4. Human Trafficking

40 4 0
                                    

Sehari setelahnya semburat jingga keluar dari tumpukan awan sore hari dari pinggir pantai tak bernama di Kalianda, seharian aku memantau area pelabuhan tetapi hasil tak kunjung kudapat. Kupikir ini sebuah perdagangan manusia, seorang anak diculik dan seorang lagi terbunuh, dua kasus itu saja sudah cukup untuk menggemparkan satu kota.

Awan-awan bergerak lambat sedangkan matahari beranjak terlalu cepat, mungkin akan kulanjut besok atau lusa karena besok aku harus mencari pekerjaan. Diantara semua kesusahan hidupku adalah mencari pekerjaan yang cocok tetapi saat aku melihat penculikan dan pembunuhan itu langkah kakiku seperti ringan melaju tanpa ragu seperti selangkah lagi aku akan melihat kebenaran.

***

12 November 2017

Tanganku segera berlumur darah setelah kutancapkan pisau ke salah satu penjaga dilantai dasar sementara Fransiska membantai habis penjahat diruang tengah saat kulaksanakan perintahnya kulemparkan bom asap dan Fransiska tepat menembak mengenai semuanya dengan bantuan alat sensor suhu tubuh.

Kulihat Fransiska duduk dipojok ruangan tampak sangat trauma, rambut panjangnya kusut.

"Tenang-tenang," suaraku pelan sekali dan aku berusaha menenangkan Tiara

"Siapa kau!" katanya menjerit lemas, setelah aku membuka perbannya

Umar kembali "Aman Rik!" kata Umar

"Umar? Kenapa bisa disini" suaranya parau dan terlihat trauma

"Gua jelasin nanti kalo kita udah lolos Tiara"

Saat seperti ini keberuntungan seperti ada harga yang harus dibayar juga, terlebih aku belum sepenuhnya tahu siapa Fransiska, seperti apa anak bernama Tiara ini.

Kami berjalan terburu-buru menuruni anak tangga, firasatku tentang kembali melalui jalur masuk benar. Masih ada penjahat yang tersisa dan segera mengetahui kami ada dikamar dilantai dua.

Kami berbalik arah pelan-pelan, lantai dan anak tangga ini diselimuti kain cukup untuk meredam suara langkah kami. Detik demi detik terasa begitu seperti menit dan menit-menit yang kami lalui seperti beberapa jam.

Apa kau tahu rasanya membunuh untuk pertama kali, euforia dan trauma datang bersamaan. Diruang kamar itu Umar dan Tiara bersembunyi didalam lemari sedangkan aku menunggu disamping lemari dekat pintu dan Fransiska dibalik samping kasur.

"Dug dug" langkah kaki yang berat terdengar mendekat, kuperkirakan badannya sangat besar, tak cukup satu kali tusukan untuk cepat membunuhnya, kupikir akan lebih efisien jika kuarah lehernya.

Suara pintu terbuka, kemudian berhenti melangkah, aku tak dapat melihat posisinya tapi langkah kakinya membuatku tau dia ada dimana. "CLTARRRR!!!" sebuah sepatu terlempar kearah jendela jatuh keluar. Keadaan ini membuatku takut sekaligus terkejut, aku dapat melihat Fransiska dari posisiku, dengan jarak dua meter jelas sekali tangannya memegang pistol itu sangat gemetar.

Dia bergerak membungkuk setelah lemparan sepatu tadi, menempelkan telinganya kelantai dan langsung menatapku memberi isyarat untuk jongkok. Sepasang kaki yang besar tepat dua puluh senti didepan wajahku, pisau ditanganku segera menancap dikakinya, dia terjatuh tetapi pistol ditangannya tetap menembak. Tembakan yang sangat hening itu mengenai lengan dan itu lengan Fransiska, gerakan tadi membuat penjahat itu berbalik kearahnya.

Aku segera berdiri dan menendang pistol ditangannya sementara Fransiska berusaha bangkit meraih kembali pistolnya yang terlempar. Orang berbadan besar itu bangkit dan mencabut pisau dibetisnya, aku menerjangnya sekuat tenaga yang hanya membuatnya mundur beberapa langkah. Entah itu tindakan bodoh atau tidak karena tepat dibelakangnya terdapat Umar dan Tiara.

Suara tembakan nyaring sekali dari arah Fransiska tepat mengenai kepalanya. Tiara selamat.

Rahasia SetimpalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang