Keributan dan kilat-kilat cahaya itu membuatnya tegang entah karena apa. Kilat-kilat cahaya membuatnya memikirkan suara kayu meretih dan kobaran api. Jantungnya mulai berdetak terlalu cepat hingga ia susah bernapas.
Chanyoung merasa seperti tujuh belas lagi, muda dan ketakutan lagi, ingin melarikan diri lagi.
Penglihatannya buram. Mungkin itu karena keringat dingin mengalir dari dahi ke bola matanya. Kilat-kilat cahaya itu juga perlahan membutakannya.
Tapi ketakutan itu tidak cukup untuk membuat Chanyoung lari. Gadis ini sedang melawan seorang diri. Chanyoung tidak bisa meninggalkannya begitu saja.
Atau Chanyoung bisa, tapi karena beberapa alasan, ia tidak mau. Chanyoung punya perasaan bahwa pada situasi berbeda ia sudah pernah pergi dan ia tidak ingin mengulangi sejarah yang sama.
***
Danbi sudah membuat cukup banyak masalah sampai pada titik ia tidak lagi dimarahi. Semua orang hanya menghela napas ketika melihatnya, lalu memijat-mijat pelipis mereka seolah Ryu Danbi adalah sumber sakit kepala mereka yang tidak bisa disingkirkan.
"Tolong jangan buka mulutmu." Sunkyu mengangkat satu tangannya untuk menghentikan Danbi, walaupun Danbi bahkan belum berpikir untuk bicara. "Aku mungkin tidak bisa menahan diri dari mencabik-cabik mukamu."
Danbi menutup mulut lebih rapat. Tangannya terlipat di pangkuan.
Sunkyu menarik napas dan menegakkan posisi duduknya. "Chanyeol akan meminta maaf," katanya tenang. "Besok kita akan mengadakan konferensi pers, dan dia akan minta maaf pada wartawan malang itu."
Danbi malah memilih untuk bicara saat itu, "Menurutku Chanyeol tidak perlu meminta maaf."
Sunkyu menarik napas sekali lagi. "Ryu Danbi-ssi? Ingat permintaanku tadi? Tolong jangan buka mulut. Nah, lebih cepat lebih baik. Mereka sudah berniat menendang Chanyeol dari proyek film-"
Danbi seharusnya tutup mulut, tapi ia tidak bisa. "Chanyoung hanya melindungiku."
"Siapa Chanyoung?"
"Maaf. Maksudku Chanyeol."
Sunkyu mengibaskan tangannya tak acuh. "Kalau kau begitu peduli, seharusnya kau biarkan dirimu terluka di sana. Kau manajernya. Kau dibayar untuk melindunginya, bukan sebaliknya."
Kalimat itu menyinggung perasaan Danbi, tapi ia tidak bisa menyahut. Ia sadar itu benar. Meski begitu, kesadarannya usil menyahut, Itu kan bukan Chanyeol.
"Tapi aku juga manusia," Danbi mendengar dirinya menjawab. "Apa aku tidak boleh ketaku-"
Sunkyu memukulkan telapak tangannya ke atas meja, dengan sukses membuat Danbi nyaris menggigit lidahnya. "Kepala wartawan itu bocor. Karena dipukul dengan kamera miliknya. Oleh artismu. Di depan sejuta wartawan lain." Tatapan Sunkyu yang tidak ramah semakin keruh. "Kalau aku jadi kau, aku akan berhenti memikirkan diri sendiri dan mulai mengkhawatirkan tuntutan yang wartawan itu layangkan pada Park Chanyeol dan agensi ini."
"Itu tindakan pembelaan diri," Danbi mencoba, tapi suaranya yang gemetar tidak membuat argumennya terdengar meyakinkan. "Saat itu chaos di sana. Kalau tidak dihentikan, mereka bisa saja menyakiti satu sama lain."
"Dan itu tidak akan menjadi urusan siapa-siapa seandainya kau tidak cari gara-gara. Kau dan Chanyeol." Sunkyu mendengus. "Melindungimu. Yang benar saja. Dia bahkan tidak bisa melindungi diri sendiri tanpa orang-orang di belakangnya. Jujur, kalau bukan karena presdir, manajemen lebih suka mengakhiri kontrak Chanyeol sekarang. Otaknya sudah rusak, dia itu."
Danbi sontak berdiri dari kursinya.
"Apa?" tantang Sunkyu. "Kupecahkan kepalamu nanti. Duduk."
Danbi merasa sangat marah sampai telinganya berdenging. Ia setengah mati ingin melawan-baik ia dan Chanyoung tidak bersalah-tapi yang dilakukannya hanya kembali duduk seperti anjing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Ringer [on hold]
Fanfictiondead ringer; (idiom) sangat mirip, duplikat persis . Park Chanyeol punya segala yang dibutuhkan seorang publik figur untuk meraih ketenaran; talenta, tampang, sikap yang terpuji, dan latar belakang kehidupan yang luar biasa tragis. Di usia tujuh bel...