Chapter 11

260 49 29
                                    

jangan percaya padanya

.:.


Namanya Ryu Danbi. Umurnya dua puluh lima; menuju dua puluh enam tahun awal tahun depan. Ia pernah bekerja sebagai manajer seorang model, sekarang ia bekerja sebagai manajer aktor. Aktor itu adalah Park Chanyeol.

Sebelum mereka bekerja bersama, Danbi pernah bertemu dengannya secara tidak sengaja di lokasi pemotretan. Tersentuh oleh kehangatannya saat itu, Danbi memutuskan untuk mengaguminya—meskipun Chanyeol sama sekali tidak ingat tentang itu. Setelah mereka bekerja bersama, Danbi mengetahui bahwa Chanyeol ingin bekerja dengannya hanya karena Danbi berbagi nama yang sama dengan seseorang dari masa lalu Chanyeol.

Takdir itu membawanya pada perkara besar; Danbi menemukan rahasia bahwa Chanyeol punya saudara kembar. Namanya Chanyoung. Danbi belum punya bukti konkret, tapi semua petunjuk dan kemungkinan yang ada menunjuk Chanyoung sebagai penyebab orang-orang terdekat Chanyeol mati satu persatu.

Sekarang, Danbi mendedikasikan waktu luangnya untuk mencari tahu. Yah, ia tidak tahu mencari tahu apa tepatnya—pokoknya kebenaran. Walaupun ia tidak akan menyukai kenyataannya.

Tapi, sekarang muncul masalah yang lebih besar: Chanyoung jatuh cinta padanya.

***

"Seperdi deja vu, ya?"

Danbi tidak tahu harus tertawa atau merasa kasihan melihat Chanyeol menyengir cengengesan sementara hidungnya bengkok ke arah yang aneh dan menunjukkan lebam ungu gelap yang menyakitkan. Darah sudah berhenti mengalir, tapi bekasnya masih ada. Mungkin Chanyeol tidak bisa membersihkannya dengan benar sementara hidungnya berdenyut-denyut.

"Berapa kali hidungmu patah dalam setahun?" tanya Danbi.

"Endahlah, mungkin aku akan pelu opelasi plasdik dalam wakdu dekat." Suara dan tawa miris Chanyeol sengau. "Didak apa-apa. Aku sudah memanggil Dokder Lee. Dia masih ada pasien, jadi baru bisa dadang sedelah makan siang."

Chanyeol sudah membuat kompres dengan handuk tangan dan es batu. Ia duduk di sofa dan mengangkat gumpalan kain itu dengan hati-hati ke hidungnya. Dengan tangan yang lain, ia menepuk-nepuk tempat di sebelahnya. "Duduklah, Manajer."

Danbi beringut mendekat dengan canggung dan duduk di sebelah Chanyeol. Matanya menjelajah sekitar, mencari perubahan sejak terakhir kali ia berada di sana. Tapi, apartemen itu lebih-kurang sama seperti sebelum ia meninggalkannya.

"Apa kau gugup di sini?"

Danbi memutar kepalanya ke arah Chanyeol dan mendapati laki-laki itu sedang memerhatikannya. Sepertinya ia mengartikan sikap Danbi yang tegang sebagai kecemasan, walaupun sebenarnya Danbi hanya merasa canggung. "Tidak juga," jawabnya. Kemudian, ia tersentak. "Oh, Tuhan. Aku lupa! Aku meninggalkan si bodoh itu sendirian."

Chanyeol tertawa pelan. "Kalau didanya yang lain kenapa kau menghilang, bilang saja aku memindamu menemui pelancang untuk mengambil pakaian."

Danbi mengangguk-angguk. "Kelihatannya sakit sekali," katanya, menuding hidung Chanyeol. "Bagaimana dia bisa berada di sini?"

Chanyeol menggeleng. "Muncul begidu saja. Aku membuka pindu, lalu dau-dau gelap. Mungkin idu cara dia bilang 'halo'," tambahnya, bergurau.

Chanyoung tidak pernah terlalu jauh darinya. Kenapa Danbi tidak bisa menemukannya? Bagaimana bisa seseorang tidak menyadari kehadiran orang yang persis Park Chanyeol di sekitar mereka?

"Apa kau akan kembali dinggal di sini?"

Danbi sontak memutar kepalanya. "Apa?"

Apa-nya terlalu keras, sampai-sampai Chanyeol menjauhkan badannya sedikit. "Maksudku, kalau hyeong kembali dinggal di sini. Apa kau juga..."

Dead Ringer [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang