."

"sadar gasih siapa yang daridulu nyakitin jeno. Sekarang siapa yang jahat? Mama? Papa? Jaemin? atau kita?"

"Jaemin!"

Jaemin tertawa nanar. Bingung harus menyalahkan siapa. Kalau seperti ini penampakan jeno menghisap rokok akan jauh lebih baik ketimbang harus tertidur tenang entah sampai kapan.

Ingin rasa jaemin membawa jeno jauh dari sini, meninggalkan apa yang jadi cemas, cuma berdua. Kalau waktu bisa terulang lagi.

"Kamu mau ada diposisi jeno sekarang? Iya?"
Mark seketika membisu. Ucapannya keterlaluan, untung mobil ia tepikan dipinggir trotoar.

"Maaf, b-bukan maksud abang— jaemin mau sekeras apa menghindar, kita ngga bisa ngrubah keadaan yang ada"

Kalau mark juga mau mengadu, ia juga ingin menangis. badannya gemetar hebat saat membalut tubuh jeno malam itu. Wira-wiri ditengah keluarga yang terguncang hebat. Mark apa mau jeno sampai terluka?

Tapi ia kakak, tumpuan bagi adik-adiknya. Gundahnya ia simpan sendiri.

Kemudian tangannya terulur mengusap kepala di bangku sebelahnya. Tremor ditangan tidak hilang menyusuri surai tak karuan bentuknya.

"M-maaf"





author note:
Kangen? iya apalagi sama kalian. minal-minul mohon maaf ya main ngilang, lagi siapin fic nomin hehehe dan chapter ini belum ada draftnya jadi mikir dulu [mikir kelamaan] tapi sejujurnya lagi butuh comment dari kaliaan

aku suka kalian bacotin fic ku (sampe ada yang beneran nyari di wall percakapan wattpad gemes banget bacanya woe) karena banyak yang apresiasi aku jadi :D suka :D silahkan menggunakan hak comment sebebas kalian disini even ngirim tanda titik gpp

Oh ya aku masih mempertimbangkan buat nyelesain fic ini enaknya gimana karena gasabar ngluncurin cerita baru! Eits tunggu ini selesai dulu.

Untuk yang mau masuk perguruan tinggi (hehe aku juga) aku doakan yang terbaik untuk kalian~

i love you all guys. Eh.

Bahtera • jenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang