Hari-hari bahagiaku dimulai dari; Senin, 7 Oktober 2013.
Aku bersekolah di SMA negeri di kotaku. Kotaku tidak akan aku sebutkan sekarang, kalian akan tahu nanti, entah kalian menebak atau aku yang keceplosan. Sekolahku tak begitu popular (tidak tahu kalau sekarang), tapi aku merasa tepat memilih sekolah ini. Sekolah yang membuatku mengenal banyak hal, termasuk hatiku. Sekolahku ini jaraknya jauh dari rumahku. Sekitar 5 km (aku mengukurnya menggunakan Google Map).
Aku selalu diantar Ayah ke sekolah. Ia mengantarku hingga depan gerbang. Ada pohon kapuk besar disana yang daunnya setiap hari jatuh berantakan mengotori halaman sekolah. Dulu setiap siswa yang masuk lewat gerbang depan harus memungut minimal 10 lembar daun. Kalau sekarang pohon itu sudah tidak ada. Sewaktu aku kelas 12, pohonnya ditebang. Lalu pulangnya aku naik angkot beramai-ramai dengan teman-temanku, tentunya aku yang paling terakhir turun karena rumahku yang paling jauh.
Aku kelas 11 IPS 1. Kelasku berada di setiap titik sekolah. Karena sekolahku menerapkan sistem moving class yang mengharuskan siswanya berpindah kelas sesuai mata pelajaran. Berhubung ini hari Senin, upacara bendera merupakan hal wajib yang tidak boleh dilewatkan oleh seluruh murid.
Aku ingat, hari itu aku tidak mengenakan pakaian putih abu-abu seperti yang lain. Aku mengenakan pakaian putih-putih, ciri khas seorang petugas upacara. Aku menjadi satu dari tiga orang pasukan pengibar bendera.
Setelah upacara selesai, aku memasuki kelas. Aku dan teman-teman lainnya memasuki ruang TIK karena pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Lalu kami duduk di lantai karena memang kursi disiapkan hanya untuk komputer. Di sekolah, komputer sangat terbatas waktu itu. Aku duduk sembari menunggu giliran mengoperasikan komputer untuk belajar pengunaan Microsoft Word.
Lalu, temanku, Devan, Devan Mahendra, menghampiriku. Ia merebahkan badannya disebelahku. Jangan kaget, lantainya dilapisi karpet sehingga aman untuk rebahan. Guruku hanya satu, sedang sibuk mengajari siswanya satu-satu di depan komputer. Sehingga yang sudah mendapatkan giliran bisa santai-santai bahkan sambil tiduran seperti Devan ini. Aku hanya tersenyum dan tak menghiraukan Devan, aku tak peduli. Aku terus membaca buku TIK, sambil menunggu giliranku mengoperasikan komputer.
Dari ujung mataku, aku bisa melihat Devan sedang memandangku. Aku menjadi tidak fokus untuk membaca. Aku sedikt risih, lalu memutar tubuhku agar tidak terus diperhatikan olehnya.
"Ra, boleh minta nomor teleponnya?"
Badanku memutar lagi ke Devan. Jaman itu sudah ada android serta aplikasi-aplikasi chat seperti Blackberry Massanger serta yang lainnya. Tapi, cukup banyak yang masih menggunakan SMS. Termasuk aku. Devan juga, kayaknya. Buktinya dia meminta nomor teleponku.
"Nggak!" tegasku.
Aku tidak mau memberinya bukan karena sok jual mahal atau apa. Kalian harus tau, dulu waktu kelas 10 Devan pernah meminta nomor teleponku juga. Aku pernah memberinya dan ia sebarkan tidak tau ke siapa. Nomor teleponku ia tuliskan di lembar uang seribu rupiah. Benar-benar jahil. Hingga handphone-ku penuh dengan SMS dan telepon dari orang tak dikenal.
Nomor telepon dulu merupakan hal yang sangat privasi. Hanya orang-orang terdekat yang punya. Tidak seperti sekarang yang bisa ambil dari grup WhatsApp kelas.
Sebenarnya akku dan Devan sudah sekelas dari awal masuk sekolah. Aku dan Devan hanya sebatas teman di kelas. Dia bukan tipe cowok cool, kalem, dan pendiem seperti kebanyakan cowok yang disukai cewek. Dia juga tidak mempunyai badan yang atletis dengan 6 belahan diperut. Dia sungguh cowok biasa yang pipinya agak gembul. Dia sangat jahil dan cerewet. Dulu waktu kelas 10 dia sering menjailiku dengan temannya bernama Jaya. Tapi sekarang Jaya sudah beda kelas, tidak mungkin juga bakal sekelas lagi, soalnya Jaya masuk jurusan IPA. Kecuali jika salah satu diantara mereka pindah jurusan (kurikulum dulu pembagian jurusannya sewaktu kelas 11).
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANARA
Teen FictionKanara Rose, Wanita yang telah tumbuh menjadi dewasa, rindu pada masa dimana ia merasa bahagia, sangat bahagia. Ini hanya berupa cerita lika-liku percintaan anak SMA. Tidak ada yang spesial, tapi sangat berkesan, terutama bagi Kanara. Ini isinya sep...