5

20 12 0
                                    

16 Juni 2019

Sekarang aku sedang beranjak ke dapur untuk mengambil minum. Bercerita membuatku haus. Aku perlu air agar tidak dehidrasi. Cerita ini banyak menguras tenaga. Aku membuka kulkas mengambil sebotol air putih dan menutupnya kembali. Aku menarik kursi dan duduk. Botol air itu aku letakkan di atas meja di depanku bersama dengan gelasnya. Lalu kutuangkan air dari botol ke gelas, terdengar jernih suara air yang jatuh ke dalam gelas. Walaupun cuaca sedang dingin, aku tetap meminum air dingin. Bagiku, kalau aku minum tapi tidak dengan air dingin, berarti belum minum. Paham tidak? Intinya aku harus minum air dingin. Setelah mengeguk segelas air, aku kembali hanyut ke dalam lamunan, saat aku merasakan betapa indahnya jatuh cinta. Indahnya dicintai dan mencintai.

Jumat, 11 Oktober 2013

Setiap Jumat pagi sekolah kami selalu mengadakan senam bersama, kecuali hari libur dan bulan puasa. Seusai senam baru kami memasuki kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran pada hari itu. Pelajaran pada jam pertama di kelasku adalah Pendidikan Kewarganegaraan, tentu saja kami berada di ruang PKN. Aku dan rombongan cewek berkumpul di dalam kelas menceritakan apapun layaknya remaja lainnya. Kami berkumpul di area mejaku dan Selin (teman sebangkuku). Sedangkan rombongan cowok duduk di depan kelas entah apa yang sedang mereka bincangkan sembari menunggu guru masuk kelas. Paling hanya menggoda cewek-cewek yang lewat.

"Kanara, dipanggil Devan," Tiba-tiba Feri masuk kelas memanggilku.

"Cieeeeee," Seisi kelas men-cie-kan aku.

Aku melihat Thesa lalu melihat Feri secara bergantian. Maksudku melihat Thesa adalah untuk meminta tanggapan, apakah aku harus menemui Devan atau tidak. Sedangkan maksudku melihat Feri adalah karena dia memanggilku dan ada apa Devan ingin memenemuiku. Rasanya aku belum siap bertemu pacarku itu setelah semalam kami resmi jadian. Aku malu, walau sebenarnya aku mau. Akhirnya aku menggeleng kepada Feri, yang artinya tidak mau menemui Devan. Untungnya, Feri tidak memaksa. Feri pergi setelah mengerti maksudku tidak mau menemui Devan. Devan juga tidak datang untuk menemuiku langsung.

"Ra, temuin Devan sana, cie ada hubungan apa?" tanya Holifa yang duduknya dua meja depanku. Aku berprasangka aneh dengan Holifa. Mulutnya ngomong cie tapi matanya menyorotkan api cemburu. Seakan cie yang dimasud adalah Cause I Envy.

"Nggak kok," jawabku tersenyum kepada Holifa.

Aku sebenarnya merasa tidak enak dengan Holifa. Walaupun dia tidak bilang dia menyukai Devan, tapi dari caranya berbicara tentang Devan dan barusan ngomong cie, aku tau dia ada rasa ketertarikan dengan Devan. Ya namanya wanita, penuh perasaan. Aku seakan jadi ahli psikolog yang mengerti isi hati orang. Aku lihat Holifa dan teman sebangkunya (Fitri) terus menatapku seolah tau aku sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi kubiarkan saja. Aku tidak banyak berbicara pagi itu. Hanya tertawa menanggapi lelucon Selin. Kemudian, rombongan cowok bergerumun masuk kelas menandakan guru sedang dalam perjalanan menuju kelas untuk memulai pelajaran hari itu.

Sewaktu Devan lewat di sebelahku jantungku mendadak tak terkendali, aku membuang muka ketika Devan tersenyum kepadaku. Aku merutuki mengapa aku harus membuang muka. Mulai hari itu sekolahku benar-benar terasa bermakna. Aku berfikir sekolah hanya untuk bertemu Devan, bukan menuntut ilmu.

Sepulang sekolah aku berdiri sendirian di depan gerbang menunggu teman-temanku yang sedang jajan batagor. Aku memilih tidak jajan karena uangnya mau aku simpan untuk membeli pulsa. Maklum, aku sekarang sudah punya pacar.

"Nara." Aku menoleh ke arah orang yang memanggilku. Ternyata Devan, dia datang bersama Feri. Aku hanya tersenyum, dan gugup pastinya.

"Kok belum pulang?"

"Iya, lagi nungguin yang lain jajan."

"Oh, ya udah, aku pulang dulu ya buru-buru mau sholat jumat."

"Iya, Dev."

"Duluan, Ra," kata Feri kemudian ia berlalu mengikuti Devan.

Rumah Devan dan Feri dekat dari sekolah. Mereka tidak bawa motor alias jalan kaki. Aku tidak bisa bermimpi dibonceng Devan pulang sekolah.

"Devan!!" Holifa memanggil Devan sambil mengikat bungkus batagornya.

Devan dan Feri menoleh. Devan nyengir dan mendatangi Holifa.

"Buat gue ya?" ucapnya merebut sebungkus batagor yang baru usai di ikat oleh Holifa.

"Ih siniin! Beli dong kalo mau!" Holifa berusaha merebut dari tangan Devan.

"Makasih Hol!!"

bersambung ... 

DEVANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang