"Dan, begitulah penderitaanku dimulai," Danbi mengakhiri certanya.
Ruang praktik itu hening. Danbi sedang berbaring telentang di sofa panjang untuk pasien, menatap langit-langit putih tulang sambil membeberkan keluh-kesahnya pada terapis yang duduk di belakang meja kerja.
Tidak ada tanggapan.
"Ya, Do Kyungsoo. Apa kau mendengarkan?"
"Ya."
"Apa yang barusan kukatakan?"
"Penderitaanmu dimulai."
"Karena?"
"Karena hidupmu penuh drama."
Danbi memutar bola matanya. "Jadi kau tidak mendengarkan." Ia menoleh; Kyungsoo sedang menundukkan kepala, kedua tangannya memegang ponsel di depan kacamata yang menggantung rendah. "Kau ini sibuk apa?"
"Fishdom."
"Apa itu?"
"Game."
"Aku capek mengoceh panjang-lebar dan kau malah main game," gerutu Danbi. "Untuk apa sekolah tinggi dan mendapat izin praktik kalau kau bahkan tidak menggunakan ilmunya?"
"Aku menggunakannya," jawab Kyungsoo tenang, tatapannya masih lengket pada layar, "kalau dibayar. Apa kau akan membayar?"
"Berapa?"
"Lima puluh juta."
"Akan kucopot plang nama di pintu dan kupukulkan ke kepalamu."
Sudut-sudut mulut Kyungsoo terangkat menyengir. Ia akhirnya meletakkan ponselnya dan mengangkat kepala ke arah Danbi. "Bukankah kau seharusnya bekerja sekarang?"
"Memang. Aku ada rapat jam sepuluh." Jam dinding menunjukkan pukul sembilan lewat empat puluh menit. "Tapi aku benar-benar perlu bicara atau mereka akan membuatku gila."
"Bagaimana sikapnya padamu sekarang?"
Danbi menghela napas dramatis. "Parah. Di depan orang-orang dia bersikap manis sekali, lalu saat aku hampir lega, dia kembali ke watak aslinya yang menyebalkan. Dia bahkan tidak mau memanggil namaku. Selalu 'Manajer, 'Manajer', seperti memanggil pembantu."
Salah satu alis Kyungsoo terangkat. "Kukira kau mengaguminya."
"Apa kau gila?" seloroh Danbi. "Kalau bisa, aku ingin mencolok matanya. Caranya menatapku, aduh, seakan aku ini sampah. Hanya karena dia kembaran Chanyeol, dipikirnya dia bisa berbuat sesukanya. Siapa pula yang akan menghentikannya? Cih."
"Oh, kau sedang membicarakan kembarannya?" Kyungsoo membetulkan letak kacamatanya dengan jari sambil mengerjap-ngerjap, baru sadar. "Maksud pertanyaanku tadi soal Chanyeol."
"Oh. Maaf." Danbi tidak perlu minta maaf, tapi entah kenapa tertukar antara Chanyeol dan Chanyoung terasa seperti kesalahan besar baginya. "Aku tidak menghabiskan banyak waktu dengannya. Syuting drama tetap berjalan seperti biasa dengan Chanyoung, dan biasanya aku terlalu capek untuk mengobrol setelah kami pulang."
"Bagaimana hubungan mereka berdua?"
Danbi menelengkan kepalanya sedikit. "Entahlah. Chanyoung selalu di kamarnya sendiri, selain itu dia kan bersamaku sepanjang waktu. Mereka hampir tidak pernah bertemu satu sama lain."
"Kau tidak khawatir mereka akan berkelahi lagi?"
"Khawatir," jawab Danbi masam. "Karena itu aku tidur di sofa ruang tengah, supaya kalau Chanyoung punya ide sinting lain, aku bisa menghentikannya. Alasan lainnya, apartemen itu hanya punya dua kamar, jadi aku toh tidak punya pilihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Ringer [on hold]
Fanfictiondead ringer; (idiom) sangat mirip, duplikat persis . Park Chanyeol punya segala yang dibutuhkan seorang publik figur untuk meraih ketenaran; talenta, tampang, sikap yang terpuji, dan latar belakang kehidupan yang luar biasa tragis. Di usia tujuh bel...