[PRESENT]
Tanpa laci Nobita yang bisa membawa gue ke masa depan, akhirnya gue bisa kok, sampai di masa yang pernah gue angankan itu. Menjadi dewasa, less cengengesan, dan melakukan hal-hal dewasa lainnya dengan wajar. Hal-hal yang kalau menjadi adegan sebuah film pasti ada tanda 18+ gitu. Mendebarkan, thrilling sensation.
Yaitu membayar pajak dan melunasi cicilan.
Sialan. Kenapa dari dulu enggak ada yang mewanti-wanti gue ya, kalau melakukan hal-hal dewasa yang nikmat tuh juga harus dibarengi dengan beginian? Cemberut tiap kali melihat slip gaji karena nominal yang tiap bulan gue saksikan harus terpotong karena segala hal yang menjadi tanggung jawab orang dewasa?
Mulai dari cicilan rumah, mobil, asuransi, dan pajak-pajak yang harus gue kembalikan ke negara, semua itu nggak membuat gue ikhlas. Gue yakin setelah ini gue bakal sembelit karena menahan kekesalan akibat gaji gue yang nggak utuh.
Gue baru saja mengurus pelaporan pajak, by the way. Seharusnya bisa sih, di-handle atau dibantu staf kantor. Tapi gue kepo jadi gue memilih opsi melakukan prosedur pelaporan pajak pribadi sendirian. Asal lo tau aja, aset gue nggak banyak. Sejauh ini aset paling berharga gue masih ketampanan tiada tanding ini yang, untungnya, enggak ditarik pajak pemerintah. Atau sebenarnya iya??? Karena tagihan pajak gue nominalnya membuat gue mengelus dada.
"Apaan sih lo, Je. Mengeluh mulu."
Tuh. Gue padahal nggak mengeluh, hanya mengembuskan napas berat sambil berkesah seakan-akan rekening di tabungan gue tinggal nol rupiah. Tapi si Moli, si ibu-ibu yang nyaris melahirkan ini emang keburu sewot aja. Gue dari tadi ditegur mulu karena BERNAFAS.
"Lo sedih nggak sih, liat slip gaji lo, terus liat nominal yang harus kita bayar buat pajak? Kayak, kalo nggak harus bayar pajak mungkin tiap bulan gue bisa naik haji."
Moli meletakkan tetikusnya, manggut-manggut seakan mencerna kalimat gue. "Kagak, gue lebih sedih kalo liat laki gue nggak doyan makan."
Najis. Certified budak cinta. Kenapa sih si Moli pagi-pagi begini udah kangen-kangen sama si Ega? Kelamaan cuti nih bumil makanya jauh bentar udah gelisah.
"Emang si Ega lagi mogok makan? Unjuk rasa?"
"Nggak juga, tapi gue tahu dia parno." Moli lalu melirik gue setelah membereskan berkasnya. "Lo parno banget gitu juga nggak sih, perkara Nia mau lahiran?"
"Iyalah. Soalnya gue nggak bakal tau rasanya gimana ntar." Aku gue. "Asal lo tau aja sih, Mol. Nggak tau apa-apa tuh makin bikin parno. Gue nggak bisa nambah-nambahin beban pikirannya si Nia padahal asli gue kepo banget apa yang lagi dia pikirin makin deket tanggal gini."
Gue, seperti suami-suami siaga yang udah di-briefing dengan cermat, tentu saja udah menyiapkan segalanya kalau-kalau Nia lahiran. Dua travel bag berisi esensial istri dan anak gue nanti, sopir impor dari Yogya yang stand-by di rumah. Dokter kandungan yang juga udah berkoordinasi dengan kami. Dan Mama, Ibu, dan Mbak Runi yang bergantian nemenin Nia di rumah. Genting banget emang kelahiran anak gue.
Moli masih memberikan wejangan-wejangan bahwa ibu hamil sebenernya nggak parno-parno banget. Justru lingkungannya yang bikin cemas-cemas thriller. Gue rasa sih, karena laki si Moli tuh seorang Enggara Arfan, ya, psikiater terkeren yang gue kenal (karena gue kenal psikiater ya, cuma Ega), makanya dia bisa feel at ease banget. Meski dalam waktu dekat dia bakal berada di garis perang, antara mati jihad atau mengabdi seumur hidup ke jabang bayi yang bakal dia lahirkan itu.
"Lo udah pinter tuh, nggak nambah-nambahin beban pikiran Nia. Tapi yang penting ya, Je, lo selalu ngobrolin sama dia. Nggak mendem khawatir sendiri-sendiri." Katanya dengan nada bijak. "Nggak tau, ya, mungkin karena Ega panikan tapi dia bisa banget ngontrol reaksi paniknya ke gue jadi gue bisa nge-handle lingkungan gue. Jadinya gue nggak parno-parno banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Act of Destiny
ChickLit"Kata Eyang Putri, kalo udah gede nanti kamu jadi suami Nia." Gue mengangguk lagi. Nyonya Bayutama juga gue denger membicarakan hal yang serupa dengan Eyang gue. Seharusnya, ketika kita umur sepuluh tahun, dan ada orang yang memastikan dengan siapa...