7. Red Code

12 1 0
                                        

17 November 2017

Kami segera bergegas turun kebawah kami melewati anak tangga yang melingkar dilanjutkan anak tangga lurus sampai diujung terdapat ruangan pintunya sedikit terbuka, ruangannya agak gelap yang menjadi kejanggalanku adalah penjahat seramai itu demi seorang anak sekolah, tidak cukupkah sebuah rumah kecil dan dua orang penjaga saja. Aku berpikir keras untuk segera pergi tanpa memedulikan ruangan itu tetapi tapi tidak bisa aku penasaran.

"Kalian pergi duluan saja," kataku pada mereka bertiga

"Hah, kenapa Rik?" Kata Umar

"Aku mau mengecek rumah ini, jika aku tidak kembali dalam 20 menit kalian tetap pergi saja" Kataku

"Aku ikut Rik," Fransiska memotong

Rumah yang semakin kebelakang semakin berantakan, sampai didepan kamar itu Umar dan Tiara segera bergegas meninggalkan aku dan Fransiska, tangannya masih gemetar. "Peluruku sudah habis, pisaumu lupa kamu ambil, sedangkan kamu tidak jago bela diri," Kata Fransiska mengeluh takut akan masih ada penjahat yang datang.

"Aku lupa tapi sepertinya udah gak ada lagi mereka," kataku

Wajah Fransiska sudah mulai membaik, aku melepas jaketku merobek kain dilengannya, lalu kuikatkan di lengan Fransiska agar menghentikan pendarahannya.

Tiba-tiba terbentuk sungai-sungai dari kelopak matanya lalu matanya berkaca-kaca, sungai itu semakin besar dan deras diikuti isak tangis, tak kuat aku melihatnya.

"Lebih baik kau duduk disini sebentar, biar aku saja yang memeriksa ruangan ini,"

***

09.00 Malam

Kuhidupkan TV, channel berita bergambar burung elang segera muncul, menampilkan berita-berita nasional, mulai dari politik, kriminal, dan bencana-bencana.

Tak ada keluarga dekat yang harus kuhidupi kecuali adikku yang tiba-tiba wajahnya terbayang di malam sepi, sesorang yang sangat kurindukan karena ia pergi untuk mengabdi pada negara menjadi polisi, tinggal diasrama STIK di Jakarta, sudah tiga tahun kami tidak bertemu bukan aku tidak ingin menemuinya tapi aku tidak ingin mengganggunya karena dahulu kami sangat dekat dan sering bertengkar jadi aku berharap keadaan menjadi lebih baik saat kami sudah lama tidak bertemu.

Handphoneku berdering mengganggu waktu bersantaiku setelah mencoba melamar kerja, nomornya tidak diketahui, akhir-akhir ini banyak juga kejahatan yang memanfaatkan telepon genggam atau sekedar kejahilan saja, tapi kuladeni saja penelepon ini.

"Rik Red Code, Rik!" suara Umar terdengar jelas dan tegang.

Entah kenapa tujuan dia memakai nomor anonim, yang membuatku curiga tadi.

"Ada apa Mar," Kataku

"Fransiska Rik, ada dirumah Tiara kesini buruan, ngebut pake motor lo,"Kata Umar yang sok jadi detektif-detektifan amatir

"Siap 86," Kataku meladeni

Kendaraanku segera meluncur bersama diriku menembus tirai-tirai angin malam, menuju kearah kota Bandar Lampung melalui jalan tercepat yang aku bisa, dua puluh menit harusnya mustahil aku bisa kesana. Motor ini kupaksa sampai batas maksimalnya, meraung-raung "brem broom cyittt" aku kelewatan sedikit, sampailah aku disana tetapi tidak melewati area pasar untuk menghindari kemacetan.

Terlihat Umar dan Fransiska didepan rumah Tiara, sedang membicarakan sesuatu.

Rahasia SetimpalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang