sebelum siuman.

1.5K 112 30
                                    

bonus; dalam sudut pandang jeno.

.

Sudah berapa lama ya disini? ah aku pun tak tahu jelas tepatnya. Awalnya jeno bertanya-tanya sedang dimana tetiba terbangun di tempat antah berantah.

Lama kelamaan jadi nyaman.

rasanya ingin lama-lama disini walaupun hanya sebatas langit dan hamparan padang rumput yang luas. Tidak ada siapa-siapa, jauh lebih tenang daripada dimanapun. Jelas tempat ini asing.

Aneh, tapi jeno suka.

Diriku serasa dipeluk oleh semburat merah muda terlukis diatas kepala. Warnanya itu yang tidak pernah berganti walau waktu bergulir. Cahaya temaram dari matahari menyapa kulit, jauh begitu hangat. Mengapa langit memelukku begitu tulus, seperti tidak membeda-bedakan.

ah jadi teringat ada dipelukan papa. Persis rupanya.

Alih-alih aku berbaring, merasakan angin sepoi menyapa tubuh. Sepi membuatku rindu. Memutar ulang kisah manis pahit yang ia lalui.

Mulai dari mark dan jaemin. Abang kebanggaan dan adik kesayangan satu-satunya.

Jeno ga akan pernah bisa benci kakak dan adiknya itu, mereka sama-sama berharga cuma beda cara tumbuh dirawat dan dicintai. Tidak ada niatan buat berlaku kasar apalagi kurang ajar walaupun ia capek dengan keadaan seperti ini, sungguh jeno cuma canggung untuk berlagak lemas lembut, manja seperti kebiasaan adiknya atau perhatian layak kakaknya. jeno juga gabisa terus-terus minta bantuan.

Lalu menghabiskan awal sma dengan haechan, jeno cuma bisa memanjat syukur walau mereka akhirnya  pertemanan kita harus kandas, engga apa. Jeno gamau kalau haechan terus-terus terbeban dengan eksistensinya itu sendiri. Aku paham, temannya satu itu butuh bumbu kisah manis dengan seseorang yang ia cintai.

Masa sma itu harus jadi yang berkesan dikehidupan remaja, wajar kalau maksud haechan seperti itu. Aku berharap ia tidak lupa kalau kita sempat jadi teman.

Pernah dipertemukan, merasakan uluran tangan yang jeno gabisa dapetin dari mama, yang mau memperlakukan seperti anak kandungnya sendiri, bunda. Ini bagian tersedih dari berpisah dengan haechan.

Berpisah dengan haechan artinya jeno bakal jarang liat bunda lagi, gaada peluk hangat selain dari papa, jeno udah gaada lagi alasan untuk berkunjung.

mungkin bunda akan sering bertemu dengan wajah-wajah pacar haechan.

Kalau papa, oh ngomong-ngomong jeno jadi kangen. Papa cuma kehangatan terkecilnya yang ia punya sayang jarang ada dirumah. Papanya yang sudah tua, jeno jadi sering kasihan. Ia berdoa besok papa bisa istirahat walaupun sebentar. bukan pergi bekerja sampai bulan ataupun tahun depan.

Soal mama, entah. Mau digali sedalam apapun kenangan, jeno gabisa ingat indah-indah. Bawaannya sedih mulu.

Oh mungkin ada satu memori ketika mama diam saja daripada mengomel saat ambil rapot semester smp, jauh lebih baik bukan daripada harus dimaki-maki iyakan.

Kapan jeno harus berhenti mempertanyakan mama. Mama benar...benar orang yang pernah mengandungku bukan?

Segala bentuk tingah mama kasih buat aku yang ga jarang bikin aku dongkol (mungkin mama juga, jengah kali ngurus anak bandel kayak jeno) tapi mama tetap mama, ibu buat jeno.

Mah, kalau mama mau tahu senyum mama cantik kok pas jeno liat itu buat jaemin sama mark, atau lihat papa pulang. mungkin besok jeno bisa lihat untuk jeno sendiri.

Aku tidak dapat mengingat satu-satu lagi, mungkin hanjis dan felix? Dua bodoh pelarianku dari haechan.
Kira-kira mereka kangen aku engga ya

Sampai Memori terakhir itu tidak mau pergi, malam dimana aku dilarang ikut mama ikut.

