Aku bukan Chanyeol.
Danbi tidak bisa menjelaskan betapa anehnya mendengar perkataan itu dari mulut Chanyeol. Tapi, entah kenapa Danbi tidak merasa ia sedang berbohong, atau mempermainkannya. Kalau bukan Chanyeol, lalu siapa?
Laki-laki itu melangkah mundur dan melemparkan seulas senyum riang sebelum berbalik, tapi Danbi refleks meraih sikunya sebelum ia bisa beranjak. "Apa maksudmu?" tuntutnya. "Di mana Chanyeol? Siapa kau?"
Laki-laki itu mengangkat bahu dengan sok berahasia. "Pergilah menemuinya. Dia pasti ada di rumah." Ia tersenyum, seolah suatu ingatan di dalam kepalanya membuatnya senang. "Bagaimanapun dia tidak bisa keluar dari sana sekarang."
Setelah mengatakan itu, ia melepaskan tangannya dari pegangan Danbi dan berlalu dengan langkah ringan.
***
Lantai dua belas nomor 1201, meskipun Danbi tidak membutuhkan nomor-nomor itu karena, tidak seperti lantai-lantai di bawah yang memiliki dua atau tiga apartemen yang lebih kecil di satu lantai, di lantai dua belas hanya ada satu pintu apartemen. Lantai dua belas dibuat khusus untuk satu penyewa, dan bagian kecil dari otak Danbi yang tidak panik sempat berpikir kira-kira berapa banyak uang yang harus ia miliki untuk mendapatkan satu lantai untuk dirinya sendiri.
Pikiran itu tidak bertahan lama di antara debar jantung dan bel apartemen yang Danbi tekan berulang-ulang. Saat ia tidak mendapat respon yang cepat, Danbi membatin mungkinkah Chanyeol hanya sedang mempermainkannya, dan betapa jahatnya leluconnya.
Dugaan itu buyar saat pintunya akhirnya dibuka dan Danbi melihat Chanyeol—benar-benar Chanyeol, dengan mata kiri lebam, luka robek di sudut mulut, juga kompres es batu dan kain buatan sendiri yang ditempelkannya ke hidung. Keterkejutan yang ditunjukkan Chanyeol saat melihat Danbi di sana hampir sama besarnya dengan keterkejutan Danbi melihat wajah Chanyeol.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Chanyeol, bersamaan dengan Danbi berkata, "Apa yang terjadi?"
"Ceritanya panjang," Chanyeol menjawab duluan. Suaranya sengau. Ia melongokkan kepala ke luar. "Kau sendirian?"
"Ya." Danbi mengangguk cepat. "Kenapa kau—kenapa bisa begitu?"
"Masuklah." Chanyeol menepi dari depan pintu untuk memberi jalan. "Nanti kujelaskan."
Danbi melangkah masuk dan Chanyeol menutup pintu di belakang mereka. Ia menurunkan kompres es batunya dan Danbi melihat bekas aliran darah dari kedua lubang hidungnya. Danbi baru sadar suara Chanyeol sengau karena hidungnya miring dengan tidak wajar.
"Kau berkelahi?" Danbi bermaksud bertanya dengan nada khawatir, tapi kata-kata itu sepertinya keluar dengan suara menuduh yang membuat Chanyeol tersenyum meminta maaf.
"Aku tidak berkelahi. Jangan khawatir soal itu," katanya segan. "Bagaimana kau bisa datang ke sini? Maksudku, bagaimana kau..."
Chanyeol tidak meneruskan pertanyaannya, tapi Danbi merasa pertanyaan yang ingin ditanyakannya adalah bagaimana ia tahu? "Aku tidak—aku juga tidak tahu," jawab Danbi. "Aku bertemu denganmu tadi—maksudku dia—dan entah kenapa aku merasa dia bukan kau. Dan dia... dia bilang dia bukan kau."
Chanyeol menatapnya selagi ia berbicara terbata-bata. Danbi tidak bisa menebak apa yang dipikirkannya. "Aku tidak menyangka kau sadar secepat ini," ia berkata pelan, dan kalau Danbi tidak salah mendengar, ada nada terkesan dalam suaranya. "Aku tidak berharap kau akan datang, tapi karena kau sudah di sini..."
Chanyeol berjalan ke ruangan lain, meninggalkan Danbi yang masih berdiri canggung, lalu kembali dengan selembar kartu nama putih yang ia ulurkan pada Danbi. "Bisakah kau membantuku menelepon dokter ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Ringer [on hold]
Fanfictiondead ringer; (idiom) sangat mirip, duplikat persis . Park Chanyeol punya segala yang dibutuhkan seorang publik figur untuk meraih ketenaran; talenta, tampang, sikap yang terpuji, dan latar belakang kehidupan yang luar biasa tragis. Di usia tujuh bel...