Rekam jejak kenangan tersebut seperti tidak mau berhenti berputar-putar didalam kepala. Membuatku menangis lagi setelah sekian lama. Aku malu.

Dan untuk pertama kalinya, aka takut berhadapan dengan keluargaku sendiri tidak cuma mama. Bagaimana nanti aku harus melihat wajah kecewa mereka. Aku tidak akan siap menanggung malu atas perbuatan yang aku sendiri tidak bisa mempertanggungjawabkan.

Aku menangis lagi seperti anak kecil. Cengeng memang.

Kemudian aku mendengar sesuatu lain, ada suara yang memanggil namaku lemah. Saking pelannya aku tidak begitu yakin itu apa.

Siapa?

Tidak ada yang menyahut. Yang ada didepanku hanya ada ilalang tinggi menjulang. Badanku kupaksa bangun, mengitari setiap sudut mencari tahu siapa gerangan memanggilku.

Rasa panik kembali menyerang.

Tempat ini mendadak bergetar hebat. jeno gabisa napas seakan paru-paru habis pasokan. Dada seperti terhimpit diantara dua beton saling berdekatan. Kaki yang telanjang tiba-tiba terasa keram, sakit mendera tanpa ampun. Ilalang terbentang lurus kini seperti merudungku.

Aku jatuh meringkuk. Tidak sapat menahan rasa sakit bertubi-tubi. Awan-awan berjatuhan. Langit merah muda tergantikan cahaya terang menyengat pandanganku. Telingaku mendenging bising; berisik akan suara tangis. Kepalaku berdenyut nyeri dibagian pelipis.

Badan bagian bawah berkali-kali lipat dalam rasa perih, dari pinggang hingga ujung kaki. aku cuma ingin penderitaan ini berakhir, ingin kembali tertidur panjang lagi.

Badan ini memaksaku untuk bangun. Meyesapi secuil demi cuil rasa sakit merambat keseluruh tubuh.

Kedua bola mataku berpendar. Tidak tahu jelas dimana diriku setelah malam itu. Aku melihat wajah yang aku pikirkan saat dipadang luas. Hanya papa dan mama.

Entah; begitu gembira tapi kalut dalam kekhawatiran. Tidak ada yang lebih baik, mereka berdua sama-sama kacaunya. Mataku terhenti dalam netra mama, aku baru pertama kali melihat ekspresinya seperti itu.

Persis saat aku menyesal.

"J-jeno...jeno...m-mama.." setelahnya aku tidak dapat mendengar apapun yang keluar dari mulutnya.

Benar ia menyebut namaku barusan? Untuk apa?

Aku hanya bisa menangis. Aku meraung-raung memanggil entah yang hanya sebatas dalam benak. Suaraku seakan-akan tak mau keluar.

Papa juga merapalkan sesuatu. Tapi hanya berakhir dengungan didalam telinga. Pah, maaf kalau aku tidak bisa mendengarkanmu dengan jelas.

Aku kangen papa, bariton berat, hangat pelukan, eksistensinya yang seharusnya datang saat malam hujan deras itu. Tapi sepertinya papa juga tak mampu. Aku hanya sebatas merindu.

perasaannya kian membuncah saat tak henti mengecupi ujung rambutku. Air matanya mengalir menetes mengenai kulit kepalaku.

Atau aku harus kaget dengan eksistensi vokal yang jelas-jelas saat itu menggelar kebencian karena kekasihnya, haechan.

Datang disini melihatku menderita?

Tempat ini sesak, dipenuhi orang-orang yang sebenarnya aku tidak suka.

Sampai ada sesuatu mengalir bersama darah menyebar keseluruh tubuh. Rasa sakitnya berangsur-angsur mereda. Cahaya lampu menjadi redup, mataku rasanya berat.

Namun langit merah muda dan hamparan padang luas itu tidak kembali lagi. Aku malah tersesat dalam ruangan gelap  penuh isak tangis. Jelas bisa mengenalinya; suaranya yang paling familiar. Tangisku malam ketika aku diperkosa.

Aku mau keluar, ingin pergi dari sini.







Author note;
Kalian beneran suka gasi ama ini cerita kok aku liatnya aneh bgt wkwk caur gitu tapi males revisi. Oh ya mending fic ini dibuat panjang atau secukupnya gitu belakangan ini insecure grgr temen irl banyak spit on my face klo homophobic ;__; sowry aku anaknya benyek guys.

Bahtera • jenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